Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXX. Pertemuan

Emlyn sudah siap dengan pakaian santainya untuk bertemu dengan calon yang hendak dikenalkan Danita padanya. Mereka tidak akan bertemu di tempat asing, karena Danita meminta lelaki itu untuk datang ke toko rotinya. Danita khawatir jika lelaki tersebut bukanlah tipe seperti yang diinginkan oleh anaknya, maka anaknya bisa langsung pulang tanpa jarak yang jauh.

Sembari menunggu, Emlyn membantu Danita melayani pelanggan yang memesan roti. Hal ini mengingatkannya pada saat ia membantu Mama Park melayani pelanggan di kafe. Ia harus berbicara bahasa Inggris atau pun bahasa isyarat untuk melayani mereka. Tiba-tiba ia merindukan perempuan hangat tersebut. Ia belum menghubunginya sama sekali setelah tibanya di Indonesia. Ia menetapkan dalam pikiran bahwa harus menelepon perempuan tersebut nanti setelah pertemuan dengan lelaki yang hendak ditemuinya ini.

"Bakat melayanimu sepertinya bagus. Kamu mempelajari sesuatu?" bisik Danita di telinga Emlyn saat melihat anaknya cekatan dalam menghadapi pelanggan.

Emlyn menanggapi pertanyaan tersebut dengan seulas senyum. Seperti diketahui sebelumnya, ia tidak pernah berhubungan langsung dengan pelanggan. Ia hanya duduk di bagian dapur untuk mencicipi olahan tangan mamanya. Berinteraksi dengan banyak orang bukanlah karakternya. Ternyata, ada gunanya juga ia membantu Mama Park di sana, jadi ia bisa membantu mamanya di sini. Dan ini terlihat menyenangkan, sebenarnya.

"Kamu mau bekerja di sini? Jadilah karyawan Mama," tawar Danita dengan ekspresi manja. Situasi saat ini terlihat seperti mereka sepasang kakak-adik.

"Lalu, aku harus berhenti menulis?" tanya Emlyn melirik Danita yang terlihat menggemaskan karena ekspresinya.

Danita langsung mengubah raut wajahnya menjadi kembali serius. "Mama lupa kamu sangat mencintai pekerjaanmu itu," sahut Danita dengan nada merendah.

"Aku usahakan bisa membantu sesekali," ujarnya membelalakkan mata Danita dengan rona bahagia.

"Benarkah? Kini kamu pasti tahu bahwa berinteraksi dengan para pelanggan sebenarnya menyenangkan, bukan? Kamu akan memiliki banyak teman dan kenalan jika berinteraksi dengan mereka. Dari pada terus mengurung diri di kamar berduaan dengan laptopmu," balas Danita yang malah mengundang tawa dari Emlyn. Ia tidak mengelak sama sekali, karena memang benar begitu adanya. Setelah berkegiatan di luar, Emlyn akan langsung pulang, bersenda dengan Aqmar sesaat lalu mengurung diri di kamar hingga pagi kembali menyapa. Begitulah rutinitasnya yang terlihat membosankan di mata Danita. Sebagai pribadi yang senang berbaur, Danita sedikit kesal karena kedua anaknya tidak ada yang mewarisi sifat tersebut. Putra-putrinya mengikuti jejak Harry yang lebih senang melakukan hobi dibanding berlama-lama berbincang dengan orang lain. Ditambah hobi keduanya sangatlah bersebrangan dengan dirinya. Putrinya suka menulis, sementara putranya suka membaca. Dirinya? Sangat senang berbicara.

"Selamat siang. Apa ada yang bernama Emlyn di sini?"

Atensi Danita dan Emlyn kini beralih pada seorang pemuda yang berdiri tepat di depan meja kasir. Postur wajahnya panjang, alis tebal, bibir bawah yang sensual, serta mata kecilnya yang memiliki tatapan tajam. Perawakannya sangat menawan dengan penampilan sederhana tapi terlihat mewah. Ia mengenakan kemeja hitam dengan outer berwarna sage yang digulung hingga ke lipatan lengan.

"Anka?" tanya Danita ragu-ragu.

Lelaki itu dengan gesit meraih tangan Danita untuk salam. "Tante Danita, ya? Senang bisa bertemu Tante secara langsung di sini. Kalau begitu apa ini, Emlyn?" tanya pemuda tersebut sambil menunjuk Emlyn dengan jempol kanannya. Sangat sopan.

Emlyn mengulum senyum simpul sebagai perkenalan diri. Danita pun lantas mempersilakan keduanya duduk di salah satu meja kosong yang terletak dekat lemari kaca sebelah kanan. Dari gelagatnya, Emlyn langsung mengetahui bahwa Danita telah terpikat dengan lelaki berparas tampan yang kini telah duduk di depannya. Benar. Emlyn tidak menyangkal tentang ketampanan lelaki ini. Kulitnya bersih dan juga wangi. Poin penting bagi Emlyn adalah kedua hal tersebut. Tidak ingin buru-buru menyimpulkan hal yang tidak pasti, Emlyn masih perlu berbincang dengan laki-laki ini.

Salah seorang pegawai mamanya membawakan mereka dua cangkir minuman hangat dan beberapa potong roti. Di luar sedang hujan, maka menikmati minuman hangat sangatlah tepat di waktu sekarang ini.

"Kenal Mama dari mana?" tanya Emlyn tanpa ingin menggunakan perkenalan pada umumnya—bertanya nama, alamat, hobi, cita-cita, atau semacamnya.

"Kebetulan beliau teman arisan mama saya. Saya nggak mengenal secara langsung sebenarnya, hanya saja mama saya mengatakan ingin mengenalkan anak temannya," jawab lelaki bernama Anka tersebut dengan sangat sopan.

Emlyn tertawa tanpa suara. "Orang tua zaman sekarang lucu ya. Nggak kenal anak temannya, tapi mau ngenalin dengan anaknya. Apa orang tuamu juga selalu mengungkit tentang perjodohan?" Emlyn benar-benar bertanya ke inti. Ia tidak ingin sekadar basa-basi, sebab ia tidak ingin membuang waktu dengan percuma.

Kini giliran Anka yang tertawa. Tawa Anka terlihat menarik di mata Emlyn. Lelaki tersebut memiliki sisi imut saat tertawa, menggemaskan. Pipi seketika naik yang mengakibatkan matanya nyaris tertutup. "Selalu. Kalau kami sedang berkumpul, tentu mereka menyinggung mengenai pasangan hidup untuk saya."

"Saya." Emlyn mengulang penyebutan yang digunakan Anka sambil menganggukkan kepala. "Kamu sangat sopan." Itulah penilaian yang bisa diberikan oleh Emlyn untuk awal perkenalan mereka. "Aku nggak ingin berbasa-basi perihal yang nggak penting. Akan aku katakan terus terang, aku akan melanjutkan pertemuan kita kalau memang kiranya nggak ada masalah antara kita berdua," lanjut Emlyn menyebabkan kerut di kening Anka.

"Masalah? Adakah sesuatu yang sulit untuk dimaklumi hingga menyebabkan masalah?" tanyanya butuh penjelasan lebih lanjut atas pernyataan menggantung dari Emlyn.

"Kamu tahu kenapa Mamaku ingin mencarikanku seorang pria 'nyata'? Karena ia merasa putrinya selama ini hidup di dunia lain," jawabnya masih saja tidak jelas. Mengerti akan kebingungan dari ekspresi yang ditampilkan Anka, maka Emlyn pun melanjutkan, "Aku seorang penggemar. K-Popers. Aku memiliki sembilan laki-laki yang begitu aku kagumi, tentunya selain Papa dan adikku. Aku nggak bisa menjalin hubungan dengan orang yang menentang kegemaranku yang satu ini."

Tawa Anka pecah saat mendengar jawaban polos Emlyn hingga memancing perhatian dari tamu yang lain, termasuk Danita yang duduk di meja kasir. Menyadari tawanya menyebabkan gangguan, Anka meminta maaf pada sekelilingnya dan melanjutkan tawa dengan nada yang lebih rendah.

"Menjadi seorang penggemar menjadi kesalahan, kah? Kenapa hal sepele itu bisa menjadi sebuah masalah? Saya rasa itu adalah hak privasi seseorang yang nggak bisa diganggu oleh siapa pun. Ya, selama itu nggak berdampak buruk untuk dirinya," tanggap Anka setelah cukup tertawa.

Emlyn terpaku pada satu kata yang diucapkan oleh Anka. Sepele. Anka menganggap menjadi seorang penggemar adalah hal sepele. Tidak. Ini bukan masalah. Ini berarti bahwa Anka memang tidak akan mengusik kehidupannya 'jika akhirnya mereka bersama'. baiklah, kini Emlyn mendapatkan poin selanjutnya.

"Kamu benar-benar berpikir demikian?" tanya Emlyn memastikan.

Anka mengangguk sembari menyesap minumannya. "Saya juga seorang penggemar. Bedanya saya menggemari salah seorang pemain sepak bola. Kita sama-sama penggemar, yang ketika sedang menonton mereka nggak mau diganggu oleh siapa pun, bahkan mungkin termasuk oleh pasangan sendiri. Begitu, kan? Lantas kenapa harus membatasi, saya boleh menggemari A sementara dia nggak boleh menggemari B? Hey, ayolah, zaman udah maju. Pikiran juga nggak boleh berdiam di tempat yang nggak berkembang," terang Anka terhadap pandangannya mengenai jati diri penggemar.

Daebak! Ini laki keren banget. Punya pemikiran begini nggak boleh disia-siain. Langka barang ginian, jerit Emlyn dalam hati dengan jemari yang menggenggam kursi dengan keras saking senangnya.

Emlyn mengangguk-angguk mengerti dengan wajah biasa saja—berusaha sebisa mungkin tidak menampakkan rasa senangnya.

"Apa aku lewat seleksi awal?" tanya Anka membuat Emlyn mengangkat wajahnya menatap lelaki yang sedang tersenyum manis ke arahnya.

Chanyeol, haruskah kulanjutkan saja pertemuan kami untuk kali berikutnya? tanyanya dalam hati yang masih saja mengharapkan lelaki tidak berkabar itu.

Emlyn mengembuskan napas beratnya. Ia mengulurkan tangan dan menarik kedua sudut bibir. "Mari kita berteman. Aku Emlyn."

Tangannya disambut cepat oleh Anka yang dengan senang hati turut mengenalkan diri. "Anka Elhasiq."

🍁🍁🍁
Hellow, Anka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro