Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XIX

Sheira menggenggam sebanyak mungkin pasir dan kerikil yang bisa ia dapatkan dari lantai dan melemparkannya tepat waktu—saat Kirana berada tepat di hadapannya. Ayunan langkah gadis berambut sebahu itu terhenti akibat penglihatannya yang terhalang. Kirana menggeram kesal.

Sheira mengambil kesempatan itu untuk memperlebar jarak di antara mereka. Sembari terus bersikap waspada jika sewaktu-waktu Kirana menerjangnya lagi secara tiba-tiba.

"Sialan kamu, Shei!" maki gadis berambut sebahu itu geram. Ia mengucek matanya yang kemasukan debu dan kerikil kecil. Matanya belum bisa terbuka saking perihnya.

Sheira tertawa mencemooh. "Kamu duluan yang mulai nyerang. Aku hanya membela diri," balasnya tak mau disalahkan.

"Kamu mencurigakan! Kamu dalangnya, 'kan? Beberapa kali aku melihatmu berekspresi dengan aneh," raungnya marah. Kedua tangannya mengepal kuat. Urat-urat yang ada di pelipisnya menonjol keluar. Terlihat kedutannya yang kencang menandakan bahwa gadis itu tengah murka.

Sekali lagi, kekehan kecil meluncur dari bibir pink milik Sheira. "Aku? Mencurigakan?" tanyanya dengan nada mencemooh yang begitu kental.

Kirana menggeram marah. "Jangan berlagak bego, deh!" hardiknya membuat Sheira membulatkan mulutnya sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya seolah-olah ia sedang takjub akan sesuatu.

"Berlagak bego?" beo Sheira dengan wajah polos, sepolos pantat bayi.

Mata Kirana yang merah menatap Sheira dengan tajam. Kirana mencebik, lalu mendecih pelan. "Iya! Berlagak bego," ulangnya penuh penekanan.

Sheira memiringkan kepalanya, lalu meletakkan telunjuknya di dagu. Binar matanya memancarkan kebingungannya. "Kapan aku berlagak bego, Na?" tanyanya lembut.

"Kamu—" Gadis berambut sebahu itu menjambak rambutnya frustrasi. Pembicaraan ini tak akan ada habisnya. Memorinya mengulang kembali beberapa momen janggal yang terjadi sebelumnya.

*******

"Shei, kamu masih di sana? Mending kamu diam di tempat kalau gak mau kesandung sesuatu." Randy memberi saran seraya mencari tempat untuk mendaratkan bokongnya agar tak menyandung sesuatu

"Iya, kok, Ran. Ini aku lagi diam di tempat," balas Sheira yang nada suaranya terdengar agak janggal.

Beberapa menit berlalu, lampu pun kembali hidup. Kirana menatap Sheira dengan pandangan aneh karena posisi gadis berkucir itu berbeda dengan yang terakhir ia lihat. Bahkan, jika penglihatannya tak salah, ia yakin Sheira sempat menyeringai kecil selama beberapa sekon. Walau begitu, ia tak ingin ambil pusing dan langsung melancarkan ide baru untuk mempermalukan gadis itu.

*******

"Ahhhhhhh." Lengkingan teriakan Vivian memenuhi gendang telinga mereka semua.

Boom!

Randy yang penasaran dengan apa yang terjadi pun mencari tahu dengan mengintip dari balik pintu. Ia jatuh terduduk membuat jantung Kirana mencelus. Ia tahu ada yang tak beres, kepalanya segera berputar untuk melihat reaksi teman-teman lainnya. Bagas, Martin, Styfan menegang dengan wajah pucat. Sementara Sheira langsung menunduk, tubuhnya bergertar hebat. Ia menyembunyikan wajahnya di lipatan kakinya.  Akan tetapi, sebelum wajahnya tersembunyi sempurna, Sheira melihat sudut bibir gadis berkucir satu itu berkedut seolah tengah tertawa.

Walau begitu, ia mencoba mengusir kecurigaannya karena bisa saja ia salah lihat karena terlalu kaget. Apalagi, tak lama setelah itu Randy mendekati gadis itu dan wajahnya sudah kacau berurai air mata.

********


"Lalu kamu mau apa? Mau nyusul Martin di bawah sana? Sadar! Pikirin baik-baik! Orang yang masih hidup, hidupnya terus berjalan. Beda sama orang yang udah mati. Lebih bagus, sekarang kamu benahi pikiran kamu. Kita harus tetap lanjut buat ke ruangan selanjutnya kalau kita gak mau mati di sini," tegas Randy membuat teman-temannya memandangnya tak percaya.

Kekecewaan Kirana meluap. Randy tak pernah memperlakukannya sekasar itu. Ia menggigit bibir bawahnya kuat, lalu mengedarkan pandangannya ke arah lain. Tanpa sengaja, ia melihat binar senang yang ada di mata Sheira. Ia sempat tertegun sejenak sebelum diseret paksa oleh Randy. Matanya kembali menatap Sheira yang sudah berurai air mata, terlihat kekagetan dan kesedihannya atas meninggalnya Martin. Sekali lagi, ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia tengah berhalusinasi akibat terlalu syok.

**********

"Bagas!" seru Sheira kaget. Kirana langsung melongokkan kepalanya dari balik punggung Sheira. Keningnya mengernyit saat menangkap kedutan di sudut bibir Sheira. Namun, ia harus membuang pemikiran itu karena saat ini, itu tidaklah penting. Mengecek kondisi Bagas lebih penting. Ia hampir saja terjengkang saat melihat Bagas masuk ke dalam sebuah perangkap hewan berukuran jumbo.

Sinting! makinya dalam hati pada siapapun yang sudah membuat hal tersebut. Niat orang itu sangatlah patut diacungi jempol. Sudah membuat perangkap hewan berukuran jumbo hingga bisa dimasuki oleh manusia dewasa dengan tinggi 178 cm. Perangkap itu ditambah pula dengan kawat silet di dalamnya yang siap mengoyak kulit siapa saja yang terperangkap di dalamnya.

Gadis berambut sebahu itu tak lagi memperhatikan apa yang sedang terjadi, yang ia tahu, ia harus menyelamatkan temannya itu. Ia melarikan matanya memperhatikan sekitar perangkap itu, ada tali katrol yang mulai tersobek akibat tergesek kawat silet. Bagas akan benar-benar jatuh dan meregang nyawa jika mereka tak bisa menariknya ke atas.

Ia dan Styfan berusaha keras menahan agar perangkap tersebut tak jatuh. Walau ia harus menahan perih lantaran tangannya tersayat oleh kawat silet. Ia hanya bisa berharap Randy dan Sheira bisa kembali secepatnya dengan membawa sesuatu yang bisa digunakan untuk membantu mengeluarkan Bagas dari perangkap itu.

Tangannya benar-benar sudah tak kuat lagi. Batinnya berteriak, memohon agar Randy dan Sheira cepat kembali. Akan tetapi, Bagas malah memilih untuk meninggalkan mereka. Dan tepat di saat tubuh Bagas jatuh ke bawah, Randy dan Sheira kembali dengan tangan kosong serta wajah lesu.

Kemarahan menguasainya. Ia berpikir, kedua remaja itu sengaja datang di waktu yang tepat—saat Bagas menyerah. Ia bisa melihatnya, walaupun wajah keduanya menunjukkan kekecewaan. Entah mengapa, binar di mata mereka malah menunjukkan kelegaan seolah mereka sudah menyingkirkan suatu beban yang berat.

Kirana tahu itu, tetapi ia tak bisa mengatakan apapun karena tak memiliki bukti yang cukup kuat. Akhirnya, ia hanya bisa memilih diam dan menutup mulutnya rapat-rapat. Lagi pula, ia tahu dengan jelas kalau kedua remaja itu memang kurang menyukai Bagas yang bermulut pedas.  Walau sebenarnya Bagas adalah pemuda yang baik, terkadang bibirnya yang pedas—seolah selalu makan satu ton cabai setiap harinya—selalu membuat orang sakit hati setiap ia membuka mulut. Jadi, ia rasa sedikit wajar keduanya merasa lega karena tak harus mendengar omongan pedas lagi.

*************

Kirana tersenyum miris. Sebenanrya, ia sudah mendapati begitu banyak kejanggalan pada diri Sheira. Ia benar-benar bodoh. Karena ketakutannya pada pemikiran Randy yang tak bisa ditebak, ia malah bekerja sama dengan dalang dari permainan gila ini untuk menghabisi nyawa sepupunya.

Tolol! kekeh gadis berkulit putih dengan tinggi 165 cm itu miris. Saat ini, ia hanya ingin menjedotkan kepalanya ke tembok hingga bercucuran darah.

"Aku pasti akan membunuhmu," desis Kirana penuh amarah. Gadis itu menerjang ke arah Kirana yang sudah dalam posisi siap. Kali ini, Kirana yakin ia tak akan jatuh ke dalam trik kotor milik Sheira lagi.





---------------------
1062.19072021
Eum...
Part kali ini banyak flashback-nya ya?
Sengaja sih.
Karena aku ingin memperlihatkan dari sisi Kirana, cuma kayaknya gak berhasil ya? Maafkan ilmuku yang masih cetek.
Semoga kalian suka..
Jangan lupa main ke lapak anak HMT lainnya ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro