Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

~enam~


= Selamat Membaca =

**************************



-Cinta dan Kamu, sama Gila nya-







Shani merasakan usapan lembut beberapa kali di kepala nya, yang otomatis membuat tidur nyenyak nya terusik. perlahan ia membuka mata lalu melihat siapa pelaku yang berani mengganggu tidur nya.

"Nghh kaka" ucap nya dengan suara khas bangun tidur, menatap sekilas pada Veranda "kok kaka bisa masuk?" Tanya nya heran, karena seingat Shani kamar nya sudah dikunci sejak ia masuk kamar tadi.

"Bangun, udah waktunya makan malem" ucap Veranda lembut "kaka pake kunci cadangan, takut kamu kenapa-kenapa. Lagian gak biasanya kamu tidur nya lama kaya gini" jelas Veranda.

Seolah teringat sesuatu, tiba-tiba saja Shani mengulum senyum nya, semburat merah muncul di wajah cantik nya saat mengingat mimpi nya barusan, mimpi dimana Shani dan Gracia sedang berjalan bersama sambil bergandengan tangan, menikmati pemandangan yang Shani pun tak tau tempat nya dimana.

Hal itu membuat hati Shani menghangat, bagaimana bisa hanya gara-gara memikir kan Gracia sebelum tidur nya, Gracia malah muncul di mimpi nya. Mungkin karena mimpi tersebut tidur sore Shani jadi lebih nyenyak dan lebih lama. Tapi aneh juga sih mimpi sore-sore, fikir Shani.

"Hei, kamu demam?" Panik Veranda saat melihat wajah Shani yang memerah, veranda langsung menempelkan punggung tangan nya di kening Shani "gak panas tapi" lanjut Veranda dengan heran.

Shani menepis tangan kakak nya itu "ihh kaka apasih, Shani gak papa" ucap nya sambil berusaha mengendalikan diri nya "Awas ah mau mandi" ucap nya lalu bangun dari tidur nya.

"Aneh banget" ucap Veranda lalu berdiri, berjalan mendekat ke arah pintu, namun langkah nya terhenti dan kembali menatap Shani "tuh Snapback temen kamu ketinggalan di kantin" ucap Veranda "Nanti kaka mau tanya jawab, jangan kabur" ucap veranda membuat Shani terkekeh lalu berjalan keluar dari kamar Shani.

Kedua mata Shani tiba-tiba saja berbinar, bahkan sudut bibir nya membentuk sebuah senyuman. Segera ia bangkit lalu mengambil Snapback milik Gracia, mendekap nya di depan dada. kembali Shani tersenyum saat ia menyadari bahwa ia kini memiliki alasan untuk kembali bertemu dengan seseorang yang hadir di mimpi nya tadi.

"Graciaa"

___




Chika menatap nanar layar ponsel nya. Disana terpampang jelas foto mantan kekasihnya yaitu Vian. Tak bisa Chika pungkiri bahwa dirinya belum bisa melupakan Vian, padahal jelas-jelas dia tau bahwa Vian sudah bersikap keterlaluan.

Chika mengunci ponselnya, menyimpan nya di atas meja, lalu membaringkan tubuh nya di kasur. Fikirannya kini terpusat pada sahabat nya Ara. Semenjak kejadian dimana dia tau tentang perasaan Ara padanya, sejak saat itu pula Chika belum mau bertemu dengan sahabatnya itu.

Chika tidak menampik bahwa ia sangat merindukan gadis itu, ia rindu canda tawa Ara, rindu dekapan hangat Ara, rindu semua perlakuan-perlakuan kecil dari Ara namun sangat manis di mata Chika.

Chika tidak bisa mengelak bahwa ia nyaman bersama Ara, gadis itu selalu mampu memberinya kenyamanan dan ketenangan yang tak bisa Chika peroleh dari siapa pun. Termasuk Vian dulu.

Apakah sebenarnya Chika juga memiliki perasaan lebih pada Ara?

Tangan Chika terulur mengambil foto diatas meja, menatap foto dirinya bersama Ara, foto yang diambil saat mereka liburan setelah kelulusan. Tangan Chika terulur mengusap foto tersebut, setetes air mata nya jatuh, sungguh ia merindukan Ara, Chika rindu semua hal tentang sahabatnya itu.

Chika sebenarnya tidak marah pada Ara, ia hanya merasa kecewa dan malu karena selama ini ia tidak pernah mendengarkan ucapan Ara tentang Vian. Selain itu, Chika juga masih kaget karena ternyata Ara memendam perasaan cinta nya pada Chika selama ini.

Ara terlalu mahir menyembunyikan rasa Cinta nya, Ara terlalu mahir menyembunyikan luka nya, dan bahkan Ara terlalu mahir menyembunyikan semua rasa cemburu nya jika melihat Chika sedang bersama Vian.

Bagaimana Ara bisa bertahan dengan semua rasa sakit akibat mencintai sendirian?

Hal itu membuat Chika semakin dilema, Ara dan Vian tentu saja punya tempat tersendiri di hati Chika, sekalipun kadar nya sama tapi rasa nya berbeda, karena Chika jelas-jelas menyayangi Ara sebagai sahabat nya, mungkin.

Tak hanya itu, Chika juga takut jika suatu saat Ara akan berubah seperti Vian. Bukan tanpa alasan Chika berfikir seperti itu, karena dulu juga saat Vian masih dalam mode PDkt, ia juga bersikap sangat baik, sangat manis, dan mampu membuat Chika jatuh sejatuh-jatuhnya pada Vian.

Jujur saja akibat dari perbuatan Vian, saat ini Chika merasa takut dan trauma untuk menjalin sebuah hubungan lagi, walaupun tidak bisa ia pungkiri bahwa nama Vian masih belum bisa ia hapus sepenuhnya di hati Chika, karena bayangin laki-laki brengsek itu masih tetap saja berputar di fikiran Chika.

Chika juga takut jika semua perhatian Ara, semua sikap Ara, dan semua hal yang selalu Ara bVianan untuk Chika berubah hanya karena sebuah Status saja.

Chika merubah posisi nya, lalu memeluk erat foto yang ia tatap sejak tadi, berusaha memejamkan kedua matanya, seraya berdoa dalam hati semoga Ara hadir di mimpinya malam ini.

"Aku kangen kamu Raa"

__





Waktu menunjukkan pukul 04.15, Ara yang sudah terjaga sejak 1 jam lalu akhirnya beranjak dari tempat tidur nya. Semalaman ia memikirkan bagaimana cara meminta maaf lagi kepada Chika, hingga ia tak bisa memejamkan mata dengan waktu yang lama.

Ara mendesah lelah sambil berjalan menuju kamar mandi, mencuci muka lalu menggosok gigi, setelah selesai ia langsung keluar dari kamar nya.

Dengan mengenakan kaos dan celana pendek, Ara berjalan melewati beberapa rumah. Bulu kuduk nya sedikit meremang saat melewati jalanan yang memang minim pencahayaan. Kepalanya bergerak ke kiri ke kanan, melihat ke sekitar nya sambil memastikan tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

"Ya tuhan semoga setan udah pada balik ke tempat nya" batin Ara

Ara diam sejenak, mengambil ancang-ancang lalu berlari sekuat tenaga menuju ke rumah Chika. Untung saja penjaga rumah nya segera membuka pintu gerbang untuk Ara, jika tidak mungkin ia akan kembali berlari pulang ke rumah nya.

Ara menetralkan nafas nya sejenak di depan pintu, seketika ia merasa bodoh karena mau-mau saja menuruti ucapan Gracia yang bilang 'loe minta maaf nya kurang subuh mungkin'. Akhirnya hari ini Ara memutuskan untuk ke rumah Chika jam 04.30 pagi. Jika hari ini gagal dan Gracia masih bilang kurang subuh, maka sudah bisa di pastikan rencana kemping dirumah Chika akan segera terlaksana.

Ara masuk ke rumah Chika setelah pamitan pada Asisten rumah tangga yang membukakan pintu untuk nya, berjalan tergesa menuju ke kamar Chika, sambil berdoa semoga kamar nya tidak di kunci. Jika di kunci, Ara mungkin akan tidur di depan pintu saja, sampai Chika mau bertemu dengan dirinya.

Ceklek..

"Akhirnya" gumam Ara saat mendapati pintu kamar Chika tidak di kunci "gak jadi tidur depan pintu" lanjut nya lalu masuk dan menutup pintu dari dalam.

Ara perlahan berjalan ke arah Chika yang masih tidur dengan nyenyak, mata Ara memicing saat melihat sesuatu yang berada di pelukan Chika. Segera ia mengambil nya dengan perlahan, supaya tidak membangunkan sahabat kesayangan nya ini.

Ara tersenyum saat melihat foto dirinya bersama Chika "kamu kangen aku kan?" Ucap Ara lalu menyimpan foto tersebut di atas meja "ngaku aja lah ya" lanjutnya sambil terkekeh lalu mengambil tempat disamping Chika.

"Aku gak peduli semarah apa nanti pas kamu liat aku, yang penting aku mau tidur peluk kamu" gumam Ara dengan suara yang sangat pelan.

Perlahan tapi pasti, Ara mendekat lalu menarik Chika ke dalam pelukan nya. Mencium puncak kepala nya sekilas lalu memejamkan mata.

__


Chika perlahan membuka kedua mata nya, ia dibuat terkejut saat melihat seseorang di depan mata nya sedang terlelap sambil memeuk pinggang nya. reflek ia mendorong tubuh Ara sekuat tenaga hingga jatuh dari tempat tidur milik nya.

Brukk

"Aww..." Ara mengaduh saat tubuh nya jatuh ke lantai, kaget bercampur sakit kini mendominasi diri Ara. kepala nya sedikit berdenyut karena terbentur lantai cukup keras "kepala gue duh" adunya lalu berusaha berdiri, menatap Chika yang masih diam mencerna kejadian ini.

"Kamu apa-apaan sih, kalo aku Amnesia gimana?" Kesal Ara.

"Siapa suruh loe tiba-tiba ada depan gue, kapan loe masuk?" Kesal Chika lalu merubah posisi nya menjadi duduk.

"Beneran benjol pala gue Chik" adu Ara sambil mengusap-usap kepala nya.

Chika sebenarnya kawatir dan merasa bersalah, hanya saja ia masih gengsi mengingat dia masih marah pada Ara.

"Bodo amat" ketus Chika lalu berjalan hendak menuju kamar mandi, namun langkah nya di cegat dengan cepat oleh Ara.

"Kamu boleh mandi kalo udah maafin aku" ucap Ara membuat Chika berdecak

"Ck!! Gak usah rese. Minggir!!"

"Gak Chik, aku udah gak betah marahan sama kamu, bilang sama aku apa yang mesti aku lakuin biar kamu maafin aku"

Ara mengubah ekspresi nya menjadi serius, ia sudah bertekad akan melakukan apapun asal Chika mau memaafkan nya.

"Chik" panggil Ara lembut "Kalo memang kamu benci karena aku mencintai kamu, Aku minta maaf. Tapi jujur itu di luar kendali aku, Karena kamu tau kan, jika cinta bisa berlabuh pada siapa saja tanpa pernah kita duga?"

Chika diam, dalam hati ia menyetujui semua kalimat Ara.

"Kalo memang kamu gak suka, kamu marah dan kamu benci atas perasaan ini. Aku janji sama kamu aku bakal buang semua nya, dan kalaupun aku gak bisa, aku akan tetap berusaha bersikap seperti biasa nya. Rasa Cinta ku biar jadi urusan ku, aku hanya minta kamu bersikap seperti biasa. Seolah kamu tidak pernah tau tentang perasaan ini".

Ara menjeda kalimat nya, menatap intens kedua mata Chika yang kini menatap nya penuh arti. Hembusan nafas kasar lolos dari mulut Ara, dada nya kini sesak saat Chikihat tidak ada repon dari lawan bicara nya.

Ara mengambil kedua tangan Chika, lalu menggenggam nya tanpa perlawanan.

"Sekali lagi aku minta maaf karena udah nyakitin kamu dengan perasaan sialan ini. Jujur, setiap hari aku berdoa, dan berharap pada Tuhan semoga seumur hidup aku, kamu gak akan pernah tau tentang rasa ini. Tapi nyatanya aku lalai"

Ara sekuat tenaga menahan sakit di hati nya, ia bingung harus bersikap seperti apa, dan harus mengatakan apa lagi agar Chika mau memaafkan nya.

"Aku cuma pengen kita bisa kaya dulu Chik, sekalipun aku tau rasanya akan berbeda. Kalaupun tidak saat ini, Aku tetap berharap kamu bisa kembali seperti Chika yang aku kenal dulu. Kapan pun kamu Siap maafin aku, kamu tau harus nyari aku dimana"

Ara pasrah dengan semua nya, ia sudah cukup frustasi saat ini. Ia tak ingin lagi memaksa Chika saat ini, karena ia tahu bahwa itu hanya sia-sia.

Ara mencondongkan tubuhnya, mendaratkan kecupan singkat di kening Chika yang membuat Chika menutup mata nya. Merasakan sesuatu yang menjalar di hati nya, namun ia masih bingung mendeskripsikan apa yang di rasakan nya.

Ara menarik diri, memberikan senyuman terakhir nya sebelum ia berjalan meninggallan Chika yang kini mematung di tempat nya.

Tangan Ara meraih handle pintu, memutarnya perlahan namun ia tahan saat merasakan pelukan dari belakang nya.

"Hiksss jangan tinggalin aku Raa"

__


Shani berdiri di depan cermin nya, senyum manis tak jarang teruikir di wajah cantik nya sejak pertama kali ia membuka mata. Pagi ini terasa begitu bahagia baginya, apalagi penyebabnya jika bukan sesuatu diatas meja, Snapback Gracia.

Rasanya sudah tak sabar Shani ingin bertemu dengan gadis yang memiliki julukan pakgirl seperti kata Naomi itu, oh ayolah pesona nya memang luar biasa kok.

Setelah penampilannya dirasa sudah cukup, Shani segera meraih snapback milik Gracia dan memasukkan nya kedalam tas milik nya. Dengan langkah pasti Shani menuruni tangga rumah nya, sesekali ia menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga.

Senyum Shani luntur saat ia baru saja sampai di ruang tengah, kedua matanya menatap malas pada kekasih nya yang sudah menunggu sejak tadi. Untuk pertama kali selama hubungan nya dengan Vino, Shani merasa semalas ini untuk bertemu dengan lelaki itu. Biasanya Shani selalu bersikap biasa saja, dan santai-santai saja.

"Pagi sayang" sapa Vino dengan senyum khas nya, berdiri dari duduk nya lalu mendaratkan sebuah kecupan singkat di kening Shani. Sementara Shani hanya membalas dengan senyum tipis "berangkat sekarang?" Tanya Vino yang di jawab anggukan oleh Shani.

Seperti biasa Vino akan menggenggam tangan Shani, seolah Shani akan hilang sekejap mata jika tak di genggam oleh nya

"Kamu sakit?" Tanya Vino sambil membuka pintu mobil untuk Shani "kok diem aja?" Lanjutnya.

"Aku gapapa kak" jawab Shani singkat lalu masuk dan duduk di kursi penumpang, memakai sabuk pengaman, sementara Vino menutup pintu lalu memutar ke depan menuju pintu pengemudi.

Mobil Vino melaju, tidak ada percakapan apapun selama perjalanan. Vino dan Shani memang memiliki kesamaan yaitu jarang berbicara selain hal penting, bahkan jarang sekali mereka terlibat perbincangan santai yang memakan waktu yang lama. Kalaupun memang Vino ingin berbicara lebih lama dengan Shani, maka ia yang harus memancing percakapan dan lebih aktif melayangkan sesi tanya. Namun tetap saja jawaban Shani singkat-singkat saja.

Entah lah hubungan seperti apa yang sedang mereka jalani. Yang jelas, dunia hanya tau bahwa mereka adalah pasangan yang serasi, sempurna, dan idaman setiap manusia, tanpa pernah tau proses dan hal apa saja yang mereka jalani.

Mobil Vino berhenti di parkiran Khusus, segera ia keluar hendak membuka pintu mobil untuk Shani, namun ia urungkan saat Shani sudah membukan nya lebih dahulu. Tanpa berniat menanyakan hal tersebut, Vino langsung menggenggam tangan Shani, berjalan dengan langkah pasti menuju kelas Shani.

Kedua mata Shani tiba-tiba saja terpaku pada seorang gadis yang sedang bersandar di tembok sekitar 5 meter di hadapan nya. Shani kenal gadis itu, Shani mengulum senyum nya saat gadis itu menatap ke arah nya sambil tersenyum menunjukkan gigi gingsul nya, sukses membuat Jantung Shani berulah tidak seperti biasanya.

Ekor mata Shani sekilas menatap ke arah Vino, tidak mungkin Shani menyapa Gracia dan memberikan Snapback nya selama ada Vino di samping nya. Karena hal itu sama saja memicu perdebatan yang berujung pertengkaran yang sama sekali tidak penting, Shani malas menghadapi nya.

Langkah Shani semakin dekat dengan Gracia, Shani sedikit salah tingkah karena tiba-tiba saja Gracia berjalan ke arah nya, menatap Shani sekilas lalu tersenyum hangat. Shani semakin dibuat kaget saat Gracia berpapasan dengan nya dan menyelipkan sesuatu ke tangan nya yang langsung Shani kepal erat.

Shani berusaha menjaga sikap nya ketika Gracia dengan kurang ajar nya mengedipkan sebelah mata nya pada Shani. Sukses membuat Shani berusaha mati-matian untuk menjaga sikap nya.

"Ya Tuhan Gracia" batin Shani

Tiba di depan kelas Shani, Vino berpamitan lalu mengusap kepala Shani sekilas sebelum benar-benar menjauh dari pandangan Shani.

Shani segera duduk di kursi nya, melihat sesuatu yang di berikan Gracia tadi. Kening Shani sedikit berkerut saat melihat permen lolipop rasa Strawberry yang diberikan Gracia tadi.

"Permen?" Gumam Shani "kurang kerjaan banget sih" kekeh nya pelan.

Mata Shani meneliti permen pemberian Gracia, sekilas tak ada yang aneh. Namun Shani heran saat menyadari bahwa gagang permennya seolah terbuat dari kertas, Shani menatap lekat permen tersebut hingga ia berhasil menemukan solatip kecil di bawah nya, perlahan ia membuka nya hingga sebuah kertas yang menggulung gagang permen bisa Shani buka.

Shani mengulum senyum nya, hatinya seketika menghangat saat melihat tulisan kecil di kertas tersebut, bisa-bisa nya gadis itu menulis kalimat yang membuat Shani senyum-senyum sendiri pagi ini.

Kembali Shani melihat kertas tersebut dan membaca ulang kalimat yang di tulis Gracia, sebelum memasukkan kedalam tasnya.

*Hai bidadari sempurna, mutualan yuk sama Shania Gracia :) => 08123456789*





= Tbc =

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro