Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

~Lima Belas~





=Selamat Membaca=
________________________

||


-Maaf kan aku yang terlalu mencintaimu,
Terlalu ingin kamu menjadi milikku,
Padahal aku tau, bahwa kamu milik dia,
Tapi aku tak akan menyerah begitu saja-

||

Si gadis sempurna bernama Shani Indira kini sedang sibuk merapikan diri, sejak tadi ia anteng menatap pantulan nya di cermin. Tersenyum tipis bukan karena melihat wajah nya yang manis, namun karena ia sedang bahagia karena akan pergi bersama Gracia.

Merasa penampilan nya sudah cukup sempurna, Shani segera meraih tas selempang nya, melangkah keluar lalu berjalan menuju kamar Veranda.

Mengetuk pintu dua kali, lalu meraih handle pintu, memutar nya lalu masuk.

"Kakak.." Panggil Shani membuat Veranda menoleh lalu tersenyum. Mengalihkan pandangan dari cermin, lalu berjalan mendekat ke arah Shani.

"Tumben udah siap? semangat banget. padahal berangkat nya satu jam lagi loh"

Shani mengangguk sambil mengulum senyum nya. Rasanya tak ada yang bisa ia ungkapkan saat ini. Rasa bahagia nya hanya bisa ia ungkapkan lewat senyuman, lalu pelukan yang sekarang ia lakukan pada Veranda.

"Kaya nya ada yang lagi seneng banget?" Veranda dengan lembut mengelus puncak kepala Shani, sesekali mengelus punggung adik bungsu nya ini "Apa ada sesuatu yang kakak belum tau?"

Lagi, Shani mengangguk dalam pelukan.

"Gak tau rasanya lagi seneng banget"

Hanya satu kalimat itu yang bisa Shani ucapkan.

"Karena Gracia?" Veranda masih terus bertanya, menggoda adik bungsu nya yang semakin tenggelam dalam dekapan.

Hati Veranda ikut bahagia, seperti ikut merasakan apa yang Shani rasakan. Selama hidup nya, Veranda baru melihat Shani sebahagia ini, sesenang ini.

Bahkan semenjak mengenal Gracia, Shani terlihat lebih ekspresif. Bisa menunjukkan banyak tingkah aneh, menunjukkan rasa kesal, cemburu, tak suka, atau banyak hal lain nya.

"Kamu gak mau kasih tau nih kenapa?"

Shani menarik diri, beralih fokus menatap Veranda. Mengulum senyum malu-malu, sesekali menggigit bibir karena tak kuat menahan hasrat untuk tersenyum lebih lebar lagi.

"Aku sama Gracia udah...."

Ekspresi Veranda tiba-tiba berubah drastis. Tatapan mata yang tadi lembut kini berubah kalut. Cemas tiba-tiba akibat kalimat menggantung yang Shani ucapkan barusan.

Apa yang gadis itu lakukan pada Shani?

Demi Tuhan jika gadis itu berani berbuat lebih jauh, sudah Veranda pastikan bahwa ia akan menggantung Gracia di tiang bendera.

"Kamu dan Gracia udah...?"

Veranda bertanya penuh tuntutan, gemas karena Shani masih tetap diam sambil mengulum senyum bahagia nya.

Veranda menutup mata sejenak, mencoba membuang fikiran aneh yang kini muncul di benak nya, namun tak bisa.

Veranda Kembali membuka mata lalu mengalihkan pandangan, sedikit memicing saat melihat sebuah tanda di leher Shani, sebuah tanda dengan warna yang kontras dengan kulit putih milik adiknya ini.

Veranda semakin kalut, takut ketika membayangkan sudah sejauh apa hal yang di lakukan Shani dan Gracia.

"Sejak kapan adek gue punya kissmark?" Ucap Veranda dalam hati "Awas aja Gracia!!" Lanjut nya mengumpat.

Ini tidak boleh di biarkan. Shani dan Gracia harus nya tidak melakukan hal lebih jauh dulu. Mereka belum punya status apapun, belum ada ikatan apapun.

Dan sekalipun mereka sudah punya ikatan, mereka tidak boleh sejauh itu.

Yaa walaupun Naomi dan Veranda juga sudah melakukan nya, tapi kan--

Ah sudah lah ini tak bisa di biarkan.

Veranda menarik tangan Shani, membawa nya utnuk duduk di sisi ranjang. Berhadapan dengan Veranda, yang kini kembali menatap penuh tanya.

"Jangan bilang kalo kamu sama Gracia udah...

Shani mengangguk cepat, memotong kalimat Veranda dan sukses membuat hati Veranda mencelos seketika.

Rasanya Veranda menyesal karena lengah dalam menjaga Shani, gagal menjadi kakak yang baik. Gagal karena tidak bisa melindungi adik bungsu nya ini.

Veranda menunduk sejenak membuat Shani menatap heran.

"Kakak kenapa? Kok kaya gak seneng kalo aku sama Gracia udah....

Rahang Veranda mengeras, tatapan nya tak lagi lembut membuat Shani heran sekaligus kalut.

"Kakak iihh.. kakak kenapa kok serem?"

"Itu di leher kamu?"

Veranda masih berusaha menahan diri untuk tidak terlihat emosi, berusaha meredam semua hal yang bisa saja meledak saat ini.

Shani kembali mengangguk semangat, seolah lupa jika ekspresi sang kakak kini sudah semakin murka.

"Ini Gracia yang ngasih"

Ya Tuhan..

Veranda bingung harus berkata apalagi. Veranda menggeleng beberapa kali. Tak menyangka jika hal ini akan terjadi.

Jika memang mereka sudah melakukan nya, kemungkinan tidak hanya satu kissmark yang di buat Gracia, bisa dua, tiga atau mungkin lebih banyak dari perkiraan Veranda.

Veranda menekan pelipis nya cukup kuat, tiba-tiba saja kepalanya berdenyut hebat.

"Kapan kalian ngelakuin nya?" Tanya Veranda tanpa intonasi.

Rasanya setelah mendengar semua ini, semua hal yang tadi Veranda katakan sebagai ungkapan kebanggaan untuk Gracia hancur seketika.

Veranda fikir Gracia bisa menjaga Shani dengan baik. Bisa menjaga Shani sampai nanti mereka memiliki ikatan resmi.

Nyatanya tidak!!

Semua harapan Veranda pada Gracia, hancur dalam sekejap.

"Semalam kak, abis aku makan malam sama Gracia"

Astagaaaa!!!

Harus nya Veranda ikut mengawasi Shani dan Gracia semalam, harus nya Veranda tidak terbuai dengan godaan Naomi. Harus nya Veranda tetap berada di sekitar Shani, bukan malah baku hantam di atas kasur bersama Naomi.

Bodoh kamu Veranda.

"Kakak kenapa sih, kok kaya gak seneng gitu?"

"Gimana kakak mau seneng kalo kalian udah ngelakuin hal sejauh itu Shani!"

Kalimat dengan nada cukup tinggi sukses membuat Shani menarik diri, tubuh nya mundur mengikis jarak lebih jauh lagi.

Apa yang membuat kakak nya semarah ini? Bukan kah dari awal kakak nya sudah menyetujui kedekatan Shani dengan Gracia?

Lalu sekarang kenapa kakak nya bersikap seolah tak suka ?

"Apa yang salah dengan Shani dan Gracia kak? Apa yang salah dengan cinta kami?" Shani bertanya penuh tuntutan.
Ekspresi nya menunjukan rasa kecewa akibat nada tinggi dari sang kakak.

"Cinta kalian gak salah Shani, tapi yang kalian lakuin itu yang salah!"

"Jelasin sama Shani salah nya dimana?"

Veranda membuang pandangan nya lalu menghembuskan nafas kasar. Lagi, ia harus meredam emosi. Karena yang lebih pantas menerima amukan Veranda adalah Shania Gracia, bukan adik bungsunya.

"Jelasin apa yang salah dengan hubungan Shani dan Gracia kak!"

Veranda kembali menatap Shani, kedua tangan nya terulur memegang bahu Shani.

"Kakak gak pernah mempermasalahkan hubungan kalian, bahkan dari awal Gracia meminta izin untuk mendekati kamu, kakak tidak menolak nya"

Veranda menarik nafas dalam lalu menghembuskan nya.

"Tapi bukan berarti kalian bisa melakukan hal sejauh itu Shani"

Shani menaikkan sebelah alis nya, heran dengan apa yang di katakan Veranda.

"Gak seharus nya kalian melakukan Itu sebelum kalian benar-benar terikat. Masalah dengan Vino aja belum selesai, jangan menambah masalah lagi dengan kalian yang seenak nya melakukan hal di luar batas yang hanya akan memperkeruh keadaan"

Shani mengerjap.

"Tunggu kak!" Sela Shani. Shani menurunkan tangan Veranda, lalu menggenggam nya.

"Maksud kakak dengan melakukan itu?. Melakukan apa kak?"

Veranda diam, bingung dengan apa yang di tanyakan Shani barusan.

"Loh, bukan nya kalian sudah melakukan mm.. yaa gitu, hubungan lebih jauh. Tadi di awal kamu bilang kalo kamu sama Gracia udah.....gitu kan?? "

Mata Shani membulat, paham dengan apa yang di katakan kakak nya barusan. Pantas saja ia murka, jika apa yang ada di fikiran nya tidak sejalan dengan apa yang ada di fikiran Shani.

"Astaga Jessica Veranda Tanumihardja!!!!" Kesal Shani lalu memukul bahu Veranda pelan "Bukaan gituuu.."  Kesal Shani.

"Aku gak ngelakuin hal yang ada di otak kakak ya. Enak aja!!"

"Jadi kamu sama Gracia...?"

"Enggak lah! Gila aja. Bisa di gantung aku sama papa kalo udah berani kaya gitu sebelum nikah"

Veranda kesulitan menelan saliva nya. Kalimat Shani betul juga. Jika papa nya tau bahwa Naomi dan Veranda sudah pernah melakukan itu, bisa-bisa Veranda di lempar dari lantai 2 rumah nya.

"Lagian yaa kakak, kok bisa sih mikir nya kesana?" gemas Shani.

"Lah kamu cerita nya ngegantung, mana  sambil senyam senyum mulu kaya orang kesambet. Belom lagi itu di leher, jelas banget keliatan nya"

"Ya pasti keliatan lah kak, gede gini kok!"

"Ya makanya itu!" Kesal Veranda "itu tuh yang bikin kakak yakin kalo kamu sama dia udah ngelakuin itu gara-gara Kissmark kamu yang merah nya mencolok mata banget"

"Ihh kakak! Kissmark apaan sih! Dari tadi ngelantur mulu ngomongnya"

"Itu di leher kamu, pas kakak tadi tanya kamu bilang iya"

"Leher?" Ulang Shani "Astaga kakak itu bukan Kissmark!! Itu di gigit serangga. Aku juga gak tau kenapa jadi merah banget pas aku kasih obat"

Veranda menatap tak percaya, bagaimana bisa ia berfikir aneh-aneh tentang adik nya.

"Jadi kamu sama Gracia...."

"Aku sama dia gak aneh-aneh! Emang nya kakak sama kak Nomnom!"

"Heh!!! Terus jadinya kalian udah apa?" Kesal Veranda.

Shani terkekeh..

"Dengerin aku mau cerita....."

Flashback on.

Ditatap nya Gracia penuh cinta, sebelum menenggelamkan wajah malu-malu di ceruk leher gadis bergigi gingsul yang kini menarik Shani ke dalam pelukan.

Cukup lama terlena dalam pelukan, akhirnya Shani menarik diri lalu menatap Gracia.

"Jadi makan malam gak?" Goda nya membuat Gracia gemas.

"Jadi dong sayang, aku udah siapin sesuatu untuk kamu" ucap Gracia.

"Apa?"

"Ra-ha-sia-...."

"Aaahh rese kamu tuh"

Gracia terkekeh, mengecup kening Shani singkat "Liat aja nanti"

Shani membenarkan posisi duduk nya, meraih sabuk pengaman lalu memasang nya, sementara Gracia mulai memacu kendaraan membelah jalan raya.

Perjalanan terasa sangat singkat. Entah karena jarak yang cukup dekat, atau karena Gracia dan Shani terlalu menikmati suasana.

Gracia mematikan mesin mobil di parkiran yang tersedia, segera membuka pintu, berjalan memutar ke depan lalu membuka pintu untuk Shani.

"Silahkan Tuan putri"

Shani terkekeh pelan lalu meraih tangan Gracia yang terulur. "Makasih"

Kedua nya kini berjalan menuju tempat yang sudah Gracia siapkan.

"Kok naik Lift?" Tanya Shani heran "Katanya mau makan?"

"Iyaa tempat nya dilantai 7 soalnya"

Gracia terkekeh melihat ekspresi terkejut dari Shani.

Semakin terkejut saat mereka sudah tiba di tempat yang sudah Gracia susun sedemikian rupa. Sebuah tempat untuk makan malam yang sengaja di siapkan, lengkap dengan pemandangan langsung ke langit luas.

Shani menatap tak percaya pada apa yang dilihat nya. Mata nya tak berkedip saat melihat pemandangan indah yang tersaji. Hamparan langit luas dengan taburan ribuan bintang yang seolah sengaja di sediakan untuk memanja mata Shani yang kini dipaksa mengerjap karena sebuah sentuhan.

"Kok ngelamun?" Tanya Gracia yang baru saja mengusap bahu Shani.

"Enggak papa kok, langit nya cantik banget"

"iya...Kasian tapi" ucap Gracia membuat Shani menatap heran lalu bertanya

"Kasian kenapa?"

"Kasian karena harus kalah sama kamu, karena kamu seribu kali lipat lebih cantik"

Shani memukul pelan bahu Gracia. Tak bisa ia pungkiri bahwa kalimat Gracia barusan sukses membuat Shani tersipu lagi.

Gracia menarik kursi lalu mempersilahkan Shani duduk.

"Makasih Gee" ucap Shani sambil tersenyum "Kamu sengaja nyiapin ini semua?"

Gracia mengangguk "Dibantu Ara" jawab Gracia jujur.

Gracia harus berterimakasih pada Ara yang sudah susah payah membujuk pemilik restoran ini agar mau menyewakan dan mengkhususkan lantai tujuh hanya untuk makan malam Gracia dan Shani.

Alasan nya sederhana. Gracia hanya ingin malam ini menjadi malam untuk Shani dan Gracia. Sengaja memilih tempat yang terbuka agar semesta bisa menjadi saksi Cinta Gracia untuk Shani.

Beruntunglah hujan tidak menunjukkan eksistensi malam ini.

Makan malam romantis dimulai dengan cukup manis. Bagaimana tidak, Gracia sering kali membuat Shani malu, tersipu bahkan merona karena kalimat atau perlakuan nya.

Shani jadi bertanya apakah Gracia di ciptakan dari sejenis gula atau madu, bukan dari tanah seperti Shani dan yang lain nya??

Gadis ini amat sangat terlalu manis.

"Shani Indira"

Shani yang sejak tadi menatap langit luas menoleh "Kenapa Gee?"

Gracia tersenyum sambil menyimpan sendok garpu nya, tanda ia sudah selesai makan.

"Gak papa. Cuma pengen mastiin kalo masa depan aku masih bisa aku raih"

Shani tertawa pelan mendengar kalimat Gracia barusan.

"Kamu udah makan nya?" Tanya Gracia memastikan. Shani mengangguk sebagai jawaban.

"Mau lihat bintang?" Tawar Gracia "Aku mau pamer soal nya"

"Pamer apa?"

"Pamer sama bintang disana, kalo ada yang lebih bercahaya dari mereka, yaitu Kamu"

Jangan tanya bagaimana wajah Shani saat ini, merona tanpa di minta. Lagi-lagi ulah Gracia. Beruntung tempat ini sengaja dibuat minim cahaya.

Shani berdiri dari kursi, berjalan menuju pembatas besi. Kepala nya mendongak menyapa semesta, tersenyum tipis saat angin malam menyapa tubuhnya.

"Shani..."

Panggil Gracia yang kini sudah berdiri di samping Shani, menarik kedua tangan Shani untuk di genggam, membuat Shani merubah posisi.

Kedua nya berhadapan, saling menatap hangat dengan lekat. Saling memandang penuh cinta, hingga entah siapa duluan yang kini mulai mengikis jarak lebih dekat.

Sedikit berjinjit, gadis bergigi gingsul semakin mengikis jarak lalu menjatuhkan kecupan di bibir Shani. Hanya kecupan singkat namun sukses membuat jantung Shani berdegup hebat.

"Shani Indira"

Shani kembali menatap dalam mata Gracia setelah sebelum nya terpejam.

"Sekali lagi, Maaf karena aku telah lancang mencintai kamu sekuat ini. Maaf karena menarik kamu ke dalam hidupku. Hingga akhirnya kamu dilema harus mengambil langkah mana"

Gracia menarik nafas sejenak, entah mengapa tiba-tiba saja rasanya sesak.
Takut akan kehilangan Shani, disaat ia sudah sejatuh ini.

"Aku tau aku begitu kurang ajar karena dengan sadar aku ingin merebut kamu dari dia, aku tau aku salah karena aku memaksamu bersama aku. Tapi sungguh Shani, Aku sangat mencintai kamu"

Shani diam mencerna semua kalimat Gracia.

"Aku tau kedepan nya tidak akan mudah, tapi ku mohon tetap bersama ku ya"

Shani menarik Gracia dalam pelukan. Shani tau jika Gracia sedang ketakutan. Karena Shani pun sama. Terlalu takut untuk kehilangan Gracia.

Saling mendekap erat, menyalurkan hangat. Shani dan Gracia sama-sama tenggelam dalam suasana.

"Gee..." bisik Shani

"Hmm?"

"Aku mencintai kamu dengan sangat. Jika awal nya aku meminta kamu memperjuangkan aku, sekarang aku sudah berani berkata mari berjuang bersama. Apapun nanti masalah yang ada, mari hadapi berdua"

Gracia mengangguk dalam pelukan, semakin menarik Shani dalam dekap hangat, seolah takut jika Shani akan hilang jika pelukan nya terlepas sedetik saja.

"Aku tau aku belum bisa memberi status untuk hubungan kita. Tapi jika kamu takut aku akan meninggalkan mu, mari saling mengikat dalam sebuah komitmen untuk tetap bersama. Kamu milikku dan Aku milikmu"

Gracia menarik diri, menatap Shani penuh tuntutan.

"Kamu yakin Shani?" Tanya Gracia memastikan.

"Aku sangat yakin Gee.. tak apa aku mendapat predikat tak setia jika menyangkut kamu. Karena hati aku sepenuh nya sudah menjadi milik kamu"

Gracia mengangguk, tersenyum bahagia yang kini menular pada Shani.

"Makasih sayang, makasih" Ucap Gracia tulus lalu merogoh saku nya dan mengambil sebuah benda.

"Aku tak mungkin memberi kamu cincin sebagai tanda ikatan, karena di jari kamu masih ada cincin tanda ikatan kamu dengan orang lain"

Shani tersenyum miris menanggapi. Gracia sepenuhnya benar, dijari Shani masih ada Cincin tanda ikatan Shani dengan VIno. yang tentunya tak bisa di lepas sebelum Shani dan Vino benar-benar berpisah.

"Maka dari itu aku mau kamu memakai ini" Ucap Gracia sambil menunjukan sebuah kalung dengan bandul huruf S "sebagai tanda ikatan kita, yang sudah berjanji akan selalu bersama. menerjang badai berdua, melewati masalah yang ada. Tetap saling bergandengan tangan sekencang apapun badai masalah itu menghadang nantinya"

Shani mengangguk yakin, membuat Gracia kembali melempar senyuman bahagia.

"Kalung yang sama, seperti yang aku kenakan" lanjut Gracia sambil menunjukkan kalung dengan model sama, yang sudah ia pakai sebelumnya "Bersedia aku pasangin?"

Shani kembali mengangguk "tentu saja sayang"

Demi semesta beserta isinya, panggilan sayang dari Shani barusan membuat Jantung Gracia hampir melompat dari tempat nya. Hati nya menghangat, senyum nya mengembang sempurna, hingga rasanya waktu berhenti sejenak untuk memberi jeda bagi Gracia menikmati panggilan sayang dari Shani barusan.

"Gee...

"Ah i-iyaa Shani" ucap Gracia tiba-tiba gugup.

"katanya mau pasangin, kok malah bengong?"

Gracia mengangguk lalu mengikis jarak, memasangkan kalung di leher Shani, tersenyum kembali saat melihat betapa cantik nya kalung tersebut setelah di pakai oleh sang kekasih hati.

"cantik" puji Gracia "Makin cantik kalo yang pake nya kamu"

"gombal terus"cibir Shani.

Tangan kanan Shani terangkat lalu menangkup sebelah pipi Gracia, mengusap pipi Gracia dengan ibu jari "Makasih karena kamu sudah datang ke hidup aku Gee. Makasih karena sudah berani menarik aku ke dalam hidup kamu, memberi aku warna baru, memberi aku semua cinta yang kamu punya dan terimakasih karena sudah memperjuangkan aku sejauh ini. Aku gak tau apa aku akan mengenal kata bahagia atau tidak jika saja kamu tak datang ke kehidupan aku"

Gracia menarik Shani ke dalam pelukan, tak ingin menjawab ucapan Shani dengan kalimat. Keduanya hanya saling memeluk erat, menyalurkan semua rasa lewat dekap hangat.

Dibawah langit malam yang temaram, disaksikan ribuan bintang yang menghias malam, mereka berjanji, bahwa mereka akan memperjuangkan kisah ini. Sepahit apapun rasanya, sesulit apapun jalan nya dan sekejam apapun masalah yang akan menghadang mereka nantinya.

Cukup yakin bahwa Shani Indira hanya milik Shania Gracia dan Shania Gracia hanya milik Shani Indira. Maka semua akan baik-baik saja.

Semoga.

Flashback Off.

"jadi aku sama Gracia sudah saling komitmen kalo kita sudah terikat dalam suatu hubungan, bukan kaya yang tadi kakak fikirin" ucap Shani "Terus pas kakak nunjuk di leher aku ya aku kira kalung aku, bukan kissmark yang tadi kakak permasalahkan"

Veranda diam, tidak tau hendak menjawab apa. Disatu sisi ia lega karena Shani dan Gracia tidak seperti yang Veranda fikirkan. Tapi di sisi lain Veranda juga ragu dengan masa depan nanti nya. Takut jika Veranda tidak bisa membantu Shani dalam memperjuangkan cintannya. Namun seberat apapun rintangan nya nanti, Veranda akan selalu berada di barisan pertama dalam melindungi Shani.

"Jadi itu yang bikin kamu bahagia?"

Shani mengangguk semangat, semakin semangat saat melihat Veranda merentangkan kedua tangan nya, membuat Shani segera menghambur ke pelukan sang kakak.

Shani terpejam menikmati usapan di kepala nya, indra pendengaran nya fokus mendengar kalimat Veranda yang kini di cerna oleh otak cerdas nya.

"Kita sama-sama tau jika jalan nya tak akan mudah, tapi percayalah jika Tuhan pasti punya rencana terbaik untuk kita. Kakak akan selalu menjadi orang yang pertama peluk Shani kalo Shani jatuh nantinya, Kakak akan jadi orang pertama yang menguatkan, dan kakak akan jadi orang pertama yang merangkul Shani untuk bangkit lagi nanti nya"

Semoga saja jalan nya tidak terlalu sulit, karena Shani berharap kisah ini akan berakhir bahagia, seperti harapan Shani dan Gracia.

Satu hal yang harus Shani ingat, bahwa kini Shani sedang menjalani hubungan dengan dua ikatan. Apakah Shani akan berakhir dengan cinta yang di pilih nya? Atau dengan pilihan orang tuanya?







Entahlah.



= Tbc =

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro