Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VII

Randy menghela napas lelah. Ia menatap Sheira datar. "Shei, kalau dikasih makan, ya, makan aja. Gak usah curigaan. Lagian, kenapa juga dia majangin makan sama minuman segini banyak buat ngeracunin kita? Coba pikir baik-baik, dia bukan tipe orang yang bakal ngebunuh orang dengan cara beresiko seperti ini. Jadi, bisa disimpulkan kalau makanan sama minuman ini aman," jelas Randy tenang seraya membuka sebungkus roti lagi.

Sheira membuka mulutnya, jemarinya terangkat tinggi. Akan tetapi, tak ada suara yang ia keluarkan. Sorot matanya menunjukkan kefrustrasian. Sheira memilih untuk menjauhi Randy dan duduk di dekat Kirana saja, menenangkan gadis itu.

"Udah, Na. Kalau kamu nangis terus. Nanti kamu bisa sakit." Sheira memeluk Kirana dan menepuk-nepuk punggung gadis berambut sebahu itu pelan.

Kirana membalas pelukan itu erat. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Sheira. Isakannya masih saja belum berhenti.

Kirana mengurai pelukannya karena Randy memukulnya pelan. Sebuah air mineral gelas tersaji di depan mata Kirana. Alis Kirana terangkat naik tak mengerti. Tanpa mereka sadari, isakan Kirana terhenti akibat keheranan yang dialami gadis itu.

"Nih, minum. Kamu pasti haus karena teriak-teriak dan nangis dari tadi. Kalau bisa, jangan nangis lagi. Kalau kamu sampai sakit, kita semua bakal repot, Na. Kita gak bisa jagain orang sakit sambil melewati semua rintangan yang ada," jelas Randy tenang membuat Kirana mengepalkan tangannya geram.

Kirana mendengkus, alisnya menukik saat membalas tatapan datar Randy. "Kamu keterlaluan banget, Ran. Gak punya hati!" desis gadis itu kecewa. Bertahun-tahun ia mengenal Randy dan menganggap Randy penting, tetapi Randy malah tak memiliki pemikiran yang sama.

Saat ini, kalau ia sakit, Randy pasti akan membuangnya tanpa ragu karena ia adalah beban. Air matanya kembali mengalir. Ia menggigit bibir bawahnya kuat.

Suara kulit yang beradu dengan kulit membuat Kirana kembali mendongak. Ia melihat wajah Randy yang agak condong ke kanan dan pipi kirinya memerah berbentuk telapak tangan. Di hadapan pemuda itu, berdiri Sheira dengan napas memburu.

"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu ke Kirana? Kamu mau bilang kalau Kirana sakit dia bakal jadi beban gitu? Terus kamu mau ninggalin dia nanti? Kamu benar-benar gak punya hati, Ran. Aku kecewa sama kamu. Ke mana Randy baik hati yang aku kenal? Kamu jahat, Ran," geram gadis itu, lalu mengepalkan kedua tangannya kuat di sisi tubuhnya.

Randy menatap Sheira sejenak sebelum memalingkan wajahnya. Ia meringis merasakan panas di pipi kirinya. Randy menarik napas dalam dan mengembuskannya secara perlahan, menekan semua emosinya agar bisa tetap berpikiran jernih. "Aku bukan gak punya hati, tapi mencoba buat berpikir realistis," balas pemuda itu tenang.

Ia kemudian berjalan menuju meja dan mengambil dua bungkus roti dan dua gelas minum. Setelahnya ia melemparkan masing-masing satu pada Bagas dan Martin. "Aku udah makan dan gak kenapa-kenapa. Itu tandanya gak ada racun di makanannya. Kalian juga harus makan buat isi tenaga," jelasnya singkat. Ia lantas mengambil dua bungkus roti dan segelas minuman, lalu berjalan menuju Sheira.

Ditariknya tangan Sheira lembut dan diletakkannya sebungkus roti serta segelas minuman pada telapak tangan gadis itu. "Kamu juga harus makan," ujarnya pelan. Kemudian, ia beralih pada Kirana dan melakukan hal yang sama.

Setelahnya, ia mengambil posisi di sudut ruangan, jarak terjauh dari teman-temannya. Ia mengerti mengapa teman-temannya sekarang memandangnya dengan tatapan yang berbeda. Akan tetapi, ia tak menyesalinya sama sekali. Ia tak tahu sudah berapa lama mereka ada di dalam sini. Namun, satu hal yang jelas. Mereka semua harus hidup dan untuk itu, mereka harus merelakan semua yang sudah meninggal dan tak melihat ke belakang lagi.

"Mending kita semua istirahat di sini, tidur. Kalian pasti lelah," titah Randy yang tak dijawab oleh temannya satu pun. Walau begitu, ia tak peduli karena ia sudah sangat lelah dan hanya ingin istirahat saja. Matanya terpejam, tak butuh waktu lama jiwanya sudah menyeberang ke alam seberang.

Entah berapa lama mereka tertidur. Jiwa yang tengah melanglang buana akibat terlalu lelah, harus ditarik paksa kembali ke dalam raga akibat suara  debuman yang keras seperti ledakan. Mereka yang kaget langsung berlari menuju ruangan selanjutnya tanpa pikir panjang. Bahkan tak terlintas di otak mereka untuk mencari tahu dari mana suara tersebut berasal.

"Ahh!" teriak Kirana kencang saat merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh pundaknya. Setelah memasuki ruangan baru, ia tak bisa melihat apapun lantaran ruangan tersebut sangat gelap. Tak ada jendela maupun lampu di sana. Ia bahkan tak tahu di ruangan itu ada apa saja.

"Kamu kenapa teriak, Na? Kamu di mana?" tanya Sheira panik. Kedua tangannya ia arahkan ke depan untuk mencari sesuatu yang bisa disentuh. Setelah berjalan beberapa langkah, ia hampir saja terjatuh karena ada sebongkah benda yang setinggi lututnya menghalangi jalan. Beruntung ia tak harus mencium lantai karena hal tersebut. Akan tetapi, lagi-lagi teriakan Kirana memenuhi gendang telinganya.

"Ahhh! Ada yang nyepak aku. Ada yang megang aku." Kirana tak kuasa menahan histerianya. Ia paling tak suka dengan ruangan gelap. Apalagi ruangan gelap yang tak membiarkannya melihat satu benda pun.

Sheira terkekeh pelan saat menyadari penyebabnya Kirana berteriak dan penyebab ia hampir jatuh. "Kamu lagi jongkok, ya, Na?" tebak gadis itu di sela-sela kekehannya.

Kirana menoleh. Kepalanya berputar untuk melihat sekeliling, tetapi nihil. Terlalu gelap untuk melihat apapun. "Kok tahu? Kamu bisa liat? Ini gelap banget, Shei. Kamu di mana? Bagas? Styfan? Randy?" Kirana mengabsen satu per satu nama temannya yang tersisa.

Sekali lagi kekehan Sheira memenuhi ruangan. Randy dan Styfan yang menyadari alasan Sheira terkekeh pun ikut tertawa. Geram karena merasa ditertawakan, Kirana berteriak, "Kalian ngetawain aku, ya? Jangan ketawa! Kalau kalian dekat sama aku coba pegang tangan aku."

"Ogah! Nanti kamu teriak lagi. Orang gak sengaja dipegang Sheira aja kamu teriak macam kesetanan. Apalagi kalau sekarang kita rame-rame megang tangan kamu? Bisa-bisa gendang telinga kita pecah karena teriakan kamu," ejek Randy sambil tertawa puas.

Sheira menggeleng pelan. Randy tetaplah Randy. Di situasi apapun, pemuda itu tetap saja masih bisa bercanda. "Sini, Na. Coba kamu berdiri, terus balik. Kamu aja yang megang tangan aku. Biar kamu gak kaget," pinta Sheira pelan.

Kirana mengangguk. Ia lantas berdiri dari jongkoknya dan langsung berbalik. Tangannya meraba-raba udara kosong hingga menemukan tangan ramping yang ia duga milik Sheira. "Ini tangan kamu 'kan, Shei?" tanyanya penuh harap. Ia tak ingin terjadi insiden salah pegang tangan yang bukan milik salah seorang temannya.

Ia tak ingin mengubah suasana tegang ini menjadi horor. Sama sekali tak mau. Bertemu dengan roh halus atau apapun itu.

"Iya, ini tanganku, kok," balas Sheira kalem. Sepintas, ide jail muncul di otaknya. "Kenapa? Kamu takut gelap-gelap gini tiba-tiba muncul hantu, ya?" godanya seraya menggenggam erat jemari Kirana. Sheira bisa merasakannya, tubuh Kirana menegang seper sekian detik sebelum melemas kembali.

"Gak usah yang aneh-aneh, deh!" sergah gadis itu kesal.

Randy yang mengetahui hal itu pun, segera mencari tahu posisi Sheira. Ia ingat tadi Sheira berada tepat di depannya. Ia menyentuh pundak seseorang pelan dan ia langsung tahu bahwa ia telah menyentuh orang yang tepat. Ia tahu karena di sisi pundak orang yang ia sentuh tak terdapat rambut. Namun, ia masih bisa merasakan sentuhan ujung rambut yang menyapu pelan lengannya.

Didorongnya pelan bahu Sheira. Sheira yang mengerti niat jail Randy pun menuruti pemuda itu begitu saja. Randy meniup wajah Kirana yang ada di depannya hingga membuat gadis itu berteriak kencang.

"Ahhhh! Pergi! Pergi! Balik ke alammu sana! Jangan ganggu aku! Pergi!"

Sheira hampir saja jatuh karena tak siap dengan tarikan Kirana. Kirana kembali berjongkok. Gadis itu menutupi telinganya dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan Kirana.

Randy tertawa puas karena kejailannya berhasil. Kirana yang menyadari ia telah dikerjai pun hanya bisa berdecih pelan.

Bagas dan Styfan menghela napas panjang. "Biar aku aja yang di depan barisan kali ini," ujarnya tiba-tiba setelah memastikan posisi teman-temannya. Ia pun bergerak ke posisi paling depan. Tepat di belakangnya, Sheira menarik ujung bajunya dengan sebelah tangan digenggam oleh Kirana. Di bagian paling belakang ada Randy yang berjalan seraya menggandeng tangan Styfan yang juga menggandeng tangan Kirana.

Tangan Bagas meraba dinding secara perlahan. Tujuan utamanya adalah saklar lampu. Ia memiliki firasat bahwa di ruangan gelap ini pasti setidaknya memiliki satu lampu. Setelah bersusah payah, akhirnya jemarinya berhasil menemukan saklar yang ia cari-cari. Tanpa pikir panjang, ia pun menekannya. Seketika ruangan tersebut menjadi terang.

Bagas melangkah ke depan dengan mata tertutup karena silau. Lalu, "Ahhh!"

"Bagas!" teriak Sheira panik.


--------------------
1359.07072021

Nah. Loh? Apa yang terjadi sama Bagas, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro