XLVI. Pergi Mengadu
Emlyn yang awalnya hanya asal sebut pada Anka bahwa ia akan ke rumah produksi, akhirnya benar-benar harus ke sana. Ia ingin mengadu tentang apa yang baru saja dialaminya. Perasaannya tak karuan. Ia menghubungi Nita berulang kali, tapi tidak digubris sama sekali. Sepertinya perempuan itu sedang sibuk di lokasi syuting. Ia pun memutuskan bertemu Ettan saja. Diantara keduanya, Emlyn memang lebih sering menghabiskan waktu dengan Ettan dari pada Nita. Selain Nita yang lebih sering menghabiskan waktu di lokasi syuting, ketika ada waktu senggang pun perempuan bucin itu juga lebih sering bertemu dengan kekasihnya. Sehingga Ettan dan Emlyn yang sama-sama tidak memiliki kekasih sering bercerita berdua jika ada masalah—baik itu pribadi maupun pekerjaan. Walaupun Emlyn dan Ettan sering bersama, tidak sekali pun muncul berita miring tentang keduanya, entah bagaimana bisa. Semua percaya bahwa keduanya hanya sebatas sahabat, tidak lebih.
"Gimana gimana? Dia mau ngaku?" serbu Ettan begitu Emlyn tiba di depannya dengan napas terengah. Ettan yang tadinya sedang menyunting hasil syuting semalam, buru-buru turun dari ruang kerjanya di lantai tiga demi mendengar cerita Emlyn. Padahal Emlyn hanya mengatakan dua nama—Anka, Chanyeol—dan Ettan dengan semangat empat lima menyuruh Emlyn menemuinya di rumah produksi.
Emlyn menunjukkan pesan yang diterimanya beberapa jam lalu. Ettan membulatkan mata dan menutup mulutnya yang terbuka saat membaca pesan itu. Bukan karena isi pesannya, melainkan karena tidak tahu artinya. "Apa yang dia katakan?"
Emlyn menepuk jidat, ia lupa bahwa Ettan tidak mengerti bahasa Korea. "Dia berkata ingin bertemu denganku."
"Dia di Indonesia?" Pertanyaan itu hanya bisa ditanggapi Emlyn dengan mengangkat kedua bahunya. Ia tidak tahu apa pun. Member XO lainnya tidak memberitahunya bahwa mereka ada di mana. Ia pun merasa bukan siapa-siapa untuk diberitahukan hal tersebut. Hanya saja, kalau benar mereka ke Indonesia, dalam rangka apa? Mereka sedang mengurus album baru, apa urusannya ke Indonesia?
"Kamu nggak balas pesannya kenapa? Takut kamu akan mencintainya lagi?"
"Aku bahkan ternyata belum melupakannya sedikit pun," sahut Emlyn dengan nada lemas. Ia menempelkan dagunya di atas meja dengan tatapan kosong.
Ettan memahami perkataan Emlyn. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang bersemayam di hati selama bertahun-tahun. Terlebih alasan untuk melupakannya bukanlah karena tersakiti oleh pertengkaran atau perlakuan kasar, melainkan harus melupakan karena cinta yang tak kesampaian dan tak tahu perasaan satu sama lain. Ia dipaksa melupakan sesuatu yang tak pernah diketahui hasil aslinya seperti apa.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Mungkin pertanyaan ini tidak tepat untuk ditanyakan, karena Emlyn pasti datang kepadanya butuh solusi, bukan malah ditanyakan solusi. Namun, Ettan juga tidak bisa asal menyarankan sementara ia yakin ada satu hal yang ingin dilakukan Emlyn hanya saja tak berani diutarakan.
Emlyn menghela napas. Banyak yang ingin dilakukannya, bukan hanya satu. Ia ingin memaki Chanyeol karena menghilang begitu saja setelah kepulangannya. Ia ingin menangis tersedu dan mengadu betapa ia selama ini rindu. Ia ingin mengatakan bahwa semua orang di sekelilingnya berkata bahwa mereka berdua adalah kemustahilan. Ia juga ingin bertanya tentang perasaan Chanyeol terhadapnya. Akan tetapi, pikirannya kembali pada pertanyaan dasar, memangnya aku ini siapa?
"Haruskah aku balas pesannya? Haruskah aku bertingkah baik-baik aja sementara dia udah bikin aku kacau tanpa dia tahu? Haruskah aku tersenyum dan bertanya, 'Hai kapan albumnya akan keluar?' It's so fake. Kenapa coba dia tiba-tiba muncul tanpa rasa dosa? Mikir nggak dia apa yang aku alami karena dia yang menghindar dari aku, terus muncul di media untuk klarifikasi skandal? Selama ini aku hanya komunikasi dengan teman-temannya tanpa berani tanya tentang dia. Bahkan suara dia aja nggak muncul saat aku dan teman-temannya bicara via telepon. Apa sih salah aku sampai dia harus menghindar? Karena aku menyebabkan skandal? Itu, kan, bukan utuh salah aku. Emangnya aku yang merencanakan skandal itu? Bukan!" cerocos Emlyn dengan emosi yang meluap.
Pertanyaan-pertanyaan itu sudah berulang kali ia pertanyakan pada diri sendiri, dan sampai kini ia belum mendapat jawabannya. Jika boleh jujur, ia lelah dengan drama ini. Ia ingin kembali ke masa di mana dirinya tidak pernah bertemu Chanyeol dan keluarganya. Maka, sepertinya, dirinya akan jauh lebih baik-baik saja.
"Tanyakan langsung itu padanya. Daripada kamu uring-uringan nggak jelas," saran Ettan membuat Emlyn menimpuk kepalanya dengan sedotan yang ada di atas meja.
"Kamu udah tahu, bahwa kamu nggak harus bertingkah baik-baik aja karena dia yang menghindar. Yaa, kamu nggak harus pertanyakan perasaan dia juga. Kamu cukup pertanyakan aja apa alasan dia menghindar. Aku rasa, pertanyaan itu nggak masalah mengingat kalian pernah satu rumah. Yang salah itu kalau kamu tiba-tiba nyatain cinta sama dia. Itu kamu menjatuhkan marwahmu sendiri. Apalagi kalau ditolak. Aku nggak bakal akuin kamu sebagai teman aku lagi. Maaf, kita nggak pernah kenal," tambah Ettan guna memperjelas apa yang harus dilakukan Emlyn.
Emlyn masih saja bimbang. Chanyeol benar-benar mengolok hatinya. Jatuh cinta sama manusia nyata yang nggak bisa digapai gini banget. Banyak pertimbangan. Tapi, sama manusia yang bisa digapai juga hati aku nggak tertarik. Salah siapa dong kalau udah gini? Ya Tuhan, apa aku nggak bisa dijododohkan dengan sosok yang wajah, tingkah, serta kepribadiannya seperti Chanyeol, tapi bukan Chanyeol? Setidaknya aku lebih tahu harus bersikap gimana dengan sosok yang seperti itu dibanding dengan Chanyeol asli.
"Kamu belum jawab pertanyaan aku, gimana dengan Anka?" Ettan benar-benar lebih tertarik dengan Anka daripada Chanyeol. Sebab ia tahu Anka lebih nyata dan mempunyai rahasia yang membuat penasaran tentang kebenarannya.
"Cara dia menjawab mencurigakan, tapi dia nggak ngaku. Mana ada sih orang yang mau ngaku tentang hal yang privasi begitu," ketus Emlyn. Pikirannya masih di Chanyeol, dan Ettan memaksanya beralih pada Anka.
"Nah, kalau dia mencurigakan, berarti kemungkinannya 80%. Gimana kalau kita untit dia?" ajak Ettan semangat dengan bola mata yang membara.
"Kamu tertarik banget dengan dia."
"Ini demi kamu juga, Em. Mentang-mentang Chanyeol muncul, diabaikan gitu aja manusia yang bisa bawa dampak buruk dalam hidup kamu," sahut Ettan tak kalah ketus.
Tidak salah apa yang diucapkan Ettan. Emlyn memang langsung mengabaikan kehadiran Anka begitu dapat panggilan dari Chanyeol. Meski ia kesal dengan Chanyeol yang muncul tiba-tiba, tapi ia merasa seolah harapan kembali dalam dekapannya. Ia tidak peduli lagi dengan Anka yang memang gay atau tidak. Ia hanya memikirkan cara bagaimana ia harus menghadapi Chanyeol dan bagaimana ia bisa berkomunikasi baik dengan lelaki itu.
Di sela pikirannya yang tak tentu arah, perutnya berulah. Ia merasakan putaran yang kencang dari perutnya dan mewajibkannya untuk ke toilet. "Et, aku titip tas, ya. Perut aku ngajak healing," ucap Emlyn tanpa menunggu persetujuan Ettan dan segera ke toilet.
Ettan tidak masalah sama sekali dengan Emlyn yang menitip tas. Ini bukan satu dua kali perempuan itu menitip padanya. Emlyn memang tidak pernah membawa tas kalau ke toilet, alasannya tidak tahu mau letak di mana, karena tidak semua toilet memiliki gantungan di balik pintunya. Hal ini pula yang menyebabkan Emlyn nyasar saat di bandara Incheon dulu. Tapi, tidak mungkin ia akan kesasar di perusahaan sendiri, kan?
Terdengar nada dering berbunyi dari dalam tas Emlyn. Iseng Ettan mengambilnya, khawatir orang terdekat yang menghubungi dan ada kabar yang mendesak. Namun ternyata seseorang yang mereka bicarakan tadilah yang menelepon. Chanyeol.
Ettan ragu untuk mengangkat panggilan itu. Ia tidak pandai sama sekali bahasa Korea, lantas apa yang harus diucapkannya pada lelaki di seberang sana? Ettan menghela napas lega ketika dering tersebut mati. Biarkan ini menjadi urusan Emlyn nantinya setelah perempuan itu kembali. Tetapi, tunggu, lelaki itu menghubungi lagi. Kebiasaan, jika menghubungi lebih dari sekali berarti ada sesuatu yang penting. Ettan memberanikan diri untuk mengangkat dan berbicara dengan santainya.
"Halo ...." sapanya dengan meremas jemari dan jantung berdebar. Ini pertama kali ia berbicara dengan lelaki yang digilai sahabatnya.
"K-kamu siapa?" tanya Chanyeol yang terdengar kaget ketika yang mengangkat panggilannya adalah lelaki, bukan perempuan tujuannya.
"Aku—"
"Ettan, siapa yang telepon?" Emlyn keburu datang mengalihkan atensi Ettan.
Panggilan pun terputus begitu saja ketika Emlyn berbicara. Ettan menjadi bingung sendiri, menatap ponsel dan Emlyn secara bergantian. "Idolamu nelepon, dan langsung dimatikan saat kamu ngomong," jawab Ettan lugu.
"Chanyeol? Kenapa kamu angkat?" pekik Emlyn.
Ya Tuhan, Ettan.... Kalau Chanyeol salah paham gimana??? Udah pengakuan cinta nggak dapat. Udah aku dihindari berminggu-minggu. Eh, sekarang malah nambah masalah baru, ringis Emlyn dalam hati. Eh, tapi kami kan nggak ada dalam ikatan yang mengharuskan salah paham, bela dirinya kemudian.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro