Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[11] May I Worry About You? / 걱정해도 돼요?

Tidak masalah bila seseorang menyakiti kita, asal jangan orang yang kita sayangi. Itulah yang dialami Ji Yeol beberapa hari ini. Dia tahu benar orang yang menjadi pusat pertanyaan Seong Joon waktu itu, seseorang yang selalu sendirian tanpa teman, pasti Eun Hyo. Ji Yeol hanya berusaha menjawab secara umum, dan pura-pura bodoh di depan Seong Joon.

Namun setelah hari itu, Ji Yeol tidak langsung pulang walau shift-nya sudah habis. Dia menunggu di seberang jalan, tempat orang berkumpul ramai-ramai dan mengamati dari sana. Tiap hari, Eun Hyo datang ke tokonya seperti biasa, menghabiskan waktu sekitar satu jam lalu keluar ketika sudah mau tutup. Di waktu bersamaan, Seong Joon membereskan semuanya dengan cepat, lalu mengekor gadis itu hingga masuk ke rumahnya.

Semua masih bisa terasa biasa saja kalau Ji Yeol tidak menyaksikan kejadian yang membuatnya emosi tadi malam. Tiba-tiba Seong Joon mengirimkan pesan, memintanya kembali menggantikan shift-nya. Ji Yeol panik dan menanyakan keadaan Seong Joon, tapi lelaki itu bersikeras kalau dia baik-baik saja dan hanya harus mengerjakan sesuatu yang penting dan mendadak. Dia berusaha percaya, walau dalam hati merasa ganjal. Hingga malam tiba, dia memutuskan untuk kembali menyusuri jalan kecil di dekat tokonya dan menemukan Seong Joon yang tetap mengekor Eun Hyo seperti biasa.

Eun Hyo sudah tiba di depan rumah, tapi dia tidak langsung masuk seperti biasa. Sebaliknya, dia berbalik dengan cepat. Tatapannya jauh lebih tajam daripada yang diperlihatkannya tiap hari. Rahangnya mengeras. Walau dari jarak cukup jauh, Ji Yeol bisa melihat ke mana pandangannya mengarah, ke Seong Joon, yang berdiri diam dengan jarak lumayan dari gadis itu.

"Aku tidak pernah menyangka ada orang yang benar-benar bodoh. Untuk apa kau mengikutiku setiap hari? Jangan pikir aku tidak tahu." Eun Hyo bersedekap. Tatapannya masih sama tajam. Nada bicaranya tidak meninggi, tetap datar. Namun aneh, bagaimana bisa yang datar seperti itu malah terasa lebih menusuk, membuat Ji Yeol mengepalkan tangan untuk menahan emosi yang siap meledak dalam dirinya.

Seong Joon masih bergeming. Pandangannya tidak beralih sedikit pun. Lalu dia menunduk sekali dan menggumam, "Maaf."

Walau berusaha seperti apa pun, Ji Yeol tidak bisa mengenyahkan bayangan kejadia malam itu dari ingatannya. Sudah cukup bagaimana ucapan Eun Hyo yang terdengar sangat tajam dan menyakitkan, Seong Joon yang jelas-jelas tidak bersalah malah harus minta maaf. Belum lagi kalau ingatan bagaimana lemasnya Seong Joon ketika berbalik dan pulang dari sana kembali menghantamnya. Ji Yeol benci mengingat itu semua. Dia benci hanya berdiam diri sementara gadis bernama Eun Hyo itu terus-menerus berbuat dan berbicara sesuka hati tanpa memikirkan perasaan orang lain.

"Oppa, mulai hari ini, jangan ikuti Eun Hyo lagi." Ji Yeol memberanikan diri, walau tidak yakin reaksi apa yang akan diberikan Seong Joon.

Seong Joon mengernyit. Ji Yeol pikir, lelaki itu akan bertanya bagaimana dia bisa tahu, tapi tidak. Pertanyaan yang dilontarkan malah jauh dari yang bisa Ji Yeol duga. "Kenapa?"

Selama beberapa saat, Ji Yeol terdiam. Mulutnya terkatup rapat tanpa bisa dibuka sedikit pun karena di hadapannya, dia menemukan sisi Seong Joon yang jarang diperlihatkan. Tatapannya penuh keyakinan, hingga apa pun yang orang lain katakan, tidak akan membuatnya goyah. Ji Yeol pernah menyerah pada sisi Seong Joon yang itu dulu, tapi kini dia harus membulatkan tekad. Seyakin apa pun lelaki itu, dia akan memberi perlawanan yang setimpal.

"Kenapa harus bertanya kenapa, ketika jelas-jelas yang dia lakukan hanya menyakitimu. Hal ini tidak sama dengan yang dulu, Oppa. Kau tidak punya tanggung jawab untuk terus mengalah dan bersikap baik padanya."

"Lalu kenapa kita harus punya tanggung jawab dulu untuk bersikap baik pada orang lain?"

Ji Yeol merenung. Harus diakui kalau pernyataan Seong Joon memang benar, tapi kalau terus begitu, bukankah dia akan dianggap remeh dan diinjak-injak orang? Ji Yeol mengerti sikap dan tujuan baik Seong Joon, tapi tidak semua orang begitu, kan? Bahkan di dunia ini, lebih banyak orang yang memanfaatkan kebaikan orang lain daripada bersyukur telah menerimanya.

"Karena orang lain juga mungkin tidak akan bertanggung jawab setelah mendapat kebaikan darimu berkali-kali. Ada banyak orang jahat di dunia ini, Oppa, dan gadis itu mungkin salah satunya. Aku tidak bisa membiarkannya menyakitimu terus-menerus," jawab Ji Yeol sambil mengepalkan tangan, berusaha mengumpulkan semua keberaniannya.

Seong Joon tersenyum, dan sebenarnya itu membuat nyali Ji Yeol semakin ciut. "Aku juga mungkin orang jahat yang bisa memanfaatkan kebaikanmu. Tidakkah kau berpikir begitu, Ji Yeol?"

"Aku yakin kau bukan orang seperti itu, Oppa." Ji Yeol berusaha meyakinkan.

"Hal yang sama juga untukku. Aku yakin dia bukan orang jahat yang akan memanfaatkan kebaikan orang lain. Dia hanya terlalu lama mengurung diri di kesendirian dan tidak tahu dengan siapa dan ke mana harus berbagi. Untuk orang-orang seperti itu, bukankah dunia akan terlihat lebih baik bila ada yang mengulurkan tangan pada mereka?"

Ji Yeol menghela napas dalam dan mengembuskannya dengan berat. Dia tahu tidak akan pernah menang bila berdebat dengan Seong Joon yang sudah punya keyakinan akan satu hal. Dia memang sering terlihat terlalu lembut dan pasrah, tapi sekalinya ingin melakukan sesuatu, apa pun tidak akan bisa menggoyahkannya. Dan kali ini Ji Yeol hanya harus menyerah lagi pada keyakinan itu. Seperti sebelumnya.

Untuk mengalihkan pikiran, Ji Yeol memusatkan perhatiannya pada ponsel. Walau sulit, tapi hal terbaik yang bisa dilakukannya di saat seperti ini adalah tidak memperhatikan atau melihat sedikit saja ke arah Seong Joon. Karena hanya dengan melihat wajah lelaki itu, keinginannya untuk mengalah akan kembali tergeser oleh niatnya untuk melindungi. Namun, saat berselancar di dunia maya, dia malah menemukan sesuatu yang mengejutkan.

"Oppa, apa ini benar?"

Langsung saja Ji Yeol memperlihatkan ponselnya yang memuat berita utama yang sedang tersebar luas di sosial media. Seong Joon memperhatikannya lekat-lekat. Keningnya mengerut, lalu tanpa banyak bicara, dia meraih ponselnya di kolong meja kasir dan berlari keluar.

"Tolong gantikan shift-ku lagi hari ini, Ji Yeol. Akan kubelikan makanan enak lain kali."

***

Yang Seong Joon tahu hanya berlari. Walau jalanan masih licin karena sisa salju dua hari lalu, dia tetap memacu langkah secepatnya. Hingga tujuan yang dari tadi mengisi otaknya benar-benar ada di hadapannya sekarang, dia baru berhenti.

Dari dalam gedung besar itu, seorang gadis keluar dengan langkah yang sama seperti hari-hari sebelumnya, seolah tidak terjadi apa-apa saat ini. Seolah nama dan fotonya tidak tersebar dan menjadi berita utama di berbagai sosial media. Atau dia belum tahu itu semua? Tidak mungkin, melihat bagaimana orang-orang di sekitarnya langsung berbisik-bisik begitu dia muncul, dengan pandangan seperti binatang buas yang ingin menerkam mangsanya.

Seong Joon maju satu langkah, tapi tepat di saat itu juga, kakinya berhenti dengan sendirinya. Sepertinya otaknya sudah mengirim perintah lebih cepat, hingga refleksnya pun tak perlu menunggu waktu lama untuk bekerja. Ucapan Eun Hyo malam itu masih terngiang di pikirannya. Gadis itu tidak nyaman didekati begitu. Mau tidak mau, dia harus menjaga jarak lebih lagi, walau yang diinginkannya sekarang hanya menemani Eun Hyo melalui semua orang yang berbisik dan memberi tatapan penuh intimidasi. Karena kita selalu membutuhkan seseorang di samping kita untuk menemani saat merasa seluruh dunia menyudutkan kita, kan?

Namun dia tahu, untuk menangani gadis seperti Eun Hyo, dibutuhkan pendekatan yang berbeda. Maka yang Seong Joon lakukan hanya tetap berjalan di belakang gadis itu, sambil memastikan semuanya baik-baik saja, kalau tidak ada orang yang menyerangnya secara fisik, karena bisik-bisik itu sama sekali tidak bisa dikendalikannya.

Belum jauh dari kantor agensi tempat Eun Hyo bekerja, seorang gadis berjalan ke arahnya dengan tatapan yang tak teralihkan. Langkahnya besar-besar, seolah sedang mengejar sesuatu. Tepat di depan Eun Hyo, dia berhenti. "Kupikir kau benar-benar hebat, baru berhenti dari King langsung beralih ke sini, ternyata begini caramu bermain, ya? Merayu hoejangnim (Pemimpin perusahaan)? Luar biasa rendah ternyata dirimu, Song Eun Hyo!"

Seong Joon menggeram. Rasanya dia hampir tidak bisa mempertahankan posisinya saat ini dan tetap berdiam diri begitu saja, padahal biasanya dia bisa mengatasi sesuatu dengan tenang. Kepalannya semakin mengerat, tapi melihat Eun Hyo yang tidak bereaksi, dirinya melemah. Napasnya diembuskan dengan berat. Nyatanya, gadis di hadapannya tidak terlihat marah, bahkan terpancing sedikit pun tidak. Dia hanya melanjutkan langkahnya seperti biasa, tanpa menoleh ke arah orang yang barusan merendahkannya. Gerakan tubuhnya pun terlihat tanpa emosi, tetap tegap dan santai seperti biasa, seolah tidak mendengar apa-apa tadi.

Sebagai gantinya, gadis yang berbicara kasar pada Eun Hyo tadi yang mendengus kasar lalu mengerang. Napasnya terengah-engah saat berbalik dan menatap ke arah menghilangnya Eun Hyo. Beberapa kali terdengar gadis itu mengumpat dan mengata-ngatai Eun Hyo. Secara tidak langsung, hal ini membuat Seong Joon semakin kagum pada Eun Hyo. Gadis itu tidak pernah melakukan sesuatu yang baginya tidak penting. Lihat saja bagaimana orang yang mengatainya itu malah membuang energi untuk marah akan hal yang tidak jelas.

Sepanjang perjalanan melewati beberapa stasiun, beberapa anak sekolah berhenti untuk memperhatikan wajah Eun Hyo dari dekat untuk menegaskan kalau benar wajah itu yang mereka lihat di berita. Beberapa orang bahkan sudah yakin dan tanpa pikir panjang menabrak Eun Hyo lalu berpura-pura kalau itu tidak sengaja karena stasiun sedang padat kondisinya.

"Benar itu orangnya."

"Tidak terlalu cantik ternyata."

"Aku heran bagaimana wajah seperti itu bisa merayu bos besar industri musik, sedangkan dia bisa mendapatkan banyak artis yang jauh lebih cantik."

"Kurasa untuk kategori bukan artis, dia tidak terlalu buruk. Badannya juga bagus, tidak heran."

"Hei, lihat betapa dingin tatapan itu! Mungkin itu yang membuat lelaki tua itu tertarik."

Komentar-komentar itu terus berlalu, membuat Seong Joon semakin geram. Tapi anehnya, Eun Hyo masih saja tidak terpengaruh. Bahkan ada seseorang yang sengaja menarik earphone-nya lalu berbicara keras-keras di sampingnya, tapi gadis itu tetap tidak peduli. Omongan buruk orang-orang itu membuat Seong Joon kesal, tapi di saat bersamaan, sikap acuh tak acuh Eun Hyo membuat mereka geram. Untuk beberapa alasan, Seong Joon malah tertawa melihatnya. Namun dia tahu, sekuat apa pun Eun Hyo menutupi, pasti ada sudut tempatnya menyembunyikan segala emosi dan kesedihan yang didapatnya hari ini.

Karena saat sudah sampai di rumahnya, suara gadis itu berubah lemah ketika bertanya pada Seong Joon tanpa berbalik. "Kenapa kau terus-menerus mengikutiku? Bahkan setelah adanya berita hari ini?"

"Karena aku mengkhawatirkanmu."

Seong Joon pikir, dia akan butuh waktu cukup lama lagi untuk bisa mengucapkan kata-kata barusan, untuk mengumpulkan keberaniannya. Namun, ucapan itu mengalir begitu saja ketika Eun Hyo bertanya. Yang dia inginkan hanya mengutarakan apa yang sebenarnya dirasakan, tanpa harus memikirkan reaksi Eun Hyo atas pernyataannya.

"Geokjeonghaedo dwaeyo*?" tanya Seong Joon pelan, kali ini lebih hati-hati dari sebelumnya.

"Bukankah kau sudah punya banyak hal untuk dikhawatirkan?" Suara Eun Hyo masih tidak terdengar lantang dan dingin seperti biasa, membuat Seong Joon meringis dalam hati.

"Ya, tapi kalau tidak kau izinkan dan harus kusembunyikan terus, kekhawatiran itu hanya akan semakin membesar." Seong Joon bisa merasakan detak jantungnya sendiri yang melompat tanpa aturan. Tidak pernah terpikir olehnya kalau mengkhawatirkan seseorang dan meminta izin darinya bisa sebegini menegangkan.

"Terserah saja."

Lalu Eun Hyo membuka pagar dan menuntun langkahnya menuju dalam rumah, meninggalkan Seong Joon yang tersenyum lega. Setidaknya tidak ada penolakan malam ini.

* Bolehkah aku mengkhawatirkanmu?

****

Udah lama banget nggak update jadi bingung mau ngomong apa 😅 minta maaf juga kalau terus2an yang ada bikin kesel ya 😂
Intinya, semoga dimaafin ya bolos2annya hehehe semoga juga masih pada baca dan makasih yang nagihin updatean cerita ini, kayaknya kalau nggak ada tagihan itu, moodnya susah banget dicari 😅

Addicted Series:

Comedor by YouRa_muriz

Sexy Secret by IndahHanaco

Let Us Be Happy by junabei

Kosa kata Korea:

걱정하다: geok-jeong-ha-da artinya khawatir
도 돼요? : do dwae-yo? Sebagai partikel artinya bolehkah

Ditunggu komen dan votenya ya 🙏

junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro