Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXV

"Hayo! Lagi ngapain?"

Sebuah suara bariton menginterupsi kegiatan menghapal gadis berkucir kuda itu. Gadis itu menoleh dan mencebikkan bibirnya sebal. "Lagi masak," balasnya.

Pemuda berkulit putih itu terkekeh pelan. "Oh? Masak apa, nih? Mau dong aku kalau gitu," balasnya membuat sang gadis melotot sebal.

"Udah tau lagi belajar. Malah tanya lagi ngapain. Kamu gak ingat habis ini ulangan sejarah?" ujarnya sambil mengalihkan pandangan ke bukunya kembali. Matanya kembali sibuk dilarikan ke setiap deretan huruf yang ada di buku.

"Shei," panggil pemuda yang terabaikan itu.

Sheira memilih untuk mendiamkannya saja. Soalnya kemarin malam, ia lupa belajar akibat bermain game online bersama Randy. Dan sekarang, waktu belajarnya hanya sisa 5 menit lamanya. Maka dari itu, ia harus melahap semua materi yang hendak diujikan sekarang juga.

Pemuda tersebut tersenyum, sebuah ide jail menyapa otaknya hingga ia pun tak sabar untuk segera mewujudkannya. Tangannya tergerak ke atas untuk menarik ujung kuciran gadis itu. Awalnya, gadis itu memilih untuk mengabaikan saja. Namun, lama-kelamaan tarikan tersebut semakin intens hingga kepalanya ikut bergoyang naik turun.

Tangan Sheira bergerak ke arah perut pemuda jail itu, lantas mencapit sedikit daging yang ada di perut pemuda tersebut dengan jari jempol dan telunjuknya. Teriakan kesakitan menggema di ruangan kelas. Semua mata menoleh dan menatap Randy heran.

Randy meringis—malu dan juga sakit. "Sorry," ujarnya seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada karena telah mengganggu seisi kelas.

"Shei," rengeknya kembali saat tak ada lagi mata yang menatapnya aneh. Saat tangannya kembali terulur untuk menarik kuciran tersebut, teringat kembali kejadian beberapa detik yang lalu hingga ia pun mengurungkan niatnya.

Randy memilih menyerah. Ia menaruh kepalanya di atas meja, mengamati ekspresi serius Sheira yang tengah melahap isi buku dengan terburu-buru. Kening gadis itu menjadi berkerut dalam saat ada materi yang tak bisa ia mengerti. Dan hal itu membuat tangan iseng Randy kembali menjailinya.

Tangan putih dan kekar itu bergerak menuju kening Sheira yang terlipat, lalu mengurutnya perlahan hingga kening itu kembali lurus. Walau sedetik kemudian, kening itu kembali terlipat. Namun dengan mimik yang berberda. Kini, wajah Sheira semerah tomat membuat Randy tersenyum senang.

Mungkin karena ia merupakan teman pertama Sheira, setiap melakukan skinship  Sheira akan memerah. Lalu, selama beberapa detik lamanya kerja otak gadis itu akan melambat. Jika Sheira ada program komputer, mungkin saja notifikasi yang berisi 'Sheira Agnesia Wirawan.exe has stopped running'. Dan Randy sangat menyukai hal itu. Menurutnya Sheira yang tengah 'error' sangatlah lucu.

Satu. Dua. Tiga. Empat. Sepuluh. Dua puluh lima. Enam puluh. Butuh waktu satu menit penuh membuat Sheira menoleh dan menatapnya sebal. "Waktuku tak banyak! Ini semua gara-gara kamu. Jangan diganggu kenapa?"geram gadis berkucir itu.

Randy tertawa. Ia benar-benar menyukainya. Rasanya sangat adiktif sekali membuat Sheira 'error'. Bibirnya terbuka, tetapi tak ada yang keluar dari bibir tersebut karena terpotong oleh teriakan nyaring bel sekolah. Pelajaran sejarah telah dimulai. Tinggal menunggu gurunya masuk, maka ujian pun bisa dilaksanakan.

"Daripada belajar sejarah, mending kamu belajar aja caranya biar bisa makin deket sama aku," celutuk Randy masih tetap kekeh mengganggu Sheira yang sudah panik. Terlihat dari gerak bola mata Sheira yang bergerak dengan kecepatan penuh meneliti setiap huruf yang ada di buku tersebut.

"Ah! Gak seru kamu, Shei. Sejarah itu masa lalu, gak perlu diingat-ingat lagi. Mending ingat aku aja," celutuk Randy lagi.

Sheira benar-benar gemas dibuatnya. Sedikit lagi, hampir selesai. Bertepatan dengan Sagianto—guru sejarah—memasuki kelas. Sheira menyudahi kegiatan menghapalnya. Tak lupa, ia menggunakan buku tersebut untuk menabok wajah tampan Randy yang masih sibuk menatapnya memelas.

Randy megaduh kesakitan—dengan suara yang cukup kencang lagi—hingga semua mata tertuju padanya dengan pandangan aneh, tak terkecuali Sagianto dan Sheira agar tak menimbulkan tanda tanya pada seisi kelas.

"Kamu kenapa, Anak Baru? Ada yang sakit?" tanya Sagianto dari depan kelas. Tak ada nada khawatir sama sekali. Mungkin saja pertanyaan itu ditujukan hanya demi formalitas saja.

Randy segera berdiri tegak dan menggeleng tegas. "Saya tidak apa-apa, Pak. Hanya terantuk meja saja," balasnya malu-malu disertai dengan kekehan kecil.

Sagianto mengangguk puas. "Ya sudah. Salamnya tidak usah. Siapkan kertas ujian kalian saja. Baris paling belakang, kumpulkan catatan dan buku teks sejarah teman-teman kalian ke depan," titahnya membuat suasana kelas menjadi riuh.

Terdengar suara kertas yang tersobek,suara gesekan kaki kursi dengan lantai, serta bisik-bisik yang meminta kertas ujian pada teman lain mendominasi ruang kelas. Sagianto terlihat tak peduli dengan keributan tersebut. Keributan itu bertahan selama lima menit lamanya. Selama ujian berlangsung, keadaan kelas berubah senyap.

"Shei, jawaban yang ini apaan?" bisik pemuda berkulit putih itu pada teman sebangkunya. Ujung pulpennya menunjuk sebuah soal yang bertanya mengenai kerjaaan-kerajaan yang berdiri di masa lampau beserta siapa saja raja yang membawa kerajaan tersebut ke masa kejayaan.

Sheira melirik sekilas soal tersebut, lalu menggeser lembar jawabannya lebih dekat dengan Randy dan menunjukkan jawabannya dengan gerakan tak kentara. Sebenarnya, Sheira enggan melakukan hal itu. Akan tetapi, ia merasa kasihan dan juga tak enak jika Randy tak lulus dalam ujian kali ini. Selama dua bulan terakhir, Randy selalu membantunya. Ia bahkan tak lagi mencicipi ide aneh Kirana untuk membuatnya tak betah bersekolah. Saat ini, ia tengah merasakan nikmatnya masa-masa SMA yang diceritakan orang-orang. Dan semua itu, berkat Randy. Maka dari itu, ia ingin membantu Randy sebisanya.

"Thank you," bisik Randy setelah selesai mencatat. Waktu ujian tak sisa banyak, hanya tinggal 3 menit lagi. Semua murid terlihat sudah pasrah dengan jawaban mereka. Berbeda dengan Randy yang terlihat puas. Ia yakin, kali ini ulangan sejarahnya tak akan mendapatkan nilai merah. Dan itu semua berkat Sheira yang mengajarinya semua soal.

Bel pergantian mata pelajaran berbunyi, menandakan ujian pun telah berakhir. Desahan-desahan lega akibat tak harus berkutat dengan soal mendominasi ruang kelas tersebut. Setelahnya, kelas dilewati dengan suasana biasa—membosankan dan penuh perjuangan melawan kantuk—hingga sampai ke mata pelajaran terakhir.

"Ah! Akhirnya! Selesai juga," seru Randy bahagia. Di sekolah, ia hanya senang dengan pelajaran fisika dan juga laboratorium saja. Ia senang bereksperimen dan juga senang meluruskan otak dengan berbagai rumus di fisika. Maka dari itu, selain pelajaran fisika dan laboratorium, ia merasa sekolah adalah tempat penyiksaan sempurna untuk anak-anak.

Sheira menggeleng melihat tingkah teman sebangkunya. Segera setelah membereskan barang-barangnya, gadis berkucir kuda itu bangkit dan berjalan keluar kelas.

"Loh? Shei! Tunggu!" susul Randy secepat kilat.

Sheira menoleh dan menatap Randy dengan mimik heran. "Kenapa? Kan udah gak ada kelas," jawabnya polos.

Randy menghela napas lelah. "Ayo makan," ajaknya membuat Sheira menatapnya bingung.

"Gak mau. Mau pulang. Makanan kantin gak seenak masakan Bi Ijah," balasnya membuat Randy melotot kaget.

Tangan kekar itu terulur untuk mengacak rambut Sheira gemas. "Makan di luar lah. Masa makan di kantin?" tanyanya sarkas.

"Kenapa? Kamu ulang tahun?" tanya Sheira polos.

Tawa meluncur bebas dari bibir penuh Randy. Reaksi Sheira benar-benar menyegarkan. Biasanya, orang-orang pasti akan ikut saja jika diajak makan. Atau mungkin pertanyaan pertama yang terajukan adalah 'kamu yang traktir?'. Akan tetapi, Sheira malah bertanya apakah hari ini ulang tahunnya apa bukan.

"Iya, aku ulang tahun," balasnya seraya terkekeh pelan. Ia berniat mengisengi Sheira lebih jauh lagi.

Sheira tersenyum lebar. Tangannya terulur ke depan. "Selamat ulang tahun," ujarnya senang.

"Iya. Makasih. Tapi bukan hari ini, Shei." Tawa Randy pecah. Sementara, Sheira mendengkus sebal. Lagi-lagi, Randy mengerjainya.

Gadis itu pun memilih untuk meninggalkan pemuda yang selalu mempermainkannya itu setelah menghentakkan kakinya beberapa kali. Semua panggilan Randy ia abaikan. Kakinya melangkah mantap menuju jalan besar. Namun, baru sampai gerbang sekolah. Sebuah tangan kekar menyeretnya masuk kembali dan menuju pelataran parkir.

Sheira yang masih mencerna apa yang terjadi merasakan sesuatu yang berat tersangkut di kepalanya. Kepalanya mendongak dan langsung menangkap senyum puas dari bibir Randy yang telah berhasil memakaikan helm padanya. Randy naik ke atas motor putihnya, lalu melirik ke arahnya. Memintanya naik dengan gerakan kepala.

Memilih pasrah, Sheira mengikuti permintaan Randy. Sheira naik ke boncengan dan berpegangan pada tas Randy. "Kita mau ke mana?" teriak Sheira mengalahkan desau angin.

Randy hanya tersenyum tipis tanpa menjawab pertanyaan Sheira yang sudah diajukan beberapa kali. Ia melajukan motornya dengan kecepatan sedang membawa Sheira ke salah satu cafe favoritnya. Siang itu, ia pertama kalinya Sheira merasakan keluar bersama teman dan makan siang di luar. Selama ini, ia hanya berada di rumah dan selalu sendiri. Namun, hari ini berbeda. Dan ia senang dengan hal itu. Diam-diam, ia berharap kalau ini akan terus terjadi ke depannya.



---------------
1396.25072021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro