VIII. Fan Meeting Dadakan (?)
Emlyn terpaku di tempat dengan mata berbinar jelas memancarkan kebahagiaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ia memang ingin berada di situasi seperti sekarang, tapi tak disangka dalam keadaan yang seperti ini; saat dirinya tidak memiliki persiapan yang mantap dan sedang dalam masalah—tersesat.
Chanyeol menarik baju Emlyn di bagian lengan menuntunnya untuk berjalan menghampiri enam pria yang sudah menanti mereka sedari tadi. Seorang berkulit putih bagai kapas dengan mata sipit dan rambut terbelah di bagian tengah mengenakan jaket berbahan parasut warna hijau. Dua lainnya mengenakan kaos hitam lengkap dengan masker dan topi. Dan dua sisanya mengenakan setelan olahraga berwarna putih dan abu.
Tak perlu rasanya dikenalkan satu per satu siapa mereka pada Emlyn. Jelas Emlyn sudah sangat tahu siapa mereka, sekalipun wajah tertutup masker. Jantungnya berdegup cepat, namun tetap diusahakan untuk dikontrol—jangan sampai jantungnya melompat keluar dari raganya.
"Annyeong haseo," sapa mereka serempak sambil membungkuk sekitar 30 derajat.
Mendapat perlakuan formal dari mereka, Emlyn menjadi semakin kikuk dan balas membungkuk sambil tersenyum, tanpa balasan suara.
"Jangan terlalu kaku, itu akan membuatnya tidak nyaman bersama kita," saran Chanyeol seraya mengajak Emlyn bergabung duduk dalam lingkaran mereka.
Emlyn duduk di bagian ujung permadani yang dibentangkan di atas rumput-rumput halus. Selain itu, berbagai jenis makanan ringan, buah, serta minuman juga dihidangkan di atasnya. Sungguh, ini seperti piknik keluarga.
"Kenapa kamu diam sekali? Apa kamu takut bertemu kami?" tanya lelaki yang menenggerkan kacamatanya di atas topi, dan diyakini bahwa namanya adalah Sehun.
"Kata Chanyeol kamu adalah XO-L, tapi gelagatmu seperti bukan seorang penggemar," tambah Kai.
"Mungkin dia malu. Sedari tadi kita memperhatikannya, bisa saja itu membuatnya grogi dan sulit bergerak. Benar begitu bukan, little girl?" ujar Baekhyun, menggunakan panggilannya seperti saat di bandara.
"Aku pikir aku hanya akan melihatmu di bandara, nyatanya kita bisa bertemu lagi sekarang," tambahnya.
"Katanya, kamu kesasar. Bagaimana bisa? Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" imbuh Suho.
"Bukankah ia harus pulang? Apa lagi yang harus dilakukan?" jawab Kyungsoo seolah memperjelas keadaan pada teman-temannya yang sibuk bertanya.
Wajah Emlyn memerah, pipinya memanas. Ia sedang diserbu pertanyaan dan kepedulian dari orang-orang yang diidolakannya, rasanya ingin teriak keras dan joget-joget, tapi ia harus menjaga marwahnya untuk tetap berperilaku santun. Ia harus menjaga nama baik agama dan keluarganya. Tidak boleh sembarangan heboh.
"Bagaimana bisa kalian meluangkan waktu untuk bertemu denganku hari ini?" Pertanyaan itulah yang akhirnya dilontarkan, bukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Bukan tak menghargai dengan menjawab, hanya saja rasa ingin tahunya lebih besar, dan tentu saja pertanyaan yang mereka ajukan bisa jadi sudah diketahui jawabannya berdasarkan yang dicerita oleh Chanyeol.
"Kebetulan kami hari ini ingin menghabiskan waktu bersama. Rencananya kami akan jalan-jalan ke pantai. Malam tadi, Chanyeol memberitahu kami tentangmu yang kesasar dan ternyata seorang fans, jadi kami meminta Chanyeol untuk turut serta membawamu," jabar Suho.
"Apa itu artinya aku menganggu rencana kalian?"
"Tidak. Bukan demikian. Kami tidak masalah sama sekali dengan kehadiranmu. Kami malah senang karena bisa menjamu tamu yang jauh datang dari negara lain. Sebut saja kami sedang mengadakan Privacy Fan Meeting," sahut Baekhyun dengan senyum khasnya.
"Kamu terlalu cantik untuk ditolak kehadirannya," gombal Sehun sehingga mendapat sorakan dari yang lainnya.
"Apa aku salah? Coba lihat dia. Dia berpenampilan sopan, bertata krama, memiliki paras yang benar-benar cantik. Itu sempurna, bukan?" belanya sambil tersipu.
Ya Tuhan, aku ingin pingsan dikelilingi dan dipuji oleh mereka. Tolong kuatkan aku. Begitu mendebarkan bisa duduk satu tikar dengan mereka. Aku tak sanggup untuk menatap mereka satu per satu. Terlalu tampan. Dan aku terlalu maluuuuu, jerit hatinya. Emlyn benar-benar berusaha untuk mengontrol dirinya.
"Sudah, sudah. Kalian membuatnya malu," lerai Chanyeol, memahami gerakan Emlyn.
"Boleh aku tahu apa pekerjaanmu?" tanya Suho sambil menyodorkan segelas minuman bersoda.
"Tenang, kami sudah terlebih dahulu diberitahu oleh Chanyeol bahwa kamu seorang Muslim, jadi kami tidak membawa bir dan makanan yang tidak bisa dimakan oleh kalian. Makanya kami memilih makanan instan dan buah," ucap Kai seolah paham saat Emlyn melihat pada minuman yang diberikan Suho padanya.
"Terimakasih. Aku seorang penulis," jawabnya simpul dan menyeruput minuman tersebut, menyegarkan.
"Waw, sepertinya kita bisa bekerjasama suatu hari nanti," balas Kyungsoo.
"Suatu kehormatan untukku jika bisa bekerjasama dengan artis papan atas seperti kalian," sahut Emlyn dengan kondisi yang lebih rileks.
"Aku menemukan ide bagus untuk kerjasama kita," sahut Chanyeol bersemangat.
"Hyung kita memang memiliki ambisi luar biasa. Cepat tanggap sekali. Bukankah kita harus membuat pertemuan serius untuk membahas konsep agar tidak abal-abal?" tanggap Kai.
"Tentu. Kita harus melakukannya. Kapan lagi kita bisa berkarya dengan seorang perempuan yang kesasar?" ujar Sehun terkekeh.
Emlyn tertawa mendengar celotehan mereka. Dirinya tak berani menganggap serius apa yang sedang dibicarakan. Bagaimana jika semua hanya gurauan? Toh, dirinya pun akan segera kembali ke negara asalnya, mana mungkin bisa melakukan ide yang masih bersarang di kepala Chanyeol dalam waktu dekat. Pun, di waktu mendatang belum tentu waktu dan jarak mengizinkan mereka untuk kembali bersua—meski hatinya berharap akan ada kesempatan lagi.
"Kapan kamu berencana akan kembali?" tanya Suho.
"Secepatnya."
"Jika begitu mari kita abadikan momen hari ini agar bisa menjadi kenangan terbaikmu sebelum kembali ke Indonesia. Ingatlah, kami akan selalu mengingatmu meski kita hanya bersama hari ini," ujar Baekhyun memberi efek dentuman di hati Emlyn.
"Terimakasih. Karena ini, Aeri sangat mencintai kalian," balas Emlyn.
Baekhyun mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa foto mereka bersama. Emlyn tetap menjaga jarak dari mereka agar tidak bersentuhan.
"Akan kukirim nanti saat kamu sudah memiliki ponsel," ujarnya.
"Terimakasih," balas Emlyn.
Mereka mulai membahas hal-hal random tentang kegiatan sehari-hari atau apa yang dilakukan di sela latihan. Emlyn, tanpa tersadar mulai bisa mengikuti arus pembicaraan dan kehilangan rasa kikuknya. Ia mulai beradaptasi meski baru hitungan jam. Ia berbaur dengan baik meski tak banyak suara yang dilontarkannya. Ia lebih banyak mendengar dan menanggapi daripada bertanya.
Akan selalu ada hikmah dari apa yang terjadi. Seperti aku yang kehilangan arah, tapi dipertemukan dengan orang-orang baik seperti mereka yang mau memedulikanku sekalipun tidak pernah tahu siapa aku. Terlebih, mereka adalah orang yang selama ini terasa sulit untuk kutemui, nyatanya ditemui dengan cara yang begitu unik seperti ini. Tak akan pernah aku menyesal karena kesasar. Mungkin, aku akan menyesal jika saat itu aku tidak ke toilet dan kehilangan arah balik ke lobi, batin Emlyn.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro