Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XVI

"Hei! Itu gak bisa dijadikan bukti kalau aku dalangnya, dong!" seru Randy tak terima. Bagaimana bisa celotehannya saat ia masih kecil dijadikan bukti pendukung bahwa ialah dalang dari semua permainan sinting ini? Ini benar-benar gila!

Tanpa sadar, Kirana mundur saat Randy bergerak ke arahnya. Hatinya sedikit goyah saat mimik terluka Randy terlihat jelas. Apakah memang benar bukan Randy pelakunya? Akan tetapi, Randy-lah yang paling aneh di antara mereka.

Randy yang paling tenang di setiap permainan. Ia juga seolah tahu kapan harus memimpin di depan dan kapan harus berjaga di belakang. Dari awal, hanya Randy yang terlihat paling bisa menguasai diri. Ia bahkan tak terlihat terganggu dengan kematian teman-teman yang lainnya.

"Jangan bohong! Aku lihat kamu lega sesaat waktu teman-teman yang lainnya mati," tuding Kirana membuat Randy tersentak. Wajahnya memutih dan tangannya terkepal. Bibirnya terkunci rapat seolah tak ada penyangkalan yang bisa ia berikan.

"Benar. Aku memang lega. Aku lega karena bukan aku, kamu, atau Sheira yang mati. Memangnya salah?" Randy membela dirinya membuat Kirana terdiam. Perkataan Randy sama sekali tak salah. Sejujurnya, jauh di dalam lubuk hatinya, ia juga merasa sedikit lega karena bukan dirinya yang meregang nyawa.

Akan tetapi, itu dan ini adalah dua masalah yang berbeda. Ia menggelengkan kepalanya kuat. Tidak! Semua bukti terlalu jelas untuk menyangkal bahwa bukanlah Randy dalangnya. Pasti saat ini Randy sedang menggoyahkannya saja. Ia tahu Randy adalah orang yang bisa membunuh orang lain, jika ia menganggap itu perlu.

"Gini, deh! Coba kamu pikir baik-baik, Na! Menurutmu, apa untungnya buat aku nyiptain permainan sinting ini dan membunuh teman-teman?" tanya Randy berusaha untuk tetap tenang. Walau begitu, kegusaran dalam suaranya tak bisa ia tutupi dengan sempurna. Dan hal itu tertangkap oleh kedua gadis yang tengah menatapnya waspada.

"Apa kamu yakin ini bukan kamu, Ran?" tanya gadis berkucir satu itu dengan suara yang bergetar. Tampak jelas sekali bahwa gadis itu kini takut padanya.

Randy tak dapat menyembunyikan gurat luka di wajahnya. Ia benar-benar kecewa pada dua perempuan yang ia anggap berharga itu. "Sebegitu tak bisa dipercayanyakah aku? Coba kalian pikir baik-baik! Untungnya apa buat aku membunuh teman-teman?" geramnya kesal. Randy menjambak rambutnya frustrasi dan berteriak kesal.

Sheira dan Kirana yang kaget pun memekik seraya menuntup telinga dengan mata terpejam. Sekali lagi, hati Randy hancur berantakan melihat respons kedua gadis di hadapannya. "Terserah kalian saja, lah!" dengkusnya pasrah.

"A-aku bukannya mau komporin. Ta-ta-tapi ... kamu kan juga pernah bilang ke aku kalau kamu pengen buat rumah bermain yang isinya rintangan mengerikan dan kalau bisa kamu pengen bikin rintangan yang membuat orang meninggal pas main di rintangan itu." Sheira membeberkan sekeping kecil memorinya dengan Randy takut-takut.

Rahang bawah Randy terpisah dari rahang atasnya. Ia ingat kejadian itu. Sheira tak berbohong. Memang benar kejadian itu terjadi. Raut tak percaya ia hadiahkan pada gadis berkucir itu. Sebuah gelengan pelan ia berikan disertai dengan seringaian kecil dan tawa mencemooh.

****

Sheira baru saja kembali dari dapur dengan dua buah gelas dan satu jar sirup markisa dingin. "Minum, Ran," pintanya pelan sambil mendaratkan bokongnya di sebelah Randy.

Randy segera menuangkan sirup tersebut ke dalam gelas dan meneguknya hingga tandas. Cuaca panas membuat ia haus setengah mati. Ia pun merasa lebih hidup setelah meneguk sirup dingin buatan Sheira. "Makasih," ucapnya sembari tersenyum manis.

Pipi Sheira memanas hingga ke lehernya. Detak jantungnya meningkat pesat. Ia segera membuang muka dan bangkit dari duduknya. "Aku lupa belum ambil camilan." Sheira mengayunkan langkah ke dalam dapur lagi.

Saking sibuk menenangkan detak jantungnya, Sheira bahkan tak menyadari bahwa Randy berada tepat di belakangnya. "Camilan. Camilan. Camilan," gumamnya membuat Randy terkikik geli.

Pemuda itu tersenyum licik saat mendapati telinga Sheira memerah. Senyumnya semakin lebar saat melihat Sheira berjongkok dan menyembunyikan wajahnya di lipatan kakinya. Tawanya hampir meledak saat mendengar rutukan sebal Sheira.

"Dasar! Jantung! Tenanglah! Kalau Randy dengar aku bisa mati malu."

Setelah pipinya tak begitu panas, Sheira mengangkat wajahnya. Lalu, ditepuknya keras kedua pipinya. "Tenang, Shei! Tenang!" perintahnya pada diri sendiri. Kini kedua sisi pipinya kembali panas, tetapi panas yang kali ini karena sakit bukan malu.

Randy agak kaget saat melihat Sheira menepuk pipinya keras. Walau begitu, ia malah tertawa puas di dalam hatinya. Senyum tak pernah luntur dari bibirnya sejak ia mengekori Sheira ke dapur. Bahkan senyumnya lama kelamaan menjadi semakin lebar.

"Astaga!" pekik Sheira kaget begitu berbalik dan mendapati Randy sedang tersenyum seraya mengangkat tangannya ringan. "Kamu! Sejak kapan kamu di sana?" tanyanya panik—khawatir kalau-kalau Randy melihat semua tingkah memalukannya.

Randy memutar bola matanya dengan gaya menyebalkan. Seringaian jail tercetak sempurna di wajah tampannya. "Hmm ... sejak kapan, ya?" tanyanya seraya pura-pura berpikir.

Sheira mendengkus. Ia memilih untuk meninggalkan pemuda itu setelah menginjak kakinya dengan keras. Ia yakin Randy melihat semuanya—semua tingkah memalukannya.

"Aku bosan, Shei." Randy meletakkan kepalanya dengan santai di pangkuan Sheira. Ia terkekeh pelan saat merasakan betapa tegangnya Sheira. Ia yakin saat ini, tubuh gadis itu pasti sekaku patung.

Sheira mencari remote TV dan menyalakannya, ia membuka layanan Netflix pada TV-nya. "Ka-kamu mau non-nonton apa?" gagapnya. Matanya menatap lurus ke depan. Ia tak berani menunduk karena takut menatap wajah Randy yang selalu berhasil mengacaukan detak jantungnya.

"Oh! Itu! Aku dengar itu bagus," seru Randy seraya menunjuk drama Jepang yang berjudul 'Alice in Borderland'.

Sheira pun membuka drama tersebut. Keduanya fokus pada tayangan dari layar datar itu. Memekik kaget saat seorang gadis SMA meninggal akibat tertembak laser. Menyuarakan kekaguman mereka saat Arisu berhasil memecahkan teka-teki pintu di episode pertama.

Tontonan mereka terus berlanjut. Tanpa terasa, kini sudah sampai di episode 3. Episode tersedih dari seluruh episode yang ada di dalam sana. Saat Sheira hampir meneteskan air mata, tiba-tiba Randy bangkit dari posisi tiduran.

"Shei, keren deh bikin rumah bermain kayak gitu. Aku pengen bikin rumah bermain kayak gitu. Coba kamu bayangkan, kalau aku punya rumah bermain begitu, terus ada yang gak aku sukai. Contohnya, teman-teman yang selama ini bully kamu. Kita masukkin mereka ke sana. Suruh mereka ngelawati rintangan satu-satu, tapi tentunya harus gak ada yang boleh selamat dari rintangan itu. Keren kayaknya," celutuk Randy tiba-tiba membuat Sheira terkekeh geli.

"Kamu jangan aneh-aneh, deh," tegur gadis berkucir satu itu. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya. "Mungkin emang keren. Tapi itu serem tau? Kasihan sama orang yang dimasukkin ke sana. Udah capek-capek ngelewatin rintangan, tapi malah harus mati," lanjut gadis itu lagi dengan serius.

Randy menatap Sheira dengan pandangan yang tak bisa Sheira mengerti. Gadis itu pun mengangkat sebelah alisnya dan bertanya, "Kenapa?"

Randy mengangkat bahunya tak acuh. "Kamu gak sakit hati sama perlakuan temen-temen dulu?" tanyanya penasaran.

Sheira bergerak tak nyaman di tempatnya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Bohong kalau aku bilang aku gak sakit hati. Tapi aku rasa bukan itu yang paling penting sekarang. Bukannya berkat itu kita jadi berteman? Lagipula, sekarang aku dan mereka juga berteman, 'kan?" ujar gadis itu bijak.

Randy tersenyum tipis. Ia mengacak rambut Sheira gemas membuat gadis itu menepis tangannya geram. "Kalau aku jadi kamu, aku bakal balas dendam. Mungkin aku bakal balas dendam lebih parah dari itu. Kamu memang baik," puji Randy. Sinar mata pemuda itu sempat redup selama beberapa detik dan itu tertangkap oleh netra Sheira.

Gadis itu memilih bungkam, tak ingin membahas masalah ini lebih lanjut. Menurutnya, balas dendam dengan keji itu, entahlah. Ia tak begitu menyukai ide Randy. Akan tetapi, ia juga tak berhak untuk menghujat pemikirannya karena ia tak tahu apa yang dirasakan dan dialami oleh pemuda berlesung pipi itu selama ini.

--------------------
1234.16072021
Yuhu! Angkanya cantik. Wkwkwkk
Hmm ...
Menurut kalian, siapa sih dalang di balik ini semua? Apa memang dalangnya salah satu di antara mereka atau sama sekali gak ada dalangnya? Komen, ya..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro