~Enam Belas~
-Hollaa !!!-
-Masih ada penghuni nya tidak??-
||
=Selamat Membaca=
___________________________
-Akan ada hari dimana perasaan mu, terombang ambing tak tentu arah,
Namun jangan pernah meragu,
Karena hati mu tak pernah salah-
||
Untuk pertama kali selama mengenal Shani. Shania Gracia menginjakan kaki di tempat ini. Di kediaman keluarga Tanumihardja, yang kebetulan sedang di tinggal ke luar Negeri oleh pemilik nya.
Hal itu membuat Shani sengaja meminta Gracia untuk menjemput nya ke rumah. Dan tentu saja si gadis bergigi gingsul menyanggupi dengan senang hati.
Shani Indira turun melewati tangga dengan tergesa, senyum di bibir nya sejak tadi tercipta. Alasannya sederhana, apa lagi kalau bukan karena Shania Gracia.
Gadis itu sudah mengirim pesan pada Shani, bahwa ia sudah tiba dan menunggu di ruang tamu.
"Pagi sayang" sapa Gracia dengan senyum khas nya, menatap memuja pada Shani yang kini berjalan ke arah nya.
"Cantik banget bidadari aing" gumam Gracia.
"Pagi juga sayang" jawab Shani yang di hadiahi kecupan singkat di kening nya oleh Gracia.
"Main nyosor aja mentang-mentang Tuan rumah kagak ada" sela Veranda yang kini sudah berada di belakang Shani. Entah kapan bidadari senior itu turun dari kamar nya. Padahal seingat Shani, kakak nya itu tidak terlihat mengikuti Shani.
Jangan-jangan dia memiliki ilmu menghilang. Ngeri juga.
Gracia terkekeh karena kalimat Veranda barusan. "Sirik aja kakak ipar. Masih mending loh gue nyosor nya kening, emang kakak nyosor yang lain"
"Heh! ngadi-ngadi aja" kesal Veranda "ngelunjak ya loe sekarang"
"Ih emang bener kok" jawab Gracia "mau gue spil gak apa aja yang di sosor?" Goda Gracia membuat Veranda mendengus.
"Gak usah macem-macem loe. Mau gue cabut restu nya hah!!"
"Ihh nganceman. Gak asik ah!"
"Udah ah, ayo berangkat" lerai Shani. Tak ingin lebih lama mendengar perdebatan tak berguna dari kakak dan gadis yang sudah resmi menjadi mm kekasihnya ini.
Gracia menggenggam tangan Shani lalu mengangguk "Iya sayang. Ayo!"
"Yaudah, ayo kak" ajak Shani pada Veranda juga.
Ketiga nya hendak berjalan menuju pintu keluar, namun baru saja kaki mereka melangkah tiga kali, suara yang tidak diharapkan kini menerpa indra pendengaran Shani, Gracia juga Veranda.
"Sayang..."
Tubuh Shani sedikit tersentak, untuk beberapa saat menegang sebelum kembali berusaha untuk tenang. Kedua mata nya tak siap menatap sosok yang kini berdiri tak jauh dari tempat nya berpijak, menenteng lima buah paperbag di tangan kiri nya.
Bagaimana Shani bisa lupa jika hari ini Vino pulang?
Tak jauh berbeda dengan Shani, Veranda juga sempat menegang di tempat nya. Tak lama sebelum kembali waspada. Berusaha untuk siap siaga melindungi adik kandung nya.
Berbeda dengan Shani dan Veranda, Gracia justru biasa saja. Malah tersenyum dalam hati sambil mengeratkan genggaman tangan nya pada tangan Shani.
"Kak Vino" Ucap Shani pelan sambil menatap risau. Takut jika Vino akan marah dan tidak memperbolehkan Shani berangkat bersama Gracia.
Vino menatap lekat ke arah Shani lalu Gracia. Menggeram dalam hati, berusaha untuk meredam emosi saat melihat tangan Shani di genggam oleh orang lain selain diri nya. Apalagi seseorang itu sudah Vino catat sebagai salah satu mahluk yang wajib di waspadai dan dijauhkan dari Shani.
Namun Vino ingat kalimat sang mama, sebisa mungkin ia harus tetap tenang menghadapi Shani. Vino sadar bahwa pertarungan yang sesungguhnya baru saja di mulai, karena ia yakin bahwa Shani dan Gracia kini tak hanya sekedar teman biasa.
Keyakinan Vino semakin kuat saat melihat Gracia berada di hadapannya kini. Vino tau dengan pasti bahwa Shani tidak pernah membawa teman nya ke rumah. Apalagi tanpa seizin Vino dan papa nya.
Lalu kemana sang papa hingga Shani bisa membawa Gracia kerumahnya ?
Tak ingin terlalu menghiraukan sesuatu yang tidak terlalu penting, Vino memilih mengikis jarak, berdiri tepat di hadapan Shani. Sekilas melirik pada genggaman tangan Shani dengan Gracia yang sedetik pun tak mereka lepaskan.
Tangan kanan Vino bergerak menarik Shani ke dalam pelukan, seiring genggaman tangan Shani yang di lepas oleh Gracia. Kemudian membuang pandangan kemana saja asal tidak melihat kekasihnya yang kini di peluk oleh orang lain, yang juga memiliki hak atas diri Shani Indira.
Menyakitkan sekali rasanya ketika Gracia menyaksikan kekasih nya di peluk oleh kekasih kekasih nya.
Drama macam apa ini? Membingungkan sekali.
Tapi Gracia bisa apa? Dirinya masih harus sabar dan tak boleh gegabah. Walaupun dalam hati nya ingin sekali menarik Shani dari pelukan Vino.
"Aku kangen sama kamu" bisik Vino "kamu baik-baik aja kan? Akhir-akhir ini kamu sulit di hubungi" lanjut Vino.
"Aku baik kak. Lagi banyak tugas aja, makanya jarang fokus ke Hp" jawab Shani sekena nya.
Vino mengangguk lemah, tersenyum miris saat menyadari bahwa pelukan nya tak mendapat balasan. Segera ia melepas pelukannya lalu menatap Shani.
"Kamu mau ke kampus?" Tanya Vino "Aku antar ya" lanjut nya membuat Shani dilema.
Di satu sisi ia tak enak menolak ajakan Vino, karena itu sama saja mencari masalah. Tapi di sisi lain ia juga tak rela jika rencana nya berangkat bersama Gracia harus batal begitu saja.
"Atau kamu mau berangkat sama te-man kamu itu?" Tanya Vino dengan sedikit penekanan pada kata teman yang ia ucapkan.
Shani menatap tak percaya pada apa yang Vino katakan barusan, mata nya mengerjap beberapa kali. Meyakinkan diri bahwa apa yang ia dengar barusan tidak salah.
Shani bertanya dalam hati, apa yang terjadi dengan Vino?. Sikap Vino kali ini cukup aneh bagi dirinya.
Namun bagus bukan jika Vino mengizinkan? Shani tak perlu repot-repot mengeluarkan banyak alasan atau kalimat penolakan.
Shani mengangguk sambil menatap Gracia yang sejak tadi tak menatap nya sama sekali.
"Iya kak, aku pergi sama Gracia" jawab Shani.
"Yasudah. Ini titipan dari mama" ucap Vino sambil menyodorkan paperbag yang ia bawa "aku gak ke kampus hari ini karena masih ada urusan. Kamu hati-hati ya, kabarin aku kalo ada apa-apa" lanjut Vino.
Shani kembali mengangguk sambil meraih paperbag yang Vino sodorkan.
"Makasih kak" ucap Shani membuat Vino mengangguk.
"Aku pergi dulu ya" pamit Vino lalu menjatuhkan kecupan di kening Shani cukup lama. Cukup membuat hati Gracia semakin terbakar api cemburu yang sudah menyala sejak tadi.
"Ve. Titip Shani ya" ucap Vino sambil menatap ke arah Veranda sebelum ia berbalik lalu berjalan menuju pintu dan menutup nya dari luar.
Vino diam sejenak, tangan kanan nya terangkat menekan dada sebelah kiri.
"Kenapa Sulit sekali meraih hati kamu Shan?" Lirih Vino sambil menunduk sejenak, merasakan hati nya yang tiba-tiba sesak. Kaki nya ia paksa melangkah menuju mobilnya, berusaha ikhlas membiarkan Shani pergi bersama orang lain.
Sementara itu Shani berjalan ke arah sofa, menyimpan semua paperbag yang Vino beri tadi. Dengan cepat Shani berjalan ke arah Gracia dan memeluk gadis bergigi gingsul itu dari belakang.
"Aku tau kamu gak suka, maaf kan aku"
Gracia hanya diam saat Shani berbisik sambil mengeratkan pelukannya, tangan Gracia terulur menarik tangan Shani, berusaha melonggarkan pelukan nya lalu membalik tubuh nya dan memeluk Shani tak kalah erat.
"Gapapa sayang aku ngerti" ucap Gracia "kamu gak perlu minta maaf, karena aku yang harus terbiasa melihat hal-hal seperti tadi, selama kamu masih terikat hubungan dengan dia"
Sementara Veranda tak berniat merespon apa-apa, ia sama bingung nya dengan Shani, sama bingung nya dengan Gracia, dan mungkin lebih bingung karena ia harus terus memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah adik nya ini.
"Kita berangkat sekarang, keburu macet" ucap Veranda yang segera berjalan lebih dulu.
Gracia melonggarkan pelukannya, menjatuhkan ciuman di kening Shani, berusaha menghapus bekas orang lain di kening kekasih nya ini.
"Ayo sayang" ajak Gracia sambil menggenggam tangan Shani lebih erat lagi.
__
Seorang gadis cantik sedang berdiri dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangan nya mengepal erat, di susul dengusan kasar yang terdengar sangat kesal.
"Ngapain sih Ara deket-deket sama dia?" Gumam nya sambil menghentakkan kaki nya.
Rasanya sungguh menyesal ia datang ke kelas Ara hanya untuk meminjam ponsel milik Ara karena ponsel milik nya kehabisan daya.
Sementara yang di tatap sejak tadi asik berbincang dengan teman sekelas nya.
"Beneran Ra, ntar malam jemput gue ya" ucap gadis tersebut sambil menunjuk Ara dengan jari telunjuknya "awas aja loe bohong"
Ara tersenyum sambil mengangguk "gue gak suka bohong, ntar malem gue udah ada di depan rumah loe sebelum jam 7"
Gadis itu mengangguk "Gue tunggu ya Ra"
Sementara gadis yang sejak tadi memperhatikan kini semakin di buat kesal karena melihat Ara yang malah tertawa lepas dengan gadis tersebut.
Tak kuat lagi melihat pemandangan menyebalkan itu, gadis cantik bernama Chika itu bergegas meninggalkan kelas Ara, lalu kembali ke kelas nya membawa sejuta tanya tentang siapa gadis yang seperti nya akrab sekali dengan Ara.
"Ara sama siapa sih tadi? Kok deket banget"
__
"Ajigilee!" Seru Gracia "cakep amat tumben. Mau kemana loe?" Lanjut Gracia bertanya sementara yang di tanya masih sibuk merapikan pakaiannya.
"Mau jalan dong. Emang maneh aja yang bisa jalan tiap malem" jawab Ara membuat Gracia terkekeh.
"Mau kemana loe? Awas aja ngotel" Goda Gracia membuat Ara memukul pelan belakang kepala Gracia.
"Haish malah di keplak pala aing" protes Gracia sambil mengusap kepala nya.
"Begini nih bentukan mahluk yang pas lahir gak di do'a-in mulutnya. Asal ceplos aja"
"Hih sensi! Loe mau kemana sih? Kepo aing"
"Mau jalan pokoknya, loe gak perlu tau. Mending loe masuk kamar, cuci muka, cuci kaki sama tangan, masuk selimut terus mati"
"HEH!!! Gue mati beneran ntar loe nangis tiga taon"
Ara terkekeh lalu mengulurkan tangan nya "Mana kunci mobil, gue lagi males masuk angin"
"Dikamar gue lah, sekalian kunci motor gue bawa. Gue mau jalan sama Shani"
"Loe gak ada niatan beli mobil Gre?"
"Buat apa?" Tanya Gracia heran "motor gue sudah lebih dari cakep eh cukup!!"
"Iyaa tapi kan kasian Shani, masa loe bawa angin-anginan mulu. Lama-lama kerokan dia gegara masuk angin"
Gracia diam sejenak mencerna kalimat Ara.
"Iye juga yaa. Besok deh gue beli mobil"
"Gitu dong. Dah buru keluar dari kamar gue, gue mau pergi. Loe gak tau diri soalnya suka ngacak-ngacak kamar gue" usir Ara sambil mendorong bahu Gracia.
"Sabar elah ini juga mau keluar"
Gracia berjalan menuju kamar nya, mengambil kunci mobil lalu menukar nya dengan kunci motor milik nya.
"Gue duluan ya Gre. Bye" pamit Ara membuat Gracia mengangguk.
"Oke Ra. Tiati loe"
Sepergi nya Ara, Gracia bergegas mengganti pakaian nya. Tidak perlu mandi karna tadi sore ia sudah melakukan kegiatan monoton tersebut.
Malam ini ia akan pergi makan malam bersama Shani. Tentunya bersama Veranda dan Naomi juga.
Entah kenapa semenjak kemarin Veranda menjadi lebih posesif pada Shani. Bahkan Gracia dan Shani tidak diberi kesempatan untuk berduaan sama sekali.
Katanya takut khilaf dan terjadi hal-hal yang di inginkan.
Aneh emang bidadari satu itu.
Tak ingin membuat kekasihnya menunggu terlalu lama, Gracia segera meraih jaket serta kunci motor nya. Bergegas keluar dari kamar lalu berjalan menuju pintu keluar.
"Loh Chika!" Ucap Gracia cukup kaget. Langkah nya mundur otomatis saat melihat sosok yang kini tersenyum ke arah nya itu.
"Hai Gre" sapa Chika
"Oh mm hai juga Chik!"
"Umm sorry, Ara nya ada gak Gre? Soalnya gue hubungin nomor nya gak aktif"
"jadi si setan pergi sama siapa?" Tanya Gracia dalam hati "mana aing gak di breefing dulu anjir!" lanjut nya.
"Gree.. hey .." ucap Chika membuat Gracia mengerjap.
"Eh sorry sorry. Kayanya tadi keluar deh, mungkin nganterin adek nya. Keliatan nya buru-buru banget dan hp nya ketinggalan mungkin" ucap Gracia "loe tau lah manusia minus adab itu ceroboh nya kaya gimana" kekeh Gracia.
"Umm oke deh. Thanks ya Gre" ucap Chika dengan ekspresi kecewa yang ketara "gue balik aja kalo gitu"
"Gue anter ya, sekalian lewat" tawar Gracia
"Gak usah. Deket kok"
"Ayo sama gue buru!" Ucap Gracia memaksa, membuat Chika pasrah mengikuti apa mau Gracia.
"Iyaa Gre. Thanks ya"
__
Seorang laki-laki tampan baru saja mematikan mesin mobil nya. Sebelum turun ia menatap ke arah cermin, memastikan penampilan nya sudah sempurna malam ini.
Diraihnya seikat bunga yang sengaja ia beli tadi, menggengamnya dengan hati-hati, takut rusak dan malah tidak telihat indah lagi.
Segera ia turun untuk menemui kekasih nya yang akan ia ajak makan malam romantis, di tempat yang sudah ia pesan sebelum nya.
Rasanya sudah lama dirinya tidak mengajak kekasih nya pergi berdua, selain karena kuliah nya yang padat, pekerjaan nya juga ikut menambah beban yang tak jarang membuat penat.
Namun malam ini ia akan membayar semua nya, ia akan berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasih nya.
Senyum nya sesekali mengembang sepanjang jalan menuju pintu utama, beberapa kali ia melihat penampilan nya sendiri, atau merapikan rambut yang sebenarnya sudah ia sisir rapi, namun masih takut berantakan karena terpaan angin malam yang berhembus walau pelan.
Belum sampai ia di depan pintu, langkah nya otomatis terhenti saat melihat sosok yang ia tuju baru saja keluar dari pintu.
Senyum yang sempat mengembang beberapa detik langsung luntur saat melihat siapa yang kini berdiri disamping kekasih nya.
Ekspektasi indah nya hancur, di susul perasaan yang juga ikut hancur.
"K-kak Vino"
Shani terkejut setengah mati saat melihat Vino yang kini berdiri tak jauh dari diri nya. Semakin kaget saat melihat penampilan Vino yang terlihat berbeda dari biasa nya.
Vino memaksakan senyum nya, sambil menekan rasa sakit agar tak terlihat oleh Shani Indira.
Genggaman pada bunga ia erat kan, sambil mengikis jarak perlahan.
Beberapa kali Vino menarik nafas dalam guna mengontrol emosi nya, berusaha untuk tetap terlihat tenang.
"Malam sayang" Ucap Vino pelan. Melirik sekilas pada Gracia yang berada di samping Shani, lalu pada Veranda yang kini berdiri di belakang Shani.
"Malam juga kak" Jawab Shani yang kini merasa bingung setengah mati.
"Mm tadi nya aku mau ngajak kamu makan malam" Ucap Vino membuat hati Shani tak karuan "tapi seperti nya kamu sudah punya acara lain yang lebih penting" Lanjut nya sambil melirik ke arah Gracia sekali lagi.
"Mm maaf kak" ucap Shani tak enak
"Gak papa. Salah aku juga yang gak telpon kamu dulu"
Kembali Vino memaksakan senyum nya "ini buat kamu" Ucap nya sambil menyodorkan bunga yang ia bawa.
"Makasih kak" Ucap Shani sambil mengambil nya perlahan.
"Kalo gitu aku permisi dulu. Kamu hati-hati ya. Pulang nya jangan larut malam"
Vino langsung berbalik dan berjalan meninggalkan Shani tanpa menunggu respon dari kekasih nya itu.
Lebih baik ia pulang, lalu diam hingga tenang. Dari pada meluapkan emosi nya pada Shani, yang malah akan membuat nya semakin sulit mendapatkan hati Shani.
Sementara Shani kini menatap pada Gracia. Gadis itu tengah tersenyum menenangkan pada Shani, seolah berkata bahwa dia baik-baik saja.
Gracia yang melihat Shani sedang merasa tak enak hati, segera menarik Shani ke dalam pelukan, beberapa kali mengecup puncak kepala Shani sebelum berbisik..
"Aku yakin kamu gak akan pernah ragu untuk memperjuangkan cinta kita. Sekalipun kamu tau dengan pasti, bahwa akan ada yang terluka nanti nya. Namun aku harap itu bukan kamu atau pun aku"
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro