Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[6] Not a Good Thing / 좋은 것이 아니예요

Memang tidak salah Eun Hyo tidak suka banyak berinteraksi dengan orang-orang. Ada saatnya mereka akan jadi sangat mengganggu, dan itu yang baru saja dihadapinya. Lihat saja bagaimana Seong Joon bisa jadi sangat cerewet sampai mengajaknya makan atau setidaknya pulang bersama.

Bagi Eun Hyo, selama aktivitas itu masih bisa dilakukan sendiri, kenapa harus melibatkan orang lain. Kesepian, alasan orang-orang. Bersama-sama terasa jauh lebih menyenangkan, tambah yang lainnya. Tapi itu semua tidak disetujui Eun Hyo. Mendengar orang lain mengoceh atau melakukan apa pun hanya membuang waktu, saat dia bisa melakukan semuanya dengan cepat sendirian.

Kesepian? Tidak. Eun Hyo tidak pernah mengerti dengan orang-orang yang menjadikan itu sebagai alasan. Menurutnya orang-orang seperti itu hanya sederet manusia yang perlu dikasihani karena tidak pernah merasa nyaman dengan dirinya sendiri, hingga harus selalu ditemani orang lain. Memang apa susah dan salahnya makan sendiri? Takut dilihati orang lain dan jadi pusat perhatian? Kenapa harus peduli, biarkan saja. Itu pendapat mereka, dan ini hidupnya yang tidak ada urusan dengan orang-orang itu, pikirnya.

Saat berjalan menuju stasiun Gangnam, Eun Hyo masih sempat melihat Seong Joon yang sedang mengendarai motornya dengan laju cepat hingga akhirnya melambat di dekat salah satu rumah makan. Sepertinya di situ tempat kerjanya satu lagi. Dan itu jadi kesialan bagi Eun Hyo, karena itu berarti ada kemungkinan lelaki itu bisa menyusulnya dengan cepat ke stasiun.

Benar saja, ketika baru tiba di depan pintu pembatas untuk masuk kereta, seseorang datang dari arah kanannya dengan napas terengah-engah. Eun Hyo tidak menoleh, hanya fokus pada lagu yang mengalir dari earphone-nya yang kadang terganggu oleh suara pemberitahuan kereta akan tiba sebentar lagi.

"Untung tempat kerjaku tidak jauh dari stasiun," ujar Seong Joon. Napasnya masih belum teratur, tapi dia tetap memaksa berbicara.

Sejak kapan lelaki itu jadi sangat cerewet, batin Eun Hyo. Rasanya lebih baik dia banyak diam dan terus-terusan meminta maaf seperti pertama kali mereka bertemu. Setidaknya kalau begitu, dia tidak akan dengan sembarangan jadi sok akrab dan berusaha terdengar ramah seperti sekarang.

"Apa kau tidak lap ...."

Kereta menuju Sadang sudah dekat.

Suara pemberitahuan kereta memotong ucapan Seong Joon, membuatnya mengatupkan bibir rapat-rapat. Sedangkan Eun Hyo maju perlahan tanpa menghiraukannya sedikit pun. Seong Joon ikut maju ketika sinar dari depan kereta sudah terlihat. Beberapa gerbong berlalu hingga kereta berhenti, dan mereka yang berdiri di gerbong akhir bisa masuk juga. Untungnya kereta sepi, karena jika tidak, itu artinya Eun Hyo harus menunggu lagi.

Eun Hyo memilih duduk di kursi pojok dekat tiang, dan Seong Joon menempatkan diri di sebelahnya. Gadis itu terus fokus pada ponselnya, memasang mode tidak mau diganggu. Maka Seong Joon mencoba menurut dan membiarkan Eun Hyo dengan dunianya sendiri. Dia memperhatikan orang-orang di kereta yang sibuk dengan aktivitas masing-masing, kebanyakan berkutat dengan ponsel di tangan. Namun pengalihan itu gagal. Terlalu sayang untuk berada di samping Eun Hyo tanpa percakapan.

"Kau ...," Seong Joon baru mengeluarkan sedikit suaranya tapi penolakan itu sudah jelas dari Eun Hyo. Gadis itu memalingkan wajah, bahkan menggeser tubuh dan kini menghadap tiang kereta.

Akhirnya Seong Joon kembali mengunci mulutnya dan membiarkan perjalanan ke stasiun Sadang yang memakan waktu sembilan menit diselimuti keheningan antara dirinya dan Eun Hyo. Begitu tiba pun, gadis itu langsung keluar dan berjalan cepat, seolah Seong Joon tidak pernah ada di sekitarnya sejak tadi.

Seong Joon melangkah cepat supaya bisa menyusul Eun Hyo. Namun langkahnya tertahan. Orang-orang yang berjalan cepat di sepanjang lorong kereta tiba-tiba jadi terlihat begitu banyak. Semakin berbayang dan kabur. Tangannya yang menahan di samping tubuh mendadak bergetar. Awalnya pelan, tapi makin lama makin kencang hingga seluruh tubuhnya kini gemetaran. Kakinya melemas, pandangannya semakin kabur dan keseimbangannya goyah. Seong Joon jatuh sambil berlutut di lantai.

"Kau tidak apa-apa?"

Suara terkesiap dan pertanyaan serupa dengan nada panik dari orang-orang di sekitarnya membuat Eun Hyo risi. Sebelum ini dia sempat mendengar suara seperti orang yang terjatuh di belakang. Sepertinya itu sumber kepanikan setiap orang yang melintas. Biasanya Eun Hyo tidak akan peduli pada situasi seperti ini, tapi mengingat Seong Joon yang tadi mengikut di belakang membuatnya menoleh. Ternyata benar, lelaki itu terkulai lemas di lantai dengan tubuh bergetar hebat.

Eun Hyo menjaga langkahnya agar tidak terlihat terlalu terburu-buru saat menghampiri Seong Joon, walau pikirannya sempat kacau saat menoleh pertama kali. Lelaki itu melihat Eun Hyo, tapi pandangannya kosong, tidak seperti biasa. Dia berusaha berdiri dengan susah payah. Bahkan mengelak ketika orang-orang di sekitar berusaha membantu. Lalu, tanpa memedulikan sekeliling, Seong Joon memacu langkahnya yang terseok dan meninggalkan kerumunan orang yang masih dipenuhi tanya, termasuk Eun Hyo.

Ada apa dengan lelaki itu?

***

Seong Joon berlari menuju Seven Eleven tempatnya bekerja dengan tergesa. Sambil menarik napas dalam-dalam, dia mencoba meyakinkan diri. Dia akan baik-baik saja. Dia HARUS baik-baik saja. Sebelum membuka pintu, dia menoleh sekali lagi ke arah tangga pintu keluar nomor 3 stasiun Hansung. Untuk pertama kalinya, dia berharap Eun Hyo keluar dari sana dan langsung melanjutkan perjalanan hingga ke rumah, tanpa mampir ke tempat ini.

"Oppa!" sambut Ji Yeol girang saat Seong Joon membuka pintu. Tapi ekspresinya berubah ketika melihat pucatnya wajah lelaki itu. "Apa yang terjadi, Oppa?"

Sambil berjalan mendekat ke arah Ji Yeol, Seong Joon menggeleng, walau dia yakin gadis itu tidak akan pernah percaya. Ji Yeol terlalu ahli membaca perubahan raut wajah, apalagi kali ini pucatnya terlihat terlalu jelas. Seong Joon yakin dia akan kesulitan mengelak dari gadis itu, tapi menutup mulut rapat-rapat adalah pilihan terbaik saat ini.

"Kau sakit?" tanya Ji Yeol, yang lagi-lagi dijawab dengan gelengan oleh Seong Joon.

"Aku baik-baik saja," elaknya.

Ji Yeol mendecak sambil memicingkan mata. Orang mana yang akan percaya dengan kata-kata Seong Joon barusan bila melihat kulitnya yang seputih tulang sekarang ini. "Mwoga gwaenchanha, geureoke apha boine. (1)"

Seulas senyum lolos dari bibir Seong Joon, diikuti dengusan tawa kecil. Seperti dugaannya, Ji Yeol memang bukan gadis yang mudah ditangani. "Percaya saja dan sekarang pulanglah, aku sudah di sini untuk menggantikanmu."

Ji Yeol menggeleng sambil menggeser telunjuknya ke kanan-kiri. "Oppa saja yang pulang. Hari ini aku akan mengambil shift full."

"Bukankah kau bilang hari ini peringatan kematian bibimu?"

"Ah, benar!" pekik Ji Yeol sambil menepuk jidat. Wajahnya mengerut, bibirnya mengerucut saat menghadap Seong Joon. "Waktunya sangat tidak tepat. Menyebalkan!"

Lagi-lagi Seong Joon tersenyum, kali ini terlihat penuh kemenangan. Sambil terus mengucap tidak apa-apa, dia mendorong tubuh Ji Yeol pelan hingga tiba di depan pintu. Tepat di saat itu, Eun Hyo muncul di hadapan mereka dengan tatapan tajamnya yang biasa. Seong Joon menelan ludah, sementara Ji Yeol melirik keduanya bergantian.

"Semoga beruntung, Oppa," bisik Ji Yeol sebelum akhirnya meninggalkan tempat kerjanya.

Tidak tahu harus melakukan apa, akhirnya Seong Joon hanya membukakan pintu semakin lebar dan menggeser tubuh. Selamat datang yang diucapkannya terdengar agak bergetar. Namun anehnya, Eun Hyo tidak menunjukkan reaksi apa pun. Gadis itu hanya menyelinap masuk dari celah yang dibuat Seong Joon tanpa melihat ke arahnya.

Masih seperti biasa, Eun Hyo menuju rak di samping kasir dan mengambil susu pisang kesukaannya, membayar dan duduk di kursi pojok. Semua dilakukannya tanpa terlihat peduli, seolah tadi mereka tidak bersama. Seolah gadis itu tidak melihat kejadian sebelumnya di stasiun Sadang, padahal walau samar, Seong Joon yakin kalau ingatannya benar. Gadis itu menghampiri dan berada di hadapannya dengan raut wajah khawatir.

Eun Hyo yang menyeruput susu pisang sambil menuliskan sesuatu pada buku yang selalu dibawanya. Sesekali dia berhenti, melihat ke depan dengan pandangan kosong, padahal suasana di seberang sangat ramai pada malam hari seperti sekarang. Sedangkan yang bisa Seong Joon lakukan hanya tetap duduk di belakang meja kasir sambil mengamati gadis itu, hingga rasa sakit yang luar biasa menyerang kepalanya. Tangannya langsung terangkat, berusaha memijat kening untuk meredakan sakit.

Ketika sakitnya masih mendera, pijatan itu lama-kelamaan berubah jadi jambakan. Biasanya itu akan berhasil, tapi tidak kali ini. Seong Joon berusaha keras untuk meredam suaranya yang ingin mengerang. Dia hanya tidak ingin Eun Hyo melihatnya dengan semakin aneh karena keadaan ini. Akhirnya dia memilih bangkit dan berjalan menuju rak paling ujung.

Kali ini Eun Hyo hanya memasang earphone sebagai pajangan. Tidak ada musik apa pun yang mengalir dari sana, sehingga ketika erangan pelan dari arah kirinya terdengar, dia bisa mendengar dengan jelas, sesuai rencananya. Ada yang tidak beres dengan Seong Joon. Dia yakin itu. Makanya, dia bangkit dan berjalan pelan lalu mengintip dari ujung paling belakang rak yang didiami lelaki itu.

Tidak ada yang bisa dilihat Eun Hyo dari jarak sejauh ini, apalagi Seong Joon berdiri membelakanginya. Satu-satunya yang bisa diketahui hanya lelaki itu mendongak tinggi hingga wajahnya menghadap langit-langit. Lalu napasnya yang sepertinya sempat tertahan, berubah jadi terengah-engah.

Eun Hyo kembali mengernyit. Berbagai kemungkinan melintas di kepalanya saat melihat apa yang dilakukan Seong Joon barusan. Lelaki itu mimisan dan sedang berusaha menghentikan darahnya mengucur, atau sedang menenggak sesuatu. Tidak ada yang jelas, membuat Eun Hyo kembali bertanya-tanya.

Lelaki itu sudah membuka kotak hitam yang selama ini tertutup rapat di hatinya dan menyeretnya ke dalam pusaran rasa ingin tahu berlebih. Dan Eun Hyo yakin, ini bukan pertanda baik.

(1) Apanya yang baik-baik saja, terlihat sakit begitu.

****

Updatenya malem nih, baru selesai nulis hehehe
Jadi apa yang terjadi sama Seong Joon? Ada yang penasaran? 😅

Baca Addicted Series lainnya ya:

Senin & Kamis: Comedor by YouRa_muriz

Selasa & Jumat: Sexy Secret by IndahHanaco

Rabu & Sabtu: Let Us Be Happy by junabei

Kosa kata Korea:

좋은: joeun (oe dibaca cepat) artinya yang bagus
Asal kata dari 좋다 yang artinya bagus. Penambahan 은 di belakang ini sebagai artikel penegas sifat
것이: geosi (eo dibaca cepat) asalnya 것 dan 이 sebagai partikel. Kalau terpisah, 것 sendiri dibacanya geot. ㅅ sebenarnya kalau berdiri sendiri dibaca s, tapi karena dia ada di bawah (sebutannya batchim kalau di bahasa Korea), dibacanya jadi t.
아니예요: aniyeyo artinya tidak atau bukan. Asal kata dari 아니다. 예요 sebagai partikel akhir kalau nggak ada batchim. Kalau ada, pakainya 이에요. Contohnya 사람이에요 (saramieyo).
Semoga bisa dimengerti dan nggak terlalu rumit penjelasannya 😅😅

Btw gatel nulisin hangeul dari yang si Ji Yeol omongin. Ini ya:
뭐가 괜찮아, 그렇게 아파 보이네.

Ditunggu komen dan votenya

junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro