Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXVII

"Yuk, Ran," ajak gadis berkucir satu itu penuh semangat. Ia baru saja menyelesaikan piketnya. Ia memutar tubuhnya 180° karena tak kunjung mendapat jawaban setelah menunggu beberapa menit. Keningnya mengerut dalam saat mendapati ruang kelas sudah hampir kosong, hanya tersisa dirinya saja.

"Loh? Randy ke mana? Masa ninggalin aku tanpa bilang-bilang sih?" gumamnya heran. Ia yakin pemuda berlesung pipi itu sudah berjanji akan menungguinya untuk pulang bersama. Akhirnya, sebelum pulang, gadis berkucir itu pun memutuskan pergi ke parkiran terlebih dahulu untuk memastikan apakah pemuda berlesung pipi itu telah pulang atau belum.

Belum sampai pelataran parkir, matanya menangkap sebuah motor putih yang sudah sangat ia hapal. Melihat motor tersebut masih terparkir manis di pelataran parkir, gadis itu pun memutuskan berkeliling sekolah guna mencari pemuda itu. Kakinya berayun ke tempat yang menurutnya paling memungkinkan, kantin. Akan tetapi, tempat yang hampir kosong—karena kelas sore sudah dimulai—itu tak terlihat batang hidung pemuda tersebut.

Sheira meninggalkan kantin seraya berpikir tempat mana lagi sekiranya yang bisa didatangi pemuda itu. Tempat kedua yang ia sambangi adalah toilet pria. Ia berdiri di luar toilet dan berteriak, "Ran! Kamu di dalam gak?" Satu menit penuh, ia menunggu. Namun, tak ada yang menyahuti. Malah hanya ada seorang pemuda—yang ia taksir merupakan kakak kelas—yang keluar dan menatapnya aneh. Ia pun hanya bisa meringis malu.

Buru-buru, Sheira meninggalkan toilet. Tak ada lagi tempat yang bisa terpikirkan olehnya. Karena ia jarang sekali berkeliling sekolah untuk mencari tempat yang nyaman dan tenang. Maka dari itu, sekarang ia hanya mengikuti ke mana kakinya akan membawanya. Keningnya berkerut saat tahu-tahu ia sudah mencapai gudang belakang sekolah, tempat yang jarang didatangi oleh siswa-siswa normal. Yah, mungkin ada beberapa siswa yang datang untuk membolos.

Saat kakinya hendak membawanya pergi, indra pendengarannya mendengar sesuatu, seperti orang yang sedang berdebat. Penasaran, Sheira pun diam-diam mendekati asal suara. Saat sudah dekat, ia tersadar bahwa menguping merupakan tindakan tak terpuji. Ia pun menepuk jidatnya dan menganyunkan langkah menjauh. Baru tiga langkah yang ia ambil, ia mendengar namanya disebut. Dan setelah ia dengarkan dengan saksama, ia mengenali dua suara berlawanan jenis itu.

Setelah meyakinkan diri berkali-kali bahwa tak ada salahnya ia menguping karena ialah yang dijadikan bahan obrolan, Sheira pun bersembunyi di tempat terdekat dengan posisi kedua remaja itu.

"Aku rasa kamu harus berhenti, Na! Stop nge-bully Sheira," tegur suara bariton yang sangat amat familiar di telinga Sheira.

Senyum gadis yang tengah bersembunyi itu terkembang lebar mendengar hal tersebut. Randy menemui Kirana secara pribadi untuk menegurnya. Hanya demi dirinya seorang. Hatinya menghangat sama seperti pipi dan telinganya saat ini.

"Kenapa? Kamu beneran jatuh cinta sama si cupu itu? Kamu gak ingat ini cuma taruhan?" sergah Kirana tak terima.

Randy mengacak rambutnya frustrasi. "Kamu gak ngerasa kamu kekanakan banget?" tanyanya sinis.

Kirana terkekeh pelan. "Aku kekanakan? Gak kamu yang lebih kekanakan?" balas Kirana disertai dengan tawa mengejek.

"Kamu! Jaga mulut kamu, ya!" hardik Randy membuat Kirana tersenyum miring.

"Benar, 'kan? Kamu ke sini kan sekalian kabur. Selain karna tergiur sama taruhannya aku?" tembak Kirana membuat Randy terdiam selama beberapa sekon.

Randy menghela napas panjang. "Terserah kamu mau mikir apa. Tapi yang penting, aku mau kamu hentiin perundungan kamu ke Sheira. Kamu gila? Hanya karena kamu denger rumor gak berdasar dia itu pembunuh, lalu kamu cap dia beneran pembunuh gitu? Terus kamu ngerundung dia?" ujar Randy berang.

Kirana tersentak. "Dari mana kamu tahu? Seingatku, aku gak pernah cerita, deh," tanya gadis berambut sebahu itu tak penasaran. "Dia cerita sama kamu kalau emang dia pembunuhnya?" lanjutnya lagi dengan mata berbinar.

Randy menggeleng. "Dia emang cerita, tapi bukan dia pembunuhnya. Itu kecelakaan. Aku juga udah konfirmasiin sama asisten rumah tangga yang kerja di rumahnya, kok," jelas Randy. Ada setitik rasa iba yang menyapa nuraninya.

Kirana hanya ber-oh ria. Tak ada penyesalan di wajahnya karena sudah merundung Sheira selama ini. "Ya udah, sih. Lagian kita kan hanya main-main doang. Anaknya aja gak marah, kok. Kenapa kamu yang sewot?" sembur gadis itu tak terima. "Lagian bukannya kamu sama aja? Kamu lebih parah lagi. Mainin hatinya dia. Jangan bilang taruhannya mau kamu hentiin," lanjut Kirana membuat Sheira mengerutkan kening tak mengerti.

Taruhan? Taruhan apa? Ia menatap curiga pada Kirana dan Randy yang terlihat akrab, walau dalam keadaan bersitegang. Sheira memilih untuk menunggu, mungkin saja ia bisa mendapatkan informasi lebih.

"Taruhan? Tentu aja masih jalan. Gila aja aku yang udah ¾ jalan main nyerah gitu aja," balas Randy disusul dengan tawa mengejek. "Lagian, dia itu gampang banget diluluhin hatinya. Thanks to you. Karena kamu sering ngerundung dia, dia jadi gak punya teman. Masuk ke hatinya sangat mudah," lanjut pemuda berkulit putih itu.

Sheira tercekat. Ia tak bisa mempercayai apa yang barusan ia dengar. Hati Sheira hancur seolah diremas oleh tangan tak kasat mata. Kepalanya mendongak, mencegah banjir di kedua pipinya. Tangannya masih setia membekap kuat mulutnya agar isakannya teredam sempurna. Ia menatap kedua remaja itu tajam dan penuh dendam.

"Kamu emang berengsek, Ran," kekeh Kirana seraya melayangkan pukulan ringan pada bahu Randy.

Randy tertawa kecil. "Makasih pujiannya." Tangannya terulur untuk ber-high five ria dengan Kirana yang menyambut dengan senang hati. "Kamu emang sepupu aku yang paling ngerti aku, deh," godanya membuat Kirana memukulnya keras.

"Tentu aja. Siapa dulu? Kirana!" balas Kirana jumawa. Keduanya tertawa dengan puas tanpa menyadari bahwa ada satu hati yang patah akibat kelakuan mereka.

Sheira berdiri dan berlari meninggalkan tempat itu. Auranya menggelap. Belum pernah ia merasakan terkhianati seperti ini. Randy memang telah mengajarkannya apa itu pertemanan dan Randy pulalah yang mengajarkan ia apa itu pengkhianatan. Kedua tangannya terkepal kuat. "Kalian yang ingin bermain. Aku akan menyediakan wahananya untuk kalian," janji gadis berkucir itu pada dirinya sendiri.

Ia melangkah menuju kelas. Menunggu kedatangan Randy dengan tenang dan bertindak seolah-olah ia tak mendengar dan melihat apapun. Ia akan mengikuti alur kedua remaja itu hingga mereka merasa di atas angin dan senang sebelum akhirnya ia akan melumat mereka dengan kejam. Ia berjanji akan memberikan kembali semua rasa sakit yang telah ia terima.

Sesuai tebakannya, Randy masuk kelas beberapa saat kemudian. Dengan senyum lebar dan nada lembut, ia bertanya, "Udah kelar, Shei?"

Sheira tersenyum tipis dan mengangguk semangat. "Udah. Yuk, balik," ajaknya. "Hari ini, Bi Ijah masakin sayur asem. Katanya kamu suka kan? Bi Ijah juga ada bikin sambel belacan," celoteh gadis itu ringan.

Mata Randy berbinar senang. "Wah! Beneran? Asyik, nih!" serunya. Ia memimpin jalan menuju pelataran parkir tanpa menyadari bahwa mimik Sheira berubah datar di belakangnya.

"Oh, iya, Ran. Bentar lagi aku ulang tahun. Dari dulu aku pengen ngerayain bareng temen-temen. Kira-kira bisa gak, ya?" tanya Sheira membuat Randy menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Tentu aja bisa. Nanti aku bantuin kamu buat nyebar undangan," ujar Randy senang.

Sheira mengangguk. "Kayaknya gak usah banyak-banyak, Ran. Mungkin cukup kamu, Kirana dan teman-temannya aja," bisik Sheira pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Randy. "Aku ingin manfaatin momen ini biar bisa berteman sama mereka. Kamu mau bantuin aku, 'kan?"

Randy mengangguk setuju. Ia juga menganggap ini adalah ide yang bagus untuk mengakrabkan diri. Lagi pula, ia merasa kasihan pada Sheira yang selalu dirundung oleh Kirana dan teman-temannya. Ia pun sudah menangkap gelagat bosan pada teman-teman Kirana saat mereka merundung Sheira. Mungkin memang benar ini saatnya gencatan sejata dan perdamaian antara kedua kubu itu.



--------------------
1198.27072021
3 hari lagi habis nih.
Jangan lupa dukung karya HMT lainnya, ya.
1. Elegi - Maharin
2. Bloody Diary - Lynch_A
3. Mizu Secret - Uchiha_1723_Fara
4. Save Me - MeltySari24

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro