XIX. Sebatas Penggemar
Selamat pagi, chingu...
Sebelum kalian baca chapter ini dan seterusnya, aku mau ngasih tahu hal penting biar kalian nggak bingung ke depannya.
Aku tahu sejak minggu lalu, kalau dua karyaku terkena mirror web. Salah satunya yang ini. Nah, untuk menghindari plagiat utuh atas karyaku, aku memutuskan untuk update satu paragraf awal terlebih dulu di setiap chapternya. Dan lanjutannya akan aku up satu jam kemudian. Maaf, karena merepotkan. Bagi teman-teman yang naskah ini udah masuk ke library atau reading list, kalau menerima notifikasi update, mungkin bisa dibaca satu jam kemudian saat udah aku perbaharui.
Sekalian aku mau ngasih tahu. Cerita ini cuma aku publish di W-A-T-T-P-A-D. Kalau kalian menemukan cerita ini di web lain, itu bukan aku. Kalau pun misalnya aku akan update di platform lain, aku pasti akan kasih tahu kok.
Terima kasih atas pengertiannya...
Semoga kasus seperti ini lekas tertangani, agar penulis nggak pada kabur.
Emlyn tetap bekerja di kafe milik keluarga Chanyeol sejak pagi tadi, sampai papanya menjemput. Jika ditaksir dari laporan Harry, lelaki berjambang tipis itu akan tiba sore nanti di bandara. Ada rasa senang sekaligus sedih saat mendengar Harry sudah berangkat dari bandara Soekarno-Hatta. Senang karena akhirnya ia bisa kembali ke negara asalnya, dan sedih karena harus meninggalkan hal-hal menyenangkan yang ada di Seoul. Meski demikian, pilihan tetap menghampiri kehidupan di setiap perjalanan, kan?
"Kamu melamunkan apa?" tanya Mama Park yang datang dengan nempan berisikan dua piring kotor dan dua gelas minuman yang tersisa. Emlyn menyambut nampan dari perempuan dengan rambut sebahu itu dan langsung mencucinya.
"Aku tidak melamunkan apa pun," kilahnya dengan tetap mengulas senyum.
Mama Park membelai kepala Emlyn yang tertutup hijab seperti membelai putrinya sendiri. "Setiap yang terjadi dalam hidup kita ada makna di baliknya. Walau terkadang yang terjadi adalah hal buruk, bukan berarti hidup kita sial. Setiap yang kita lewati adalah pelajaran yang mungkin suatu saat ketika kita mengingatnya, kita akan tersenyum karena hal itu," ucap Mama Park seakan bisa membaca isi hatinya.
"Terima kasih karena selalu memberiku kata-kata hangat yang bisa membuatku menjadi lebih positif," ujarnya sambil menatap Mama Park dengan haru. Ia masih saja belum bisa percaya, bahwa ia sedang bersama mama dari idolanya dan mereka berbicara dengan hangat dan saling memberi semangat.
"Kamu anak baik," puji Mama Park dan mengelus pipi Emlyn lembut.
"Apa aku melewatkan sesuatu di antara kalian? Kenapa kalian terlihat seperti ibu dan anak yang sedang bermesraan?" Suara berat itu berasal dari belakang Mama Park dan mengagetkan mereka berdua.
"Apa kamu cemburu padanya?" goda Mama Park pada putra bungsunya.
"Ah, tidak. Dia pantas mendapatkan kebaikan Mama. Jika dengan dia, aku rela berbagi. Tapi, aku juga harus mendapatkan elusan itu pagi ini, kan?" ucap Chanyeol sambil menarik tangan mamanya dan meletakkan di kepalanya.
"Oh, putraku yang manja," elu Mama Park sambil menarik pipi putranya. "Apa kamu baru pulang dari studio? Semalam kamu tidak tidur di rumah."
"Iya, dan aku akan meminjam karyawan Mama ini lagi sekarang. Tidak apa, kan?" izinnya seraya menyengir.
Mama Park menatap putranya dengan ujung mata yang bermakna, seperti menggoda nakal. "Hati-hati saat membawanya. Dia anak perempuan berharga seseorang, dan kita harus menjaganya."
Chanyeol memberikan tanda hormat sebagai bentuk persetujuan atas pernyataan Mama Park. Dia pun kemudian berbisik agar tidak terdengar Emlyn, "Aku sudah pasti akan menjaganya, walau tanpa Mama minta."
--------------------------
Berada di pusat perbelanjaan dengan seorang idola ternama bukanlah hal yang pernah dibayangkan Emlyn. Hal ini sedikit membuatnya risih, karena ia dengan baik menjaga jarak dari Chanyeol yang nyatanya terus mendekat. Lelaki itu menggunakan masker dan kacamata serta jaket tebal agar tidak disadari oleh masyarakat. Namun, hal itu semakin membuat Emlyn semakin tidak nyaman. Bukankah siapa pun bisa mengenali bahwa ia adalah Chanyeol? Bahkan Emlyn yang hanya menatap punggungnya saja bisa tahu bahwa itu adalah idolanya.
"Kenapa kamu terus menjauh dariku? Bagaimana jika kamu tersesat dan kehilanganku?" bisik Chanyeol sambil menarik lengan coat Emlyn agar mendekat padanya.
"Kita sedang berada di keramaian. Aku tidak ingin membuatmu dalam masalah. Tahukah kamu betapa jelinya netizen jaman sekarang? Mereka bergerak lebih cepat daripada reporter. Mereka bisa berasumsi sesuka hati mereka tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu," ujar Emlyn setengah berbisik dan kembali menarik diri.
Chanyeol tertawa saat mendengar perempuan itu mengkhawatirkannya dalam kondisi seperti ini. "Apa kamu lupa, ini bukan pertama kalinya kita keluar?"
Langkah Emlyn terhenti. Ia menghadapkan tubuhnya ke arah Chanyeol dan menatap lelaki itu lekat. "Aku baru ingat, kita selalu keluar berdua sejak kita bertemu. Apa aku ketinggalan berita? Apa netizen sudah mulai berkoar? Apa kamu mendapatkan masalah karenaku? Ayolah, kita pulang saja kalau begitu," cerocos Emlyn dan berniat membalikkan badan menuju mobil mereka terparkir.
Sangat jelas terdengar tawa Chanyeol dari balik masker. "Tenanglah. Tidak ada terjadi apa pun. Kita juga keluar selalu dengan menggunakan masker, kurasa akan tetap aman. Selagi media diam, maka kita aman," ucapnya berusaha menenangkan Emlyn yang mulai panik.
Emlyn pun mulai memikirkan sesuatu yang sepertinya selama ini mereka lewatkan. "Kenapa kamu tidak pernah didampingi manajer? Kulihat di mana-mana artis akan terus dikawal manajer mereka."
"Aku hanya meminta manajer menemaniku di saat aku bekerja. Di luar pekerjaan, aku tidak ingin merepotkannya," jawabnya singkat yang Emlyn ragu hal tersebut benar atau tidak.
"Aku bisa mempercayai hal itu?" tanya Emlyn dengan tatapan menusuknya.
"Tanya hatimu, haruskah kamu mempercayai ucapanku?" balas Chanyeol dan kembali mengambil langkah.
Emlyn tidak menanggapi dan mengikuti langkah besar Chanyeol. Ia tidak tahu ke mana lagi ia akan dibawa kali ini. Chanyeol manusia yang suka membawanya ke suatu tempat tanpa memberitahu alasan mereka ke sana terlebih dahulu. Kejutan sepertinya menjadi salah satu andalan yang dilakukan Chanyeol.
Langkah mereka terhenti di depan salah satu store yang menjual pakaian dan juga aksesoris. Tanpa meminta persetujuan Emlyn, Chanyeol langsung masuk dan melihat-lihat beberapa jenis pakaian. Emlyn yang tidak tahu tujuan mereka hanya mengikuti di belakang Chanyeol, seperti seorang anak yang tidak bisa jauh dari ayahnya.
Chanyeol tertarik dengan sebuah kaos berwarna hitam dengan corak halus di bagian bawahnya. Ia berbincang-bincang dengan pramuniaga menggunakan bahasa Korea terkait kaos tersebut, dan seperti sedang membuat kesepakatan. Emlyn yang tidak mengerti apa pun hanya terdiam sambil memfokuskan telinga pada musik yang terdengar dari pengeras suara.
"Kamu tahu apa yang dia katakan?" tanya Chanyeol saat pramuniaga itu meninggalkan mereka.
Emlyn hanya mengangkat bahu sebagai bentuk jawaban, dan matanya kembali menyisir tempat ini.
"Kaos yang aku pegang tadi hanya tersisa dua di toko ini. Itu artinya memang rejeki kita untuk memiliki kaos tersebut," lanjutnya memberi jawaban atas pertanyaannya sendiri.
"Kita?" ulang Emlyn sambil menggerakkan telunjuk ke arahnya dan Chanyeol secara berlawanan.
"Iya. Kita. Aku ingin memberikanmu buah tangan untuk kembali ke Indonesia. Kuharap dengan ini kamu akan terus mengingatku tanpa melupakan apa yang terjadi di sini," ucapnya yang terdengar sangat tulus.
Bagaimana aku bisa melupakan seseorang yang sedari dulu kusukai, meski aku sadar bahwa takdir belum tentu berpihak pada kita, mengingat terlalu banyaknya perbedaan yang terbentang antar kita? Emlyn hanya bisa merespons hal tersebut dalam hatinya, sementara bibirnya mengulas senyum ikhlas sebagai tanggapan untuk Chanyeol.
Tidak ingin berprasangka seorang diri, Emlyn pun memberanikan diri untuk turut bertanya, "Apa kamu akan tetap mengingatku?" Emlyn tidak berani menatap manik hitam milik Chanyeol. Ia hanya menatap pakaian-pakaian yang berjejer di gantungan.
"Kamu seorang penggemar yang pasti akan kuingat," sahut Chanyeol cepat.
"Penggemar." Emlyn menggumamkan kata tersebut tanpa melanjutkan apa pun. Satu kata itu akan selalu diingatnya yang berarti sebatas itulah antara mereka. Sebatas penggemar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro