Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

V

"Apa mungkin angka yang mereka mau kita bentuk itu sesuai dengan jumlah orang kita sekarang?" gumamnya membuat semua mata tertuju padanya.

"Kamu genius, Ran!" seru Kirana senang. Ia kemudian menatap semua angka serta simbol dan mulai mengombinasikan angka juga simbol tersebut.

"Shei, kamu 'kan jago mtk. Ayo, hitung bareng-bareng," ajak Kirana bersemangat. Untuk pertama kalinya setelah memasuki gedung ini, Kirana terlihat seceria itu. Akan tetapi, raut wajah Sheira terlihat getir walau hanya selama beberapa detik.

Sheira mengamati seluruh simbol dan angka yang ada. Keningnya berkerut dan ia menggigit bibir bawahnya dengan raut serius. Ia masih terus menatap angka-angka tersebut sembari melakukan perhitungan di dalam otaknya hingga sebuah suara membuyarkan susunan angka dan simbol di otaknya.

"Bibir kamu bisa berdarah kalau kamu gigit terus seperti ini, Shei," ujar Randy lembut seraya menekan dagu Sheira. Gadis itu tertegun dan hanya bisa menatap Randy tanpa berkedip.

Gadis itu tenggelam pada netra Randy yang hangat. Wajah Randy yang ramah juga selalu membuat Sheira ingin melihat dan melihatnya lagi. Entah berapa lama ia terhanyut dalam lamunannya. Kesadarannya kembali tertarik lantaran ada yang menyenggolnya hingga ia hampir terjengkang. Untung saja Styfan menangkapnya dan membantunya menyeimbangkan diri.

"Kita gak punya waktu untuk tatap tatapan penuh cinta kayak gitu, Shei. Aku tahu kamu bucinnya Randy, tapi ini bukan situasi yang tepat untuk itu," ketus Bagas-orang yang membuat Sheira hampir terjengkang.

Styfan menatap tajam pada Bagas. "Kamu kasar banget, sih? Kalau tadi Sheira jatuh terus terluka gimana? Kamu tahu 'kan kalau kita gak boleh kehilangan satu orang lagi? Cukup Vian yang gak bisa balik dengan selamat. Kita gak perlu nambah korban lagi," sergah Styfan kasar.

Sheira menarik ujung kaus Styfan hingga pemuda berkacamata itu menatapnya dengan alis terangkat. "Sudah. Jangan berantem! Aku gak apa, kok. Bagas benar. Kita gak punya waktu buat hal lain. Yang terpenting sekarang adalah menyelesaikan masalah ini," lirih Sheira seraya menunduk dalam. Sungguh, ia benar-benar tak ingin memicu pertikaian di antara para cowok itu.

Sheira menatap Kirana yang berdiri di depan pintu dengan angka 20. "Na, angka 20 itu .... Sebaiknya kita tutup pintunya atau biarkan pintunya terbuka?"ungkap gadis berkucir ekor kuda itu bimbang.

Kirana gelagapan. "Eh? Oh?" Mata Kirana menatap tajam pada pintu di hadapannya. Saking tajamnya, orang-orang akan berpikir kalau Kirana hendak melubangi pintu tersebut dengan tatapannya saja. "Buka aja ... eh, apa tutup aja, ya? Bagusan mana, sih?" tanya Kirana bingung.

Randy menghela napas panjang. "Karna pas tadi masuk semua pintunya terbuka, mungkin sekarang kita tutup aja biar bisa dapat jawabannya," ungkap Randy membuat teman-temannya mengangguk-angguk mendengar pemikirannya.

"Benar juga. Ternyata kamu pinter, ya, Ran? Padahal kukira murid kayak kamu itu gak ada otaknya," celoteh Bagas ringan membuat Randy melotot tak percaya. Bisa-bisanya seorang Bagas yang tak tahu simbol pangkat mengatainya manusia tak berotak.

Geram. Randy pun melayangkan sebuah pukulan ke belakang kepala Bagas. Lantas, ia menatap Kirana dan meminta gadis itu untuk menutup pintu yang berisikan angka 20 seperti yang sudah dikatakan Sheira tadi.

"Lalu?" sambar Kirana bersemangat. Matanya mulai memancarkan binar-binar penuh harap yang tanpa ia sadari malah membebani Sheira.

"Bagas, tolong tutup tanda pangkat itu, dong!" pinta Sheira sopan. Bagas menatap Sheira heran hingga Sheira kembali berucap, "itu yang ada di sebelah kanan kamu."

Bagas mengangguk paham. Ia menutup pintu tersebut sesuai arahan Sheira. Sheira pun beralih pada Martin. "Martin-"

"Angka 2?" potong pemuda itu seraya memegang handel pintu angka dua. Ia langsung menutupnya saat Sheira mengangguk mantap.

Sheira lantas berjalan menuju simbol bagi, lalu menutup pintunya. "400," gumamnya. Sheira menatap angka dan simbol yang tersisa dengan teliti. Selanjutnya, ia berjalan cepat menuju pintu bagi dan membantingnya kuat hingga semua orang kaget.

"Randy, angka sepuluh," gumamnya. Randy yang mengerti langsung berjalan menuju pintu angka sepuluh dan menutupnya dengan cepat.

"40," gumam gadis itu. Netranya menatap simbol kurang. Styfan yang melihat hal itu pun langsung bergerak menutup pintu membuat Sheira tersenyum kecil. Styfan memang pengamat yang luar bisa dan cukup peka.

Sheira menatap Martin sekali lagi. "Yang mana? 12 atau 4?" tanya Martin seraya menatap dua pintu yang paling dekat dengannya.

"Empat ...," tegas Sheira membuat Martin langsung menutup pintu angka 4. "Tiga ...," bisik gadis itu kecil. Matanya menatap sisa pintu yang terbuka dengan binar puas. Seulas senyum bangga terpatri di wajahnya yang manis.

"Na, pintu akar," ungkapnya membuat Kirana buru-buru menutup pintu akar. Sedetik kemudian, terdengar suara "ting" dan "ceklek". Lalu satu-satunya pintu hitam yang terkunci itu pun bisa dibuka.

Sheira mengembuskan napas lega. Beruntung ia senang bermain dengan angka. Seumur hidupnya, baru kali ini ia senang akan hobinya yang bermain dengan angka.

Kirana langsung melompat dan memeluk Sheira senang. Bangga rasanya bisa melewati satu rintangan tanpa seorang korban pun. "Sheira, kamu hebat!" pujinya bangga seolah itu merupakan hasil kerjanya sendiri.

Wajah Sheira merona. Malu rasanya dipuji dengan nada membanggakan seperti itu. Saat hendak mendorong Kirana guna mengurai pelukan. Sebuah telapak tangan besar mendarat di puncak kepalanya, memaksa gadis itu mendongak dan mendapati senyuman manis yang membuat wajahnya semakin menghangat.

"Kamu hebat!" puji pemuda sembari menampilkan senyum manisnya. Lesung pipi tercetak di kedua pipi pemuda itu semakin menambah ketampanannya.

"Terima kasih," lirih Sheira malu-malu. Dengan cepat ia mengalihkan topik agar tak ada yang menyadari rona di pipinya. "Sebaiknya kita masuk ke dalam sana. Cepat! Kita tak tahu apa yang akan terjadi jika kita terlalu lama di sini," jelasnya seraya mengayunkan kakinya secepat yang ia bisa dan menghilang di balik pintu.

"Imut," gumam Randy kecil seraya menatap telapak tangan yang ia gunakan untuk menepuk kepala Sheira tadi. Kesadarannya kembali saat Martin menepuk pundaknya, ia pun mengekori teman-temannya yang sudah masuk duluan.

Begitu memasuki pintu, ia bisa ia lakukan hanyalah menganga lebar. "Gila!" serunya tak percaya. "Apa-apaan ini?" makinya geram.

Matanya menatap nyalang pada lantai kosong di depannya. Tangannya terkepal kuat di sisi-sisi tubuhnya.

"Ini tantangan keseimbangan?" Styfan mendesah lemas. Ia menatap ngeri pada paku yang telah dipalu ke sebuah papan dan dihadapkan ke atas yang berada di lantai bawah. "Ini sih kerjaan orang gila!" keluhnya, kedua bahunya merosot lemas.

Randy mengalihkan tatapannya dari papan selebar 20 cm dan tebal 4 cm serta panjang 2 meter ke wajah Kirana dan Sheira. Kedua gadis itu wajahnya memucat sempurna. "Kalian berdua harus bisa!" tegasnya membuat kedua gadis itu menoleh padanya dengan horor.

---------------------
1032.05072021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro