Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

IX

"Styf?" panggil Sheira pelan. Pemuda itu terlihat terguncang setelah kematian Bagas di depan matanya. Wajar saja, ia pasti merasa bersalah pada Bagas karena menganggap dirinya tak bisa menolong temannya itu.

Sheira mengurai pelukannya pada Kirana, lalu berjalan menghampiri Styfan. Ia menyentuh pelan lengan pemuda berkacamata itu hingga membuat mata kosong itu kembali memiliki fokus.

"Bukan salah kamu, kok. Bagas juga pasti tahu itu," bisiknya seraya menepuk pundak Styfan dua kali memberinya kekuatan. Entah mengapa, Sheira merasa menenangkan teman-temannya lebih baik dilakukan oleh dirinya daripada Randy.

Walau pemuda yang memiliki tinggi 184 cm itu ramah dan berpikiran luas. Terkadang, saking realistisnya, pemuda itu bahkan tak memedulikan perasaan seseorang dan hanya menyuarakan pemikirannya begitu saja tanpa mempertimbangkan situasi lawan bicaranya.

Gadis berkucir ekor kuda itu mengalihkan perhatiannya pada sekeliling ruangan. Mau tetap di sini, rasanya sangat menyesakkan. Akan tetapi, jika melajutkan perjalanan ke ruangan selanjutnya sangatlah tak mungkin. Mental kedua temannya ini sedang terpuruk dan ia tak bisa memaksa mereka untuk terus maju ke depan.

"Kita balik aja ke ruangan sebelumnya. Ruangan yang namanya 'check point' itu," ajak Randy seolah bisa mengerti jalan pikiran Sheira. Oleh karena itu, gadis berbaju merah itu mendesah lega. Ia merasa beruntung karena Randy masih bisa membaca situasi saat ini dan bukan terus mendorong mereka maju ke depan.

Sheira menarik Kirana bangkit dari duduknya dan memapah gadis itu ke ruangan check point. Ia mengawasi Styfan yang mengekorinya dengan tatapan kosong. Beruntung sekali pemuda berkacamata itu tak tersadung sesuatu saat jiwanya terpisah sempurna dari raganya.

Sheira mengambil segelas air dan meminumkannya pada Kirana. Wajah Kirana sungguh kacau, bekas air mata tercetak jelas di kedua pipinya. Indra penciuman gadis itu masih mengeluarkan lendir bening akibat kebanyakan menangis. Hati Sheira ikut pilu melihatnya.

Ia sedih dan syok atas kepergian Bagas. Akan tetapi, hanya sebatas itu saja. Tak seperti Kirana yang sampai terguncang. Mungkin karena ia tak pernah dekat dengan Bagas. Yang ia ingat dari pemuda berambut acak-acakan itu hanyalah satu, mulutnya pedas—sepedas cabai 1 kg.

Kini, Kirana sudah lebih tenang. Tak sehisteris tadi lagi. Isakan gadis itu bahkan sudah berhenti total. Namun, keadaan gadis berambut sebahu itu malah terlihat makin mengenaskan. Jiwanya seolah terpisah dari tubuhnya. Ia bahkan tak memedulikan kedua tangannya yang masih basah akibat darah yang terus mengalir. Tak ada raut kesakitan di wajah manis itu.

Randy pun hanya terdiam saja dari tadi membuat Sheira bingung harus melakukan apa. Kekalutan pemuda itu tercetak jelas di wajahnya hingga Sheira pun tak berani mengusiknya. Ia hanya bisa melirik pemuda berlesung pipi itu diam-diam.

Dilirik diam-diam oleh Sheira, Randy merasa risih. Ia mengikuti arah pandang Sheira—tangan Kirana dan Styfan yang terluka. Randy pun bangkit dari duduknya dan bergerak menuju lemari tua yang ada di ruangan tersebut sambil berharap menemukan perlengkapan P3K.

"Ketemu!" serunya senang sambil memamerkan kotak P3K tersebut pada Sheira. Sheira tersenyum lega. Akhirnya mereka menemukan sesuatu yang berharga selain makanan dan minuman.

Randy mengambil obat merah, beberapa bungkus kain kasa, dan perban, lalu mengambil dua gelas air dan berjalan menuju Sheira. "Kamu obati tangan Kirana, aku bakal obati tangan Styfan," ujarnya setelah menyerahkan obat merah, air, kain kasa, dan perban.

Sheira mengangguk patuh. Dengan telaten, ia membersihkan luka Kirana dengan air mineral yang diberikan oleh Randy. Setelah lukanya bersih, gadis itu menuangkan obat merah pada tangan Kirana. Sesekali, ia melirik Kirana untuk melihat perubahan mimiknya. Akan tetapi, mimik gadis itu tetap sama—datar dengan padangan mata kosong dan lurus ke depan.

Sheira telah selesai membalut luka Kirana. Ia membaringkan gadis itu setelah membersihkan sekitaran. "Tidur, Na. Kamu pasti lelah," bisiknya lembut sembari menepuk-nepuk pelan Kirana. Dielusnya rambut Kirana lembut sesekali hingga akhirnya mata gadis itu perlahan menjadi sayu kemudian terpejam.

Sheira menoleh pada Randy yang sudah selesai membalut luka Styfan. Ia menghampiri kedua pemuda tersebut dan tersenyum kecil. "Kalian juga pasti lelah. Istirahat aja dulu. Kita juga gak bisa lanjut ke depan juga, 'kan?" usul gadis itu pelan.

Styfan mengangguk pelan. Ia bergerak pelan menuju sudut ruangan dan duduk dengan menekuk kedua lututnya ke atas, lalu menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan tersebut. Sheira menghela napas panjang, tak bisa dibayangkan akan seberapa pegalnya tubuh itu saat bergerak nanti jika Styfan tak bergerak untuk waktu yang lama. Akan tetapi, Sheira juga tak berani meminta pemuda itu untuk mengambil posisi lain. Maka dari itu, membiarkannya untuk saat ini adalah pilihan yang tepat.

Sheira menatap Randy sendu. Walau pemuda berkemeja putih serta bercelana jeans berwarna dongker itu terlihat acuh tak acuh, ia tahu bahwa pemuda itu juga terluka atas kepergian Bagas. Ia sering melihat interaksi keduanya. Walau di mata orang lain itu adalah ejekan yang penuh dendam. Di mata Sheira, itu adalah bentuk persahabatan yang tulus.

Sheira melangkah maju satu langkah, mengikis jarak di antara mereka. Tangannya terulur mengelus pelan puncak kepala Randy. "Menangis aja. Gak apa, kok," bisiknya pelan dan terdengar sebagai undangan manis di telinga Randy hingga pertahanannya pun jebol.

Setetes demi setetes bulir bening jatuh dari sudut mata pemuda itu. Tangannya terangkat untuk menarik tubuh Sheira semakin merapat padanya. Diletakkannya kepalanya pada perut gadis itu. Sementara dirinya mencurahkan semua emosi yang sudah ia tekan sejak pertama kali bangun dari tempat ini, Sheira hanya mengelus kepalanya dengan lembut.

Tak ada isak tangis yang pilu. Tak ada pula raungan kesedihan yang terdengar. Yang ada hanyalah tangis bisu yang membuat siapapun yang melihatnya akan teremas hatinya. Air mata Sheira tanpa sadar ikut meleleh. Ia mengetatkan pelukan Randy dan menangis bersama pemuda itu.

Entah berapa lama mereka menangis seperti itu. Ia sudah lelah dan mungkin saja Randy juga karena pemuda itu telah tertidur setelah menuangkan segala emosi yang ia pendam. Sheira meluruskan posisi tidur Randy. Sebuah kecupan lembut ia berikan di kening Randy. "Mimpi indah, Ran. Kuharap waktu bangun nanti kamu gak sakit lagi, ya," bisiknya pelan.

Gadis berkucir ekor kuda itu kemudian beralih pada Styfan. Pemuda berkacamata itu sudah tertidur, tetapi posisinya terlihat tak nyaman. Sheira meluruskan kaki pemuda itu dengan perlahan agar tak membangunkannya. Ia menyandarkan badan pemuda itu di tembok dan kepalanya di lemari tua. Setelahnya, ia beranjak ke sisi Kirana.

Sheira membaringkan tubuhnya di sisi Kirana, lalu melepaskan jiwanya terbang menuju alam seberang. Dalam hati ia berharap, saat bangun nanti keadaannya akan lebih baik. Setelah jiwanya terpisah dari tubuhnya, sebulir bening kristal jatuh dari sudut matanya.

"Semoga semua akan jadi lebih baik," gumamnya pelan.


-----------------------
1041.09072021

X : Heiho! Balik lagi dengan aku, Bagas.
X -> Bagas : Hoho. Akhirnya aku bisa datang lagi. Hari ini aku datang dengan sesuatu yang spesial, nih. Bagi kalian yang suka romens. Boleh mampir ke akun HalamanBaru dengan judul Repeated Story

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro