Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

~Dua Puluh~






=Selamat Membaca=
_________________________





-Jangan pernah memilih,
Aku bukan pilkada-
😌




||







"Jadi gitu...." ucap Ara setelah mengakhiri cerita nya "Pusing banget kan jadi gue?" Lanjutnya frustasi.

"Terus loe belum ke rumah nya?"

Ara menggeleng "Kagak berani"

"Ck!! Rumah nya sekedipan mata padahal"

"Gue semalam udah kesana, tapi kagak di bolehin masuk sama satpam nya. Kata nya itu perintah dari Chika" ucap nya "Kalo kaya gitu gue gak bisa maksa kan?"

Gracia mengangguk pelan.

"Gue yakin kalo loe lebih tau tentang Chika dibanding siapapun" Ucap Gracia "nanti malem coba samperin lagi ke rumah nya buat minta maaf sama dia. Kalo gak berhasil, ya coba terus kaya dulu"

Ara mengangguk pelan, ia merubah posisi menjadi lurus kedepan lalu menjatuhkan kening nya di atas stir mobil.

"Kalo kali ini gak berhasil? " Ucapnya pelan

"Ya kita lakuin rencana dulu, kemping di rumah dia sampe dia maafin loe"

Ara sontak menoleh sambil mendengus kesal "otak loe isinya kemping mulu" kesal Ara "Tapi Mira gimana?" Lanjutnya

"Harus nya gue yang nanya bego. Loe sama Mira gimana? Beneran cinta apa cuma pelarian aja?"

Ara bingung. Pertanyaan Gracia barusan adalah pertanyaan yang sering muncul di fikiran Ara juga.

"Gue sayang sama Mira, tapi gue juga belum bisa bunuh rasa cinta gue buat Chika. Tapi kalo gue gak sama Mira, gimana gue bisa lupain rasa gue ke Chika"

Gracia menatap penuh tanya pada Ara
"Loe udah tanya lagi tentang perasaan Chika ke loe gimana?"

Ara menggeleng pelan "Gue gak pernah berani bahas itu lagi. Gue gak mau dia marah lagi sama gue kaya dulu. Gue pengen dia balik kaya Chika yang gue kenal, Chika sahabat gue, dan bukan Chika yang gue cinta"

"Gue tau loe takut dan loe gak mau maksain perasaan loe ke dia. Tapi gue yakin kalo loe gak akan pernah bisa hidup dengan tenang selama loe belum tau pasti perasaan Chika sama loe gimana"

Gracia benar, seringkali Ara tak bisa tidur hanya karena memikirkan hal itu. Tapi jika Chika malah kembali membenci Ara bagaimana? Ah bukan kah sekarang juga Chika sudah membenci dirinya karena hadirnya Mira?.

"Terus gue harus gimana?" Tanya Ara frustasi, sekilas mata nya melihat ponsel nya yang menyala. Jemarinya bergerak di layar, membuka sebuah pesan masuk dari Mira.

Si Cinta
- Lama banget yank, Loe ambil dompet di cengkareng bukan?

Ara terkekeh pelan setelah membaca pesan dari kekasih nya itu.

"Gimana gue gak sayang sama Mira kalo kelakuan nya bikin gue senyam senyum mulu" ucap Ara membuat Gracia mendengus.

"Loe mah sama Chika juga gitu ngomong nya" ledek Gracia "Jadi rencana loe gimana? Mau nyoba minta penjelasan gak?"

Ara memilih mengetik dulu balasan untuk Mira sebelum kembali fokus pada Gracia.

Ara
- sebentar yank, si buaya lagi jajan seblak dulu-

"Gue bingung" ucap Ara lalu menoleh ke arah Gracia setelah menyimpan ponselnya, sementara Gracia sedang menatap penuh tuntutan.

"Loe pasti ngorbanin nama baik gue pas bales pesan nya Mira kan?" tebak nya membuat Ara mengangguk semangat.

"Siapa lagi yang bisa di korbankan selain loe" kekeh nya "kalo boleh nanti lebaran loe yang gue kurbanin juga" 

"Kampret emang!"

"Sama temen sendiri elah" ucap Ara "O yah gimana loe sama Shani?"

"Shani nanti dulu, urusan loe kelar baru bahas Shani"

"Hmm.." Ara berfikir sejenak "Loe bener sih, gue gak akan bisa hidup tenang selama gue belom pastiin perasaan Chika sama gue. Setidak nya gue harus yakinin sekali lagi, sekalipun jawaban nya akan semenyakitkan kaya yang udah-udah"

"Menurut gue, mending loe samperin Chika. Kalo jatoh ya sekalian, kalo sakit ya sekalian juga, yang penting loe dapet kepastian. Lebih cepat lebih baik buat kelarin semua urusan perasaan kalian, jangan sampai nanti Mira yang di korbankan"  ucap Gracia "Dan inget, loe harus memikirkan efek nya. Kalo sampe ternyata Chika udah cinta sama loe, dan nyuruh loe buat milih. Loe mau milih siapa bego?"

Belum selesai ragu yang melanda, kini dilema datang di waktu yang tak terduga.
Kemungkinan yang di katakan Gracia memang kecil, tapi sekecil apapun itu harus tetap di fikirkan karena akan berdampak besar nanti nya.

"Jadi...?" Tanya Gracia menggantung saat melihat Ara berfikir keras "Mira... atau Chika?"

Ara menghembuskan nafas kasar nya sebelum berkata..

"Shani aja boleh gak?"

"Mampus aja sono !!"

________

Shani Indira terlihat gelisah di tempat nya. Ia terlihat bingung dengan apa yang akan di lakukan nya nanti.

Kalimat sang papa sejak tadi terngiang di otak nya. Belum juga bertemu, nilai Gracia sudah berkurang di mata sang papa dan itu karena ulah Shani sendiri.

Harusnya Shani tidak berkata jujur pada sang papa, setidak nya tak apa ia berbohong sedikit asal Gracia tidak kena imbas nya.

Shani duduk di tepi kasur setelah meraih ponsel nya. Sedikit menggerutu saat tak ada pesan masuk dari Gracia.

"Tumben banget sih gak chat, biasa rajin banget spam" gumam Shani.

Ingin sekali Shani berangkat ke kampus sekarang juga dan bertemu dengan kekasihnya itu. Namun mengingat hari ini Shani tidak ada jadwal kuliah, jadinya ia bingung hendak memberi alasan apa pada sang papa.

Belum selesai dengan segala dilema yang muncul di kepala, suara ketukan di pintu yang kini di buka membuat kepala Shani menoleh.

"Cepetan siap-siap. Kepala keluarga udah keluar" ucap Veranda membuat Shani mengerjap "waktu kita gak banyak" lanjutnya.

"Beneran?"

"Iyaa lah masa kakak bohong. Tadi kakak dengerin papa telpon, kayanya ada urusan mendadak"

Shani segera meraih tas milik nya lalu berjalan ke arah Veranda yang masih berdiri di ambang pintu.

"Ayo kak"

"Lah gak ganti baju?"

"Kelamaan, keburu papa balik"

"Yaudah lah, kamu pake baju apa juga cakep kok" ucap Veranda saat melihat penampilan Shani yang saat ini memakai piyama berwarna hijau tua "Anggap aja mau tidur siang" lanjut Veranda lalu terkekeh.

Entah apa yang terjadi, mungkin Shani banyak fikiran hingga ia tidak begitu memperhatikan penampilan.

"Kakak gak usah rese"

Veranda tak merespon lagi, segera ia turun dan berjalan ke luar bersama Shani di samping nya.

"Pacar kamu kuliah sampe jam berapa?" Tanya Veranda tanpa mengalihkan pandangan nya dari jalan raya "kalo Naomi sampe jam dua katanya"

Shani memutar bola mata nya malas "kalo kak nom-nom aja sampe jam dua, ya Gracia juga sama. Kan mereka sekelas Jessica Veranda Tanumihardja" ledek Shani

Veranda terkekeh "iya ya kok kakak lupa" ucap nya "Gini nih kalo fikiran nya udah penuh"

Tiba-tiba saja, Shani merasa sedikit tidak enak saat mendengar kalimat Veranda barusan. Pasalnya ia tahu jika Veranda sebenarnya punya masalah sendiri yang mungkin hingga detik ini belum ada jawaban nya. Dan sekarang malah ditambah dengan masalah Shani dan Gracia.

"Kalo kamu mau minta maaf karena ngerasa gak enak, mending gak usah"

Shani menatap tak percaya pada Veranda, bagaimana bisa ia tau apa yang Shani fikirkan.

"Kok kakak serem sih?" Tanya Shani "Bisa tau apa yang Shani fikirin"

Veranda terkekeh lalu menatap ke arah Shani, tangan kiri nya terulur menepuk pelan kepala Shani sambil berkata

"Kamu itu adek kakak, kakak kenal kamu dari kamu masih bayi. Jadi kakak tau apa yang kamu fikirin sekarang"

Shani tersenyum hangat. Sungguh Veranda memang definisi kakak idaman yang sesungguh nya. Kakak yang selalu menjaga Shani, mendengarkan apapun yang Shani keluhkan dan selalu menjadi tempat Shani bersandar ketika Shani lelah dengan segala problematika yang ada.

Demi Tuhan jika bisa Shani melakukan sesuatu untuk kebahagiaan Veranda, pasti ia akan melakukan nya dengan senang hati.

"Kakak udah janji sama diri kakak sendiri buat jaga kamu sekuat tenaga kakak karena mama udah gak ada" 

Suasana mendadak sendu. Tiba-tiba saja Shani sangat merindukan sosok mama yang belum pernah ia lihat sama sekali. Shani hanya pernah melihat sebatas foto saja.

"Mama itu mirip banget sama kamu" ucap Veranda lalu menggeleng pelan "Eh ralat, kamu itu mirip mama. 90% duplikat mama. Cantik nya, baik nya, sabarnya. Sementara kalo sama kakak kayanya kebalik banget. Kata papa sih gitu" kekeh Veranda di akhir kalimat. Mencoba membawa suasana kembali ceria saat melihat Shani yang malah menunduk.

"Kalo mama masih ada, pasti mama akan dukung kebahagiaan Shani kan kak? Gak kaya papa"

Veranda jelas mengangguk "Tentu saja. Mama akan mendukung kebahagiaan anak-anak nya pasti"

"Kalo misal kakak yang ada di posisi Shani, apa kakak akan melakukan hal yang sama untuk memperjuangkan kak Naomi?"

Pertanyaan dari Shani tidak langsung di tanggapi, Veranda memilih memarkirkan mobil lalu mematikan mesin nya sebelum menatap Shani dalam dan berkata..

"Setiap orang pasti akan memperjuangkan orang yang di cintai nya. Termasuk aku" ucap Veranda "Hanya saja terkadang semesta punya cara rahasia untuk menguji setiap manusia dengan cara tak terduga. Entah berakhir bahagia, terluka atau berakhir dengan perpisahan nantinya" Veranda menjeda kalimat nya, melihat sejenak ekspresi Shani yang tampak berfikir keras sebelum kembali berkata..

"Yang jelas, kamu dan Naomi adalah hidup kakak. Kalian berdua adalah orang yang akan aku perjuangkan sekalipun nyawa kakak yang jadi taruhan nya".

__




"Sore ini bisa anter gue ke Mall yank?"
Mira menatap heran pada Ara yang terlihat melamun, sementara tangan nya mengaduk-ngaduk bakso di hadapan nya.

"Yank!!" Ucap Mira cukup keras membuat Ara terlonjak.

"Eh iya Chik!" Sedetik kemudian Ara mengerjap "eh mm kenapa yank? Sorry gue malah gak fokus"

Mira mendadak lesu. Selama ini ia berusaha mengabaikan kenyataan bahwa gadis yang kini menjadi kekasih nya ini tak bisa lepas dari bayang-bayang sahabat nya.

Mira bahkan tidak buta, beberapa kali Mira melihat ketidaksukaan Chika terhadap nya. Atau beberapa kali Ara membatalkan acara nya bersama Mira dengan alasan yang tak logis. Dan Mira yakin itu karena Chika.

Terlebih menurut Jessy, teman Mira yang satu kelas dengan Chika, Chika hari ini tidak masuk. Dan mungkin hal itu yang membuat Ara melamun sejak tadi.

Apakah terjadi sesuatu dengan mereka berdua ?

"Kok sekarang malah loe yang ngelamun? Tadi bilang apa sayang?" Ucap Ara lembut sambil mengenggam tangan Mira lalu mengusap punggung nya dengan ibu jari.

"Nanti sore bisa anter ke Mall? mama nyuruh beli sesuatu" ucap Mira. Tak begitu berharap Ara akan meng-Iya-kan. Namun coba saja dulu siapa tau jawabannya sesuai harapan.

"Tentu. Jam berapa kita berangkat ?"
Ucap Ara

"Beneran bisa?" Tanya Mira meyakin kan "Tapi kan loe lagi kurang fit"

"Gak ada yang kurang selama ada loe yank. Karena loe adalah pelengkap kekurangan gue dan gue yakin kalo gue akan sempurna selama ada loe di hidup gue"

Mira mengulum senyum nya, sudah puluhan kali ia terjebak dalam jeratan buaya bernama Ara ini, namun tetap saja hati nya selalu menghangat hanya karena sebuah kalimat.

Belum selesai menikmati suasana, tiba-tiba saja sebuah suara merusak momen mereka .

"Emang jadi nyamuk tuh gak enak banget anjir!!" Ucap Gracia sambil menatap bakso di hadapan nya seolah-olah ia berbicara pada bakso-bakso tak berdosa itu.

"Siapa suruh loe duduk di situ anjir, sono loe minggat!!" Usir Ara

"Ck! Apa tidak kasihan jika Gracia yang malang ini duduk sendirian?"

"Geli anjir muka loe kaya gitu. Gak cocok"

Kalimat Ara tak digubris oleh Gracia, tiba-tiba saja mata nya terbelalak di susul sendok yang jatuh dan cukup menimbulkan suara keras.

"Bidadari aing!!" Ucap Gracia lalu segera berdiri, berjalan cepat mendekat ke arah Shani dan Veranda yang kini masuk ke area kantin.

"Kebiasaan gak bilang dulu kalo mau kemana mana" kalimat sambutan Gracia saat ia berdiri di hadapan Shani, segera ia melepas jaket nya "mana pake baju kaya gini" lanjutnya menggerutu sambil meraih tas selempang Shani.

"Kamu tuh selalu jadi pusat perhatian, jadi gak usah aneh-aneh deh" lanjut nya ngomel sambil memakaikan jaket ke tubuh Shani, sementara Shani malah tertawa.

"Kenapa sih ngomel-ngomel?" Tanya Shani membuat Gracia menarik pelan hidung Shani lalu berkata..

"Gak usah pura-pura gak tau ya kamu"

Gracia segera menarik tangan Shani lalu membawa nya ke meja di pojok kantin.

"Naomi mana Gre?" Tanya Veranda

"Mon maap kakak ipar, mahluk bernama Naomi itu bukan pacar saya jadi saya tidak tau"

Veranda mendengus pelan lalu mengeluarkan ponsel nya.

"Kakak cari Naomi dulu, kamu hati-hati sama buaya ungu ini"

"Gak aku bawa nyebrang kak, pake segala hati-hati" gerutu Gracia namun Veranda malah tertawa lalu pergi.

Gracia kembali menatap Shani "Aku ini lagi kesel loh sayang" ucap Gracia "Bisa kan gak usah pake piyama begini. Iya tau ini baju sama celana nya panjang, tapi kan.. ck!"

Shani malah terkekeh lalu membalas menarik hidung Gracia "Aku buru-buru sayang, kangen kamu"

Untuk beberapa saat si buaya ungu mengulum senyum nya. Wajah nya sedikit memerah saat mendengar kalimat dari Shani barusan.

Gracia yang masih terlena, tiba-tiba saja mengerjap saat Shani berkata..

"Papa minta kamu dateng malam ini"

Untuk beberapa saat Gracia diam lalu menarik nafas sebanyak-banyak nya. Ia fikir sang calon mertua tak akan minta bertemu secepat ini.

Gracia kembali pada pijakan nya saat sebelah tangan nya di genggam oleh Shani.
"Kamu siap?"

Gracia mengangguk cepat "Tentu saja" ucap Gracia "Barusan cuma kena serangan jantung ringan aja karena aku kira gak akan secepat ini"

"Kamu ragu? Atau takut?" Tanya Shani membuat Gracia menggeleng.

"Aku cuma belum... " ucap Gracia menggantung membuat Shani penasaran..

"Belum...?"

"Aku belum beli baju, belom ke salon, belum  skinkeran, secara aku harus tampil sempurna di mata sang calon mertua kan?"

"Rese kamu ya!!"

__

"Gue sering liat Gracia sama Shani bareng yank" Tanya Mira saat melihat Gracia dan Shani duduk berdua "mereka beneran ada apa-apa ya? "

Rumor yang beredar semakin kencang terdengar. Kedekatan si bungsu Tanumihardja dengan anak pindahan bernama Shania Gracia bukan lagi isapan jempol semata.

Mereka masih menunggu apa yang akan terjadi dengan Shani, Gracia dan Juga Vino. Jika Shani memang sudah putus dengan Vino dan resmi menjadi pacar Gracia, tentu mereka dengan senang hati menerima nya. Mereka sangat bersyukur Jika memiliki kesempatan untuk mendekati sang pangeran kampus bernama Alvino itu.

Ara mengangguk "mereka emang pacaran" Jawab Ara membuat Mira terkejut luar biasa.

"Demi apa yank? Terus kak Vino? "

"Pacar Shani juga"

"Hah?! "

Ara terkekeh pelan melihat respon kekasih nya ini. "Mereka bertiga aja bingung apalagi kita yank"

"Aku gak nyangka kalo seorang Shani Indira bisa selingkuh"

Terdengar sangat disayangkan jika seorang Shani yang di puja-puja oleh banyak orang ternyata bisa berikap demikian.

Padahal jika di fikir apa yang kurang dari Alvino?

Laki-laki tampan dan mapan incaran banyak perempuan. Di puja-puja oleh hampir seluruh penghuni kampus bahkan dari luar kampus juga.

Lalu apa kekurangan Vino hingga Shani jatuh ke dalam pelukan buaya ungu macam Shania Gracia?

Masih menjadi Misteri ilahi sepertinya.

"Shani juga manusia yank. Dan kita tidak tau apa yang dia alami" Ucap Ara "mungkin saja kita tau nya Shani dan Vino sangat serasi, tapi nyata nya yang bisa meraih hati Shani bukan Vino melainkan Gracia kan?"

"Apa loe juga gitu yank? "

Kalimat Ara seperti nya malah menjadi bumerang untuk diri nya sendiri. Ia merutuki kebodohan nya karena sama sekali tak bisa berkutik saat Mira melanjutkan pertanyaan nya..

"Loe milik gue, tapi di hati loe ada Chika kan??"

___

Veranda mengedarkan pandangan nya saat masuk ke perpustakaan. Kepala nya menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan sang kekasih hati.

Ingin nya berteriak tapi gak boleh berisik, kalo gak teriak kesel banget nyari Naomi di perpus segede gini.

MyLove
-lurus aja, aku di pojok lagi ngadem-

Veranda tersenyum tipis, bisa-bisanya kekasihnya itu malah ngadem.

Veranda terus berjalan hingga akhirnya tiba di pojok ruangan, terlihat Naomi sedang duduk bersila dengan punggung yang bersandar pada lemari besar.

"Kenapa gak makan? Malah ngadem disini? " Tanya Veranda lalu ikut duduk di hadapan Naomi. Di usap nya kepala Naomi pelan membuat gadis itu tersenyum.

"Gak laper. Terus lagi males aja ke kantin"

Diusap nya pelan pipi Naomi oleh Veranda, membuat Naomi sesekali memejamkan mata. Ia selalu suka sentuhan Veranda.

"Katanya gak ada jadwal, kok kesini? " Tangan Veranda yang sejak tadi mengusap kini di genggam Naomi dengan kedua tangan nya.

"Papa mau ketemu Gracia nanti malam. Makanya aku nganter Shani buat ketemu dia"

Naomi diam. Sedikit ada rasa iri di hati Naomi pada Gracia yang malah lebih dulu dikenalkan pada papa Shani dan Veranda. Sementara dirinya entahlah kapan.

Veranda mengerti diam nya Naomi, ia menarik perlahan tangan nya lalu kembali menangkup pipi Naomi.

Dengan gerakan perlahan Veranda mencondongkan tubuh nya, mengikis jarak lalu menjatuhkan ciuman di bibir kekasihnya.

Tak sedikitpun takut akan ada yang melihat kegiatan mereka, Veranda semakin memperdalam ciumannya. Balasan dari Naomi membuat Veranda semakin berani, menyesap, mengulum lembut kadang menggigit pelan membuat Naomi mengerang tertahan.

Di dorong nya perlahan tubuh Veranda saat Naomi merasa tak lagi sanggup menahan gairah di tubuh nya. Tidak lucu jika harus nganu disini, bisa-bisa ketauan lalu berakhir di beri surat peringatan, lebih parah lagi jika di keluarkan.

Masalah nya Veranda adalah manusia titisan bidadari yang kadar mesum nya sudah di level tertinggi. Wajah nya saja lugu, polos dan terkesan gak aneh-aneh. Padahal kenyataan nya amit-amit sekali.

Naomi ingat ketika Veranda pernah menarik nya ke kamar mandi, hanya untuk melakukan kegiatan seperti tadi.

Tak jarang mereka melakukan nya di mobil, toilet Mall, perpustakaan atau bahkan ditempat tidak terduga lainnya.

Jangan tanya jika di Apartemen Naomi bagaimana. Jawaban nya sudah sangat sering terjadi.

"Suka gak tau tempat ih" Ucap Naomi di sela menertralkan nafas nya. Sementara Veranda malah terkekeh pelan.

"Kamu juga mau-mau aja" Ledek Veranda "lagian mikirin apa sih hmm? "

Naomi menggeleng pelan "gak ada"

"Yakin? " Tanya Veranda memastikan "soalnya kalo cwk bilang gak ada, biasanya malah ada"

"Iyaa yakin kok"

Veranda mengangguk pelan "yaudah mending kamu ikut aku sekarang"

"Kemana? " Naomi menatap horor pada Veranda yang kini menampilkan senyum penuh arti sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Gak usah aneh-aneh ya Veranda, aku lagi halangan!!!"

__

Kembali pada pasangan bucin yang masih anteng berbincang.

"Jadi papa kamu minta aku datang jam berapa?" Tanya Gracia "Eh tunggu jangan di jawab dulu, aku pesenin minum sebentar"

Tanpa menunggu jawaban Shani, Gracia langsung melesat memesan sebotol air mineral untuk Shani. Gracia tau jika Shani orang nya tidak terlalu neko-neko, dia lebih suka air putih dibanding minuman lain nya.

Tak lama Gracia datang membawa air mineral lalu memutar tutup nya tanpa membuka nya, karena ia tau jika Shani tidak bisa membuka tutup botol.

"Makasih sayang"

Gracia mengangguk "Jangan kan cuma air mineral, air terjun aku bawain kalo kamu mau"

Shani malah terkekeh, cape banget ngomong sama buaya satu ini. Cape ketawa tepatnya.

"Jadi gimana pertanyaan aku tadi?" Ulang Gracia

"Jam 7 aja Gee. Dan pastiin 15 menit sebelum jam 7 kamu udah sampe. Karena papa itu ontime dan gak mau nunggu apalagi bukan dia yang perlu"

Gracia mengangguk paham. Otak nya sudah di setting untuk mengingat kalimat Shani barusan.

"Okee aku pastiin aku gak akan telat. Terus aku bawa apa yank? Martabak, wedang ronde, atau cilok isi?" Kekeh Gracia diakhir kalimat

"Papa lebih suka kamu bawa saham Gee" canda Shani "Cukup pastiin kamu tiba dengan selamat dan tidak kurang apapun. Siapin juga mental kamu buat ketemu papa"

"Mental aku udah siap banget kok. Kamu tenang aja. Aku gak akan tiba-tiba pingsan di depan papa kamu"

Percakapan kedua nya harus terganggu ketika Ara berdiri di samping meja Shani dan Gracia.

"Sorry nyela" ucap nya "Gue duluan ya, pacar gue ngambek anjir" lanjutnya membuat Gracia tertawa puas

"Lah ngapa?"

"Biasa Chika" jawab Ara "Yaudah ya, ntar keburu jauh dia. Duluan ya Shan" pamit nya pada Shani lalu segera berlari menyusul Mira yang entah sudah berjalan kemana.

"Ara sama Mira?" Tanya Shani heran "Terus Chika?"

"Biasalah cinta segitiga kaya kita"

"Kalimat nya biasa aja tapi kok nyesek ya Gee" ucap Shani sambil tertawa pelan yang di balas tawa juga oleh Gracia.

Kedua nya diam saat Gracia mengambil tangan Shani di atas meja lalu menggenggam nya. Gracia menatap dalam mata Shani lalu berkata..

"Aku janji sama kamu, aku akan yakinin papa kamu. Dan aku pastikan kalo kamu akan jadi satu-satu nya milik aku Indira"




=TBC=

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro