XL. Keyakinan Kita Berbeda
Danita sangat ceria pagi ini ketika menyambut pelanggan-pelanggannya. Kebahagiaan yang tidak dapat ditepis oleh Danita adalah saat para pelanggan menikmati roti buatannya dan itu diekspresikan dengan bahagia. Ekspresi wajah tidak dapat berbohong sebagaimana mulut yang berkata 'enak' walau lidah merasa 'tidak'.
Emlyn yang berkata akan menjadi pegawainya setengah hari untuk hari ini, masih belum juga muncul. Jika ditebak, putri sulungnya itu masih berkutat dengan laptop di kamar atau mungkin masih mendengkur di balik selimut setelah semalaman begadang memutar otak untuk menulis adegan dalam naskah.
Danita tidak bisa melarang Emlyn untuk begadang, karena ia tahu ide datang di waktu yang tak disangka-sangka. Sama hal seperti dirinya yang dulu memikirkan resep di malam hari dan harus dieksekusi detik itu juga agar tahu berhasil atau tidak menggunakan bahan yang sempat dipikirkan olehnya. Jika gagal, maka ia mencoba dengan bahan lainnya keesokan harinya lagi. Menunda penyaluran ide yang dipikirkan sama halnya seperti menunda keberhasilan, sebab tanpa mencoba detik itu juga kita tidak pernah tahu hasil dari ide itu berbuah manis atau sebaliknya.
"Kamu udah dengar tentang Emlyn belum?" Salah seorang pelanggan yang duduk dengan keempat temannya memulai perbincangan yang menarik perhatian Danita.
"Perempuan yang digosipin pacar Chanyeol itu bukan?" tanggap perempuan berambut panjang yang dikuncir satu.
"Hoax, hoax. Dia cuma salah satu penyanyi yang bakal ngisi di album terbaru XO, kan?" jawab teman satunya yang berambut sebahu.
"Dia penyanyi?"tanya kembali si perempuan yang pertama kali memulai pembahasan mengenai Emlyn.
"Kayaknya dia penulis, deh. Terus dia diajak kolab sama XO. Beritanya masih simpang siur. Dia juga nggak ngomong apa-apa terkait hal ini. Chanyeol dan agensi cuma ngebantah isu itu. Terus Baekhyun juga kelihatan ngebela dia di siaran langsung kemarin,"sahut si rambut sebahu seakan tahu banyak tentang hal itu.
"Berarti dia benaran punya kedekatan khusus, dong, sama mereka?"
Danita mencuri-curi dengar perbincangan mereka yang duduk tepat depan meja kasir. Mendengar nama anaknya disebut, telinganya langsung terbuka lebar. Memang nama Emlyn tidak hanya satu di dunia ini, tapi ketika dikaitkan dengan boygrup asal negeri ginseng itu, firasatnya semakin yakin itu adalah putrinya. Apalagi setelah disebut pekerjaannya adalah seorang penulis.
Hatinya menjadi geram tak menentu. Ia tidak ingin menghakimi secara langsung. Masih ada beberapa persen kemungkinan bahwa Emlyn yang dimaksud bukanlah putrinya. Masih banyak Emlyn yang mungkin juga mengidolakan grup yang sama dangan anaknya. Ia juga tidak pernah mendengar cerita itu dari Emlyn. Mana mungkin anaknya bekerjasama dengan grup asal Korea Selatan itu. Putrinya hanya pergi tidak sampai seminggu, jadi tidak mungkin semua terjadi dalam waktu sesingkat itu.
"Kamu udah pernah lihat orangnya belum?"tanya perempuan yang memiliki tubuh paling mungil dibanding yang lainnya.
Pertanyaan itu menarik minat Danita. Rasa penasarannya juga bertambah.
"Kelihatan kamu nggak nonton siaran Baekhyun kemarin. Mereka live bareng, lho. Aku akui anaknya manis dan menggemaskan. Lucu gitu kalau lagi ngomong, tapi tetap aja sebagian masih ada yang nggak suka karena rumor itu."
Perempuan berambut sebahu itu pun menunjukkan wajah Emlyn yang sempat di screenshootnya. Danita yang berdiri tak jauh dari mereka dapat melihat dengan jelas gambar tersebut. Matanya melebar. Ternyata dugaannya benar. Emlyn yang mereka maksud adalah anaknya sendiri. Putri yang selama ini selalu diwanti-wanti agar tidak terbawa arus dengan lelaki yang sangat diidolakannya.
Merasa dikhianati, Danita meminta salah satu karyawannya untuk menjaga toko dan ia masuk ke rumah untuk berbicara dengan putrinya. Rasa hati sudah sangat tidak sabar untuk mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Jelas Emlyn telah menutupi sesuatu darinya—atau lebih parah dari itu adalah kemungkinan telah berbohong padanya.
Tidak perlu jauh mencari atau membuang suara untuk berteriak, sebab sosok yang dicari oleh Danita sedang berada di dapur dengan earphone menggantung di telinga. Emlyn sedang mengocok telur untuk didadar sebagai pelengkap nasi goreng yang telah disajikannya dalam piring.
Menyadari kehadiran mamanya, Emlyn dengan sopan melepaskan earphone serta mengembangkan senyum. Berbanding terbalik dengan Danita yang terus mendekat ke arah putri sulungnya dengan tatapan menyeramkan, tidak ada aura bersahabat sama sekali. Melihat ekspresi tersebut, Emlyn membatalkan dadar telur. Firasatnya buruk, dan ia harus menghadapi Danita terlebih dahulu. Urusan ini pasti jauh lebih penting daripada sekadar mendadar telur untuk isi perut.
"Apa yang kamu sembunyikan dari Mama?" todong Danita begitu jarak antara mereka hanya berkisar setengah meter.
Bola mata Emlyn bergerak ke kiri atas pertanda ia sedang memikirkan hal-hal yang mungkin untuk ia tutupi dari mamanya. "Nggak ada." Emlyn berbohong. Ia mengingat satu hal yang ditutupinya dari Danita, dan ia berharap yang dimaksud oleh Danita bukanlah hal ini.
"Sampai kapan kamu mau tutupi hal itu dari Mama? Harus Mama dengar hal ini dari orang lain? Bahkan orang yang nggak Mama kenal aja udah bicarakan kamu, tapi Mama masih aja nggak tahu apa pun. Papamu tahu hal ini? Aqmar?" Danita sama sekali tidak percaya dengan dua kata yang dilontarkan Emlyn hingga ia terus menodongkan pertanyaan yang menyudutkan Emlyn.
Emlyn tak dapat lagi berkilah. Ternyata memang mamanya telah mengetahui hal yang telah disembunyikannya. Ia terdiam tanpa bisa membunyikan sepatah kata pun. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja dan tatapannya menatap asal ke berbagai arah. Tujuannya hanya menghindari amarah Danita yang sedang menggebu.
Tidak bisa dihindari, Danita saking geramnya dengan tingkah putrinya, mencubit lengan Emlyn hingga perempuan yang masih mengenakan piyama tersebut mengaduh pelan.
"Kenapa, sih, kamu harus bertindak sejauh itu, Em? Apa yang kamu lihat dari mereka? Jadi, sebenarnya apa yang kamu lakukan di sana? Kamu bohong sama Mama tentang kamu tersesat padahal kamu ketemuan dengan idolamu itu?" tanya Danita sarkas.
"Bukan gitu, Ma. Duduk dan dengarkan aku," pinta Emlyn seraya menarik kursi dan menyuap sesendok nasi. Ia butuh tenaga untuk menceritakan kejadian sebenarnya di Korea Selatan dengan memilih kata yang tepat agar tidak disalahartikan oleh Danita.
Emlyn menceritakan apa yang dialami dan dilaluinya selama di Korea. Ia bercerita apa adanya, tapi ada hal yang tetap disembunyikan; perasaan kegirangan ketika bisa masuk ke kamar Chanyeol, berjalan-jalan ke Hanok, serta beberapa kejadian dekat lainnya. Yang Emlyn ceritakan hanyalah bagaimana ia bertemu dengan Chanyeol yang disangka penculik, betapa ia diterima dan dilindungi di keluarga Chanyeol, serta pertemuannya dengan member XO sebagai bentuk dari hadiah.
Danita mengernyitkan dahi dan masih mencari tahu, "Jadi, kamu bisa melayani pelanggan karena bekerja di kafe mereka?"
Emlyn mengusap tengkuknya sambil tersipu malu.
"Kamu makan makanan halal nggak? Kalau mereka buatin kamu makanan haram gimana? Nggak mungkin dong mereka khusus masakin kamu menu halal sementara mereka nggak tentu makan gituan. Di sana, kan, banyak daging babi. Jangan-jangan kamu makan babi juga ya?" serbu Danita yang benar-benar cemas dengan putrinya yang satu ini.
Emlyn menghela napas berat. Ia paham kekhawatiran mamanya seperti apa, tapi ia juga tahu bahwa ia tidak memakan jenis makanan yang bertentangan dengan agamanya.
"Mama percaya aku?" tanya Emlyn yang malas untuk mendebatkan hal tersebut.
"Mama nggak percaya dengan kamu yang fanatik terhadap mereka," cetus Danita sebal.
Emlyn seperti sedang berbicara dengan adiknya, malah mungkin berbicara dengan Aqmar jauh lebih mudah. Ia mengabaikan Danita yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Terus, kenapa ada rumor-rumor itu? Kamu keluyuran dengan laki-laki itu?" tanya Danita yang teringat dengan awal mula pembahasan anak-anak perempuan di tokonya tadi.
"Nggak keluyuran, Ma. Dia mau belikan aku hadiah perpisahan, jadi kami ke pasar gitu. Nah, tau-taunya ada paparazi. Tersebarlah berita yang nggak-nggak tentang kami," jelas Emlyn singkat.
"Awas aja kalau kamu ada hubungan apa-apa dengan salah satu dari mereka. Mama nggak mau ya kamu ngehalu-halu lagi. Kamu itu harusnya dengan laki-laki yang nyata, bukan dengan dia yang entah gimana kehidupan aslinya," peringat Danita tegas.
"Chanyeol nyata, Ma." Emlyn membantah dengan santai. "Dia punya wujud, baik, bertanggungjawab, mapan, keluarganya juga oke."
"Dia beda dari kita, Emlyn. Kalian nggak seagama!"
Dua kalimat tersebut mengentak Emlyn. Ia memang tahu sedari dulu bahwa mereka tidak memiliki keyakinan yang sama, tapi harapannya terus saja tumbuh dan ia yang melukis harapan itu sendiri. Harapan yang harus ditenggelamkan oleh pahitnya kenyataan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro