XLIX. Sad Ending
Tiga minggu belakangan menjadi waktu yang sangat singkat bagi Emlyn. Pasalnya, ia harus menyelesaikan naskah beserta revisiannya. Ia bolak-balik bertemu Barra untuk menyesuaikan karya tersebut. Sebenarnya, ada seorang asisten penulis yang seharusnya membantu. Namun, sejak awal, asisten tersebut sedikit menjengkelkan. Selalu ada alasan ketika Emlyn ingin bertemu atau meminta bantuan. Ia juga jarang tampak di kantor. Sehingga Emlyn memutuskan untuk bekerja sendiri, sementara asisten tersebut nasibnya diserahkan pada perusahaan. Emlyn tidak bisa bekerja dengan orang yang tidak kompeten seperti itu. Jadilah, Barra yang harus meluangkan waktu untuk membantu Emlyn kali ini sambil menunggu asisten penulis yang baru.
"Kamu yakin mau buat sad ending? Penonton akan kecewa dengan akhir yang nggak sesuai ekspektasi mereka," tanya Barra.
Ini memang kendala bagi Emlyn dalam setiap naskahnya. Ia sangat sulit dalam menentukan akhir dari sebuah kisah; haruskah bahagia, sedih, atau menggantung. Ia butuh waktu berhari-hari untuk memantapkan hati dalam memutuskan akhir dari kisah yang ditulisnya.
"Kesedihan ini hanya berlaku bagi hubungan kedua tokoh, Mas. Padahal, jika kita kulik kembali dalam perjalanannya, banyak kebahagiaan di sana. Mereka saling mempelajari hal baru ketika bersama. Bahkan, ketika mereka berpisah pun mereka masih menggenggam hati satu sama lain. Hanya saja, mereka tidak bisa memaksakan restu dari takdir. Bisa bayangkan, seandainya memaksa takdir, dengan melakukan segala macam cara hanya untuk bersama, akankah ada jaminan mereka akan bahagia? Bagaimana jika yang terjadi malah petaka? Perbedaan mereka menyangkut agama, Mas. Bukan sekadar suku atau negara," pungkas Emlyn mengutarakan alasannya memilih akhir demikian.
Barra menyenderkan tubuhnya di badan kursi. Ia melihat-lihat kembali naskah yang tinggal memastikan bagian akhirnya ini. Logis memang alasan yang diberikan oleh Emlyn. Rintangan yang mereka pilih untuk tokoh utama sangat sulit jika harus disatukan, termasuk ketika melihat perjalanan yang mereka lalui.
Emlyn memang memakai saran Ettan waktu itu, bahwa kedua tokoh memiliki perbedaan secara fisik-salah satunya cacat-serta berasal dari negara yang berbeda. Akan tetapi, ia juga menambahkan perbedaan agama antar keduanya untuk menambah konflik.
Hubungan keduanya berawal dari antar perawat dan pasien yang sering bertemu karena memang harus menjalani perawatan bersama. Namun, satu-dua tahun yang mereka lalui hingga sang pasien sembuh, tidak ada tanda-tanda dari kedua tokoh yang ingin pindah agama hanya karena perasaan yang mereka punya. Terlebih, sang perawat harus kembali ke daerah asalnya, karena pada dasarnya ia hanyalah relawan yang diutus untuk mengabdi ke negara asing.
"Oke. Saya sepakat dengan ending tersebut," putus Barra. "Clear ya. Kita bisa umumkan untuk mencari para pemain sekarang."
Emlyn mengangguk mantap. Dalam pemilihan aktor ia tidak terlalu ambil pusing. Ia yakin, perusahaan ini akan mencari aktor-aktor terbaik tanah air yang pasti akan membawakan perannya dengan baik. Tidak sekali pun Emlyn pernah dikecewakan oleh aktor yang memerankan karakter yang ditulisnya. Mereka semua sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Selepas Barra meninggalkannya karena harus rapat dengan tim lain, Emlyn terduduk termangu di kursinya. Ia seolah sedang menulis akhir untuk kisahnya sendiri.
Gimana kalau ternyata kisahku juga sama dengan kisah yang kutulis ini? Bukankah rintangan kami sama? Mana mungkin kami pindah agama hanya agar bisa bersama? aku nggak akan pernah mau melakukannya. Begitu pun dengannya. Sungguh, sesuatu yang mustahil untuk diharapkan. Sadar, Em. Aku udah berharap terlalu jauh, sampai lupa garis mana yang menjadi batasku.
Memikirkan hal ini, Emlyn memastikan diri untuk melepas semua rasa marahnya terhadap Chanyeol. Untuk apa marah pada seseorang yang tidak terikat apa pun dengannya? Kesal pun ia, hanya akan menambah penyakit hati, tanpa ada penawarnya. Melepas rasa kecewa, kesal, akan membantunya untuk melepas rasa yang selama ini menjerat dirinya. Mungkin akan sedikit berat karena perasaannya yang sudah lama melekat. Akan tetapi, ia kembali meyakinkan diri, jika bersungguh-sungguh, maka ia akan bisa ikhlas tanpa keluh.
Emlyn mengepalkan tangan dengan raut wajah mantap untuk berdiri atas putusan yang sudah dipilihnya. Tidak perlu menghindari Chanyeol nantinya, toh mereka masih harus bekerjasama. Bahkan, dengan mereka berinteraksi, semakin membantu Emlyn untuk melatih diri meyakini bahwa mereka sebatas rekan kerja. Tidak boleh lebih.
Takdir memang langsung mendengar rencana hatinya. Ponselnya berdering, panggilan masuk dari leader grup idolanya tersebut.
"Suho Oppa," sapanya dengan riang. Tidak dipalsukan sama sekali. Ia memang benar-benar senang mendapat panggilan ini. Sudah lama ia tidak berbincang dengan Suho. Selama ini yang rutin menghubunginya hanya Baekhyun. Rasanya ia ingin juga berbincang dengan member lainnya, tapi enggan untuk mengajukan permintaan tersebut. Siapa lah dia.
"Sepertinya harimu sedang baik. Suaramu sangat bersemangat," ucap Suho dari seberang.
"Emlyn, we miss you." Terdengar teriakan member lain dari seberang. Ah, padahal baru saja dibatinkan ia ingin berbincang dengan mereka semua. Tuhan benar-benar sedang mendengarnya.
"Aku juga sangat merindukan kalian. Bagaimana konser kalian di Jepang? Lancar?" tanyanya. Jelas dia tahu tentang jadwal grup ini. Selain Indonesia, mereka juga melakukan tur ke lima negara lainnya-Seoul tentunya, Tokyo, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.
Setelah sepuluh hari lalu album terbaru mereka resmi rilis, grup XO sibuk promosi ke berbagai acara dan melakukan konser akbar mereka. Konser ini memang hal yang wajib mereka lakukan di setiap comeback.
Mengenai lagu yang dinyanyikan oleh Emlyn, tidak ada satu penggemar pun yang meninggalkan komentar buruk tentangnya saat mendengar lagu tersebut. Bahkan dari mereka ramai-ramai memberi dukungan pada Emlyn termasuk meninggalkan jejak di akun sosial media pribadi milik Emlyn. Ia merasa telah diterima dengan baik oleh teman sefandomnya karena karyanya, serta mengabaikan skandal yang terjadi antarnya dengan sang idola.
"Kami baru saja kembali ke hotel. Sangat melelahkan, tapi jelas sangat menyenangkan. Melakukan konser dan bertemu penggemar adalah kegiatan yang paling membahagiakan." Emlyn tanda, suara tersebut milik Kai. Suara renyah yang menggemaskan.
"Bagaimana tanggapanmu dengan album ini?" tanya Kyungsoo dengan nada datarnya, walau Emlyn yakin lelaki itu sedang tersenyum di seberang sana.
"Tentu ini album terbaik. Karya kalian tidak pernah ada yang gagal. Kalian selalu melakukan yang terbaik di setiap detailnya," ungkap Emlyn.
"Kamu berkata begitu bukan karena ada suaramu dalam album ini, kan?" selidik Kyungsoo yang disambut tawa Emlyn.
"Bagaimana jika kukatakan itu salah satu alasannya?" canda Emlyn.
"Tunggu di sana, aku akan mengurungmu dalam lemari," balas Kyungsoo dengan candaan pula.
Emlyn benar-benar senang bisa mendengar mereka sekarang dan menghabiskan waktu untuk bercengkrama.
"Kami akan ke Indonesia tiga hari lagi. Berlatihlah. Kita akan berada di atas panggung yang sama. Jika gugup, telepon aku biar aku ajari lagi. Mana tahu kamu sudah lupa apa yang pernah kuajarkan," ujar Baekhyun cengengesan.
"Ah, guruku baik sekali. Aku akan menghubungimu pada jam biasanya kamu mengajar. Serius, aku merindukan masa-masa kamu mengajariku bagaimana cara bernyanyi yang baik," sahut Emlyn tanpa berpura-pura.
"Wohooo, Emlyn sudah bermain kata rindu pada Baekhyun hyung. Aku khawatir dengan seseorang," celetuk Sehun sekenanya.
Terdengar keriuhan dari seberang, sementara hening di diri Emlyn. Tidak lama, karena ia langsung mengatasi dirinya agar tidak terbawa arus jebakan tersebut. Walau ingin hati Emlyn bertanya di mana Chanyeol, sedari tadi tidak mendengar suaranya, Emlyn menahan diri. Mencoba berpikir positif, mungkin lelaki itu berada di kamar yang berbeda, atau mungkin sudah tertidur.
"Hubungi aku jika sudah menuju Indonesia. Aku akan menjadi orang pertama yang menyambut kalian, jika tidak keduluan dengan penggemar yang lain," ucapnya sebagai bentuk pamitan. Sebenarnya ia masih ingin berbincang, tapi ada sebuah pesan masuk dari Alaric yang ingin bertemu dengannya.
"Tentu. Kamu harus membawa karangan bunga untuk menyambut kami," tuntut Chen.
"Aku akan menyambut kalian dengan hadiah istimewa nantinya," sahutnya tak mau kalah.
"Kami menantikannya. Bye," balas mereka bersamaan.
Ada rasa lega dalam diri Emlyn ketika dirinya bisa menahan diri untuk tidak menanyakan tentang seseorang yang dipikirkannya sedari tadi. Ada rasa tenang ketika bisa mengatur pikirannya menjadi lebih positif. Tugasnya sekarang adalah mempertahankan hal itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro