Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXIII. Proyek "Perbedaan"

Emlyn yang akhirnya bisa kembali ke rumah, tersenyum lebar saat bisa beristirahat di kamar kesayangannya. Di mana di sinilah ia selama bertahun-tahun mengeluarkan hasrat sebagai seorang penggemar. Di sudut kanan ada sebuah rak empat tingkat khusus untuk semua album milik grup idolnya yang rilis—baik solo maupun kelompok. Di sana juga diletakkan standee member lengkap yang membuatnya gemas dan terkadang mengajak mereka bercerita di saat ia merindukan lelaki-lelaki tampan tersebut. Danita sempat menyebutnya gila karena melihat tingkah anaknya yang berbicara dengan patung kaca yang memiliki tinggi dua puluh lima sentimeter tersebut.

Melemparkan tubuh ke kasur sambil merentangkan tangan adalah hal yang membuat Emlyn merasa sangat lega. Ia bisa kembali menghirup pewangi ruangan dengan aroma cokelat kesukaannya. Namun, lengkungan di bibirnya menghilang saat ia mengingat aroma khas kamar Chanyeol yang pernah dimasukinya, aroma lembut dan juga segar. Ah, andai saat itu ia menanyakan nama parfum yang digunakan idolanya tersebut, mungkin ia bisa mencarinya.

Emlyn mengambil ponsel dari sakunya dan menggulirkan foto-foto yang ada di galeri ponselnya. Ada fotonya bersama member XO, dan ada pula foto Chanyeol yang diambilnya di Bukcheon Hanok Village. Bibirnya kembali mengulas senyum saat mengingat momen mereka bersama. Benar-benar seperti mimpi saat diri bisa dibawa jalan-jalan oleh laki-laki yang dikagumi selama sembilan tahun.

"Haruskah aku mengabarinya? Apa dia menunggu pesanku?" Emlyn menimang-nimang apa yang harus dilakukannya. Rasa hati ingin sekali mengirim pesan sebagai pancingan agar mereka bisa mengobrol sesaat.

Demi memenuhi hasratnya, Emlyn pun mengirimkan pesan ke nomor Chanyeol bahwa ia telah tiba di Indonesia dengan selamat. Satu dua detik, pesan itu hanya centang satu. Emlyn pun tidak ingin berpikiran negatif, ia sadar bahwa yang ia hubungi adalah manusia paling sibuk. Tentu tidak selalu bisa melihat ponselnya.

Matanya yang perlahan mulai terpejam dikagetkan oleh dering ponsel. Dengan semangat ia mengambil ponsel berharap itu adalah Chanyeol. Namun tidak sesuai dugaan, yang menghubunginya adalah Alaric.

"Halo, Emlyn, saya dengar kamu sudah tiba di Indonesia. Saya ingin meminta maaf langsung tentang kejadian hari itu. Apa kita bisa bertemu?" sapa Alaric to the point.

Walau kesal, tidak mungkin Emlyn mengabaikan sang produser begitu saja. Ia bisa kehilangan pekerjaan jika seperti ini. Maka, dengan santun ia menyetujui pertemuan mereka sore nanti. Emlyn kembali memejamkan mata sejenak guna menyiapkan hati dan emosi untuk bertemu dengan orang-orang yang meninggalkannya di Korea.

-----------------------

Rumah produksi tiga lantai itu kini ada di hadapan Emlyn. Ada tulisan GIANT di sudut kanan atas gedung berwarna silver tersebut. seminggu sudah Emlyn tidak menapaki kaki di gedung ini, dan banyak hal yang dirindukannya. Ia rindu masa-masa mereka merundingkan segala macam hal yang berkaitan dengan pembuatan film. Sambil menarik kedua sudut bibirnya, Emlyn memasuki gedung dan langsung menuju kafe yang terletak di lantai satu—tempat di mana ia dan Alaric membuat janji.

Dilihatnya lelaki berkepala empat itu sudah duduk di meja lingkar dengan diameter yang diperkirakan sekitar 100cm. Di depannya terhidang sepiring dessert dan secangkir Americano.

"Maaf, saya telat dari janji," ucap Emlyn begitu tiba di hadapan Alaric.

Alaric mengibaskan tangannya. "Bukan masalah. Saya paham, pasti kamu lelah setelah penerbangan, dan saya dengan egonya meminta kamu untuk bertemu. Kamu sudah merasa baikan?" tanya Alaric.

Emlyn melebarkan bola mata serta mengangkat kedua alisnya. Ia tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan Alaric.

Alaric menyesap kopinya terlebih dahulu sebelum menjawab kebingungan Emlyn. "Atas nama rekan-rekan yang lain, saya meminta maaf atas kejadian di bandara hari itu. Mungkin akan terdengar seperti alasan, tapi saya akan tetap memberitahumu apa yang terjadi saat itu."

Emlyn tidak menyela sedikit pun. Ia menghormati lelaki yang sedang berusaha untuk menjelaskan keadaan padanya.

"Saya tahu dari Ettan, bahwa kamu marah pada Nita saat kalian berbincang di ponsel. Kami tidak pergi begitu saja. Kami turut mencarimu saat kamu tidak kembali hari itu. Kami juga bertanya pada pusat informasi, pihak mereka mengatakan bahwa kamu mendatangi mereka. Tapi saat kami mencarimu, kami tidak menemukanmu. Kami pun meminta batuan keamanan untuk mengecek CCTV, ternyata kamu sudah keluar dari kawasan bandara. Dari sana lah kami mulai kesulitan menemukanmu.

"Kami memutuskan untuk menginap di hotel yang dekat dengan bandara, dengan harapan bisa kembali menemukanmu kalau-kalau kamu akan kembali ke bandara. Tapi, kami tidak pernah mendapatimu kembali ke sana, atau mungkin ketika kamu kembali kami yang tidak melihatnya. Pun, ada masalah yang terjadi di sini saat proses penyuntingan dan saya harus kembali segera. Maka kami memutuskan untuk kembali hari itu juga. Kami hanya menginap satu malam, tapi percayalah kami mengkhawatirkanmu dan berharap bisa menemukanmu," jelas Alaric dengan harapan bisa membuat Emlyn memahami posisinya.

Emlyn tidak menjawab apa pun. Ia masih berusaha mencerna segala kata yang dilontarkan Emlyn. Satu sisi ia merasa bersalah, tapi di sisi lainnya tetap saja ia merasa kesal. Kenapa kalimat beliau seolah mengatakan liburan ini nggak menyenangkan karena mereka harus mengkhawatirkan aku yang hilang? bantah pikiran Emlyn. Tentu saja ia tidak bisa membantah secara langsung. Ia bisa kehilangan pekerjaan dan koneksi jika berkata tidak sopan seperti itu. Beginilah risiko saat keganjalan hati tidak bisa diungkap semaunya demi mempertahankan sesuatu yang berharga.

"Saya bisa mengerti. Saya hidup dengan baik di sana. Hari itu saya ditolong oleh seseorang yang memberi saya pengalaman yang menyenangkan selama saya di sana." Itulah jawaban yang dipilih oleh Emlyn. Sebuah jawaban yang tidak mengutarakan kekecewaan juga bantahan. Posisi aman.

"Emlyn ....!" Seruan tersebut terdengar dari jarak lima puluh meter di belakangnya. Langsung saja yang memiliki suara menghampirinya dan mendekapnya dari belakang.

"Lepaskan, Nit. Kamu memelukku sangat kuat," ucapnya sambil menepuk punggung tangan Nita. Sejujurnya, ia masih belum siap bertemu Nita sekarang. Waktunya masih belum tepat. Namun, mungkin jika terlalu lama juga akan semakin fatal bagi keduanya.

"Boleh kami bergabung?" tanya Ettan yang ada di samping Nita pada Alaric.

Alaric memberi anggukan sebagai bentuk persetujuan. Hal yang ingin dibicarakan dengan Emlyn memang belum sepenuhnya kelar, tapi poin pertama sudah terselesaikan.

"Ayolah, Em. Jangan ngambek lagi. Nanti kita makan di restoran yang baru buka ya. Katanya menu andalan mereka adalah kepiting asam manis. Itu makanan kesukaanmu, kan?" bujuk Nita yang kelimpungan menghadapi Emlyn yang sedari tadi belum membalas pesannya.

Emlyn tersenyum simpul menanggapi bujukan Nita. Ia tidak bisa mengeluarkan isi hatinya yang penuh amarah karena ada Alaric di sana. Mungkin jika tanpa Alaric, Nita akan menjadi patung yang mendengar luapan emosinya.

Alaric berdeham, mencoba kembali mengambil atensi Emlyn. Sepertinya Alaric menangkap kecanggungan antar mereka. "Saya juga punya kabar baik untuk kamu, Em. Kita sedang berencana membuat film dengan tema perbedaan. Dan kami ingin kamu yang menulis naskahnya," ujar Alaric dengan senyum mengembang.

Perbedaan? Kenapa harus itu temanya? Baru juga aku balik ke Indonesia langsung disuguhi tema itu? Apa aku nggak boleh melupakan kenangan di sana ya? Ya Tuhan, demi apa pun aku nggak ngerti jalan cerita hidupku ini. Kenapa semua saling berkaitan?

"Kenapa mengangkat tema itu?" tanya Emlyn. Sebenarnya, bukan hanya tema yang menjadi permasalahan bagi Emlyn, tapi juga tentang naskah. Biasanya, mereka akan meminta novel Emlyn yang sudah terbit untuk dijadikan film. Sementara kali ini, mereka langsung meminta Emlyn untuk menulis naskah yang akan difilmkan. Ini dua hal yang berbeda.

"Saat berkunjung ke Korea, kami melihat sepasang kekasih yang memiliki perbedaan spesifik. Mulai dari warna kulit, dan maaf kita bilang salah satunya cacat. Dari situ aku berpikir bahwa perbedaan akan indah jika diterima dengan persamaan. Aku mengusung tema tersebut pada Pak Alaric, dan beliau mau menjalani proyek ini jika kamu yang menulisnya," jawab Ettan sedikit kikuk.

Kalimat terakhir dari jawaban Ettan sedikit membebankan Emlyn. Betapa tidak, secara tidak langsung ialah yang punya andil besar dalam memutuskan proyek ini akan berjalan atau tidak. Sementara ia tahu, bahwa Ettan sangat jarang mengusulkan sesuatu jika tidak benar-benar tertarik. Jika sudah seperti ini, berarti minat Ettan dalam hal ini sangatlah tinggi. Tidak mungkin ia menghempaskan keinginan Ettan begitu saja.

"Baik. Aku akan terima proyek ini," putusnya yang disambut senyum puas oleh ketiga orang di sekelilingnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro