Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XI

Sheira terbangun dari tidurnya dengan napas terengah. Ia menarik kedua lututnya ke atas dan menenggelamkan wajahnya di antara lipatan pahanya. Menarik napas panjang, lalu mengembuskannya dengan perlahan. "Bisa-bisanya mimpiin itu," desahnya kalut. Setelah berhasil menenangkan detak jantungnya yang sempat menggila, ia mengangkat wajahnya.

Teman-teman masih terlelap, sepertinya mereka benar-benar lelah. Ia pun memilih untuk membiarkannya saja. Karena sudah terbangun dan tak bisa tidur lagi, Sheira memilih untuk duduk di sudut ruangan seraya memutar kembali percakapannya dengan teman-temannya tadi malam.

"Apa salah kita sampai kita harus dijadikan bahan permainan? Memangnya nyawa kita itu gak berharga, ya?" isak Kirana kembali pecah. Gadis berambut hitam sebahu itu meletakkan lengannya di atas matanya.

Sheira terdiam, ia memiliki banyak keluhan atas sikap Sheira dan teman-teman lainnya selama ini. Akan tetapi, ia tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk membahas itu semua. Mereka sedang lelah fisik dan mental jadi ia tak perlu menciptakan perkelahian yang tak ada gunanya.

"Walau rumah suasananya gak enak, kuharap aku ada di rumah sekarang," desahnya penuh rindu.

Sekali lagi, Sheira hanya bisa terdiam. Ia memikirkan kembali suasana rumah yang dingin—jika tak tegang karena kepulangan sang ayah. Sejujurnya, tak ada bedanya suasana di sini dengan di rumah. Namun, lagi-lagi, ia tak bisa mengungkapkannya.

Lamat-lamat, Sheira mendengar langkah kaki mendekatinya dan Kirana. Ia yang tiduran dengan mata terpejam pun membuka mata, tertangkap oleh netranya kalau Randy sedang mendekatinya—tidak, lebih tepatnya Kirana. Pemuda berlesung pipi itu berjongkong di dekat Kirana dan mengelus kepalanya pelan.

"Aku bakal pastiin kalau kamu bakal pulang ke rumah dengan selamat bahkan kalau nyawaku itu taruhannya, Na," ungkapnya pelan seraya mengelus lembut rambut yang mulai kusut karena terlalu lama tak dicuci.

Lengan Kirana terangkat. Wajahnya yang menatap Randy terlihat mengeras. "Jangan ngucapin sesuatu yang gak akan sanggup kamu lakuin, Ran. Kamu bakal nyesal nantinya," desis Kirana dingin. Terlihat sekali kalau gadis itu tak percaya pada lelaki itu.

Randy menarik tangannya dan menghela napas lesu. Tak ada yang bisa ia lakukan jika Kirana tak mempercayainya. Mau dia mengatakan sampai mulutnya berbusa pun, gadis itu tak akan mempercayainya. Ia hanya perlu membuktikannya saja. Ya, kalau mau dipikirkan kembali, bukan salah gadis itu tak mempercayainya. Ia bahkan juga tak bisa mempercayai dirinya sendiri.

"Terserah kalau kamu gak percaya. Aku paham," desah pemuda itu, lalu duduk bersila di samping gadis itu. Ia memeluk kedua lututnya dan menumpukan kepalanya di atas lipatan kaki—menghadap ke Kirana.

Mata pemuda itu menerawang. "Menurutku, tak buruk juga di sini," bisik pria itu pelan, tetapi terdengar sangat jelas di telinga teman-temannya.

Kirana menegang, begitu pula Styfan—tak menyangka pemuda itu terdengar lega sekaligus senang berada di sini. Sementara itu, Sheira tersenyum tipis karena ada yang sepemikiran dengannya. Bukan karena ia gila, melainkan suasana di sini maupun di rumah sama saja. Bedanya, di sini ia memiliki teman, tetapi di rumah tidak. Maka dari  itu, ia merasa sedikit senang dan tenang berada di sini walau kemungkinan hidupnya terancam tinggi.

"Kamu gila!" seru Styfan tanpa sadar. Pemuda berkacamata dan ramping itu segera menutup mulutnya. Rasa kantuknya hilang tak membekas akibat bisikan lirih Randy.

Randy tersenyum kecil. "Anggap saja begitu. Menurutku, mau di sini atau di luar. Sama saja. Sama-sama neraka. Tapi kalau di sini, rasanya lebih menyenangkan karena ada yang bisa kulakukan. Walau kemungkinan aku mati juga ada, tapi aku mungkin gak akan menyesal," ungkapnya tenang.

Sheira mengangguk samar-samar. "Dia benar. Mau di sini atau di luar sana sama saja. Sama-sama neraka. Mati di sini juga tidak apa-apa. Aku tak memiliki penyesalan apapun. Toh aku gak bakal dicari juga. Mungkin ... mati lebih menyenangkan," tutup gadis itu membuat diskusi itu mati.

Baik Kirana dan Styfan hanya terdiam. Mereka tahu apa maksud gadis berkucir kuda itu dengan jelas. Setitik penyesalan hinggap di sudut nurani mereka. Walau begitu, mereka tak mengungkapkannya sama sekali. Diskusi selesai, semua kembali meringkuk dalam diam—berkelana di pikiran masing-masing hingga terpejam akibat kelelahan.

***

Sheira berdiri dari duduknya, ia mengelilingi ruang check point dan memeriksanya dengan saksama. Tak ada yang aneh dari ruangan ini, sama seperti ruangan kebanyakan yang mereka datangi. Masih dilapisi semen tanpa sealer ataupun cat. Jendelanya pun masih belum memiliki kacanya, hanya ada rangkanya saja. Bedanya, di ruangan ini terdapat satu lemari rusak yang masih bisa dipakai.

Kakinya melangkah menuju lemari dan matanya mulai meneliti isi rak tersebut. Di rak tanpa pintu tak memiliki apapun yang berguna, selain sampah. Ia lantas berjongkok dan membuka laci yang memiliki pintu—tempat mereka menemukan kotak P3K malam sebelumnya. Tak ada lagi apapun di sana—lagi-lagi—selain sampah.

Helaan napas panjang gadis berkulit kuning langsat itu embuskan. Pencariannya di ruangan ini sia-sia. Matanya kembali meneliti ruangan, untuk mencari semacam ruangan rahasia—kalau-kalau ada. Akan tetapi, tentu saja, tak ada. Siapa yang akan membuat ruang rahasia di dalam sebuah gedung tua. Ah, ada. Orang gila yang membuat permainan sinting ini.

Pencarian tanpa hasil, membuat Sheira melangkahkan kakinya ke ruangan sebelumnya—ruangan tempat Martin harus meregang nyawa. Sheira menutup hidungnya akibat aroma anyir yang menyapa indra penciumannya. Ia bodoh sekali jika berharap menemukan sesuatu di ruangan yang bahkan tak ada lantainya.

Ia segera masuk ke ruangan check point kembali sebelum aroma bangkai membuatnya muntah. Tanpa melihat pun, ia tahu dengan jelas bahwa tubuh Martin tengah mengalami pembusukan di bawah sana. Sheira menggeleng kuat, mengenyahkan bayangan mayat Martin yang tiba-tiba mampir di benaknya.

"Dasar bodoh!" keluhnya sembari memukul kepalanya sendiri. Ia lantas berjalan ke depan. Sebelum kakinya melangkah melalui pintu, ia sempat menarik napas panjang guna menenangkan rasa mual yang mendadak mampir.

Setelah yakin ia akan baik-baik saja, ia pun melewati daun pintu dan memasuki ruangan gelap tempat Bagas harus berpisah dengan mereka selamanya.

Tak ada yang spesial dari ruangan itu. Sama saja dengan ruangan sebelumnya, dinding yang masih terpoles semen tanpa sealer dan cat. Namun, ruangan ini tak memiliki jendela sama sekali, hanya ada satu buah bola lampu neon yang masih menyala dengan gagahnya.

Mata Sheira terlebih dahulu berkeliling di ruangan tersebut. Karena tak menemukan ada yang aneh, ia pun melangkahkan kakinya pelan. Di sudut ruangan, terdapat sebuah kotak aneh mencurigakan yang entah mengapa luput dari perhatian mereka kemarin. Entah mungkin karena berada di tumpukan kertas bekas bungkus semen atau mereka yang kurang teliti memperhatikan ruangan tersebut karena panik, ia tak tahu sama sekali.

Sheira pun mengikis jaraknya dengan kota mencurigakan itu. Ia meminggirkan tumpukan kertas bekas bungkus semen itu agar dapat melihat isi kotak dengan jelas. Namun, ternyata kotak tersebut tertutup. Agak susah membukanya karena tutupnya berkarat. Walau begitu, setelah mencoba beberapa menit lamanya, ia berhasil membuka kotak tersebut.

Sesuatu yang meloncat keluar dari kotak membuatnya memekik kaget dan lantas mengambil langkah mundur. Binatang pengerat itu juga tak kalah kaget, ia langsung mundur meninggalkan Sheira yang syok. Kakinya masih terasa lemas sehingga ia pun terhuyung dan terjatuh.

Teriakan nyaring membuat rasa kantuk Kirana, Styfan, dan Randy—yang sempat terbangun akibat pekikan Sheira—lenyap dengan sempurna. Ketiga remaja itu terbangun dan memeriksa sekeliling ruangan untuk mengecek apakah anggota mereka lengkap. Begitu menyadari bahwa gadis berkuncir ekor kuda itu hilang, kepanikan pun melanda.

"Sheira!" seru ketiganya secara bersamaan dan langsung bubar dari ruangan.


----------------------
1178.11072021
Yuhuuuuuuuu!
Sheira kenapa, tuh?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro