LXII. Pilihan Chanyeol
Annyeong, Chingu-deul...
Maafkan sebulan ini gak ada lanjutan...
InsyaAllah mulai rutin lagi ya setiap Kamis 🍁
Happy reading
🍁🍁🍁
Chanyeol sedang memetik gitar sembari memandang hamparan langit hitam tak bersinar. Rasanya senang sekali ketika ia sudah membuat pengakuan pada Emlyn tentang perasaannya dan diterima baik oleh perempuan Indonesia tersebut. Namun, belakangan ia sering galau ketika memikirkan nasib mereka ke depannya. Membuat pengakuan saja tidak akan cukup. Masih banyak tahap yang harus dilalui agar bisa benar-benar bersama.
Chanyeol teringat pada masa Emlyn menginap di kamar sebelah dan ia mengiringi sebuah lagu pengantar tidur. Mungkin Emlyn tidak menyadari kala itu bahwa ia sengaja memainkan sebuah lagu untuk membantu perempuan asing tersebut dapat tertidur lelap di negara yang tak dikenalnya.
"Musikmu mengisyaratkan bahwa kamu ingin bertemu seseorang." Yoora memasuki kamar Chanyeol yang tidak tertutup rapat. Ia membawakan segelas susu hangat untuk adiknya yang tampak muram.
Chanyeol terkejut dan segera menarik kedua sudut bibirnya untuk menyambut kedatangan kakaknya. Ia bangun dan mengambil gelas tersebut untuk diletakkan di atas meja serta menyilakan Yoora duduk di sofa dekat jendela. Yoora sedang berbadan dua, Chanyeol mengetahuinya bulan lalu, sehingga ia dan pihak keluarga menjadi lebih protektif pada anak sulung tersebut.
"Kakak datang dengan kakak ipar?" tanya Chanyeol basa-basi untuk mengalihkan perasaannya.
Yoora mengangguk. "Dia tidak pernah membiarkanku pergi seorang diri ke mana pun. Bahkan, setiap aku keluar kamar saja dia selalu mengikutiku dari belakang," jawabnya dengan tawa kecil. Sungguh, Yoora sangat bahagia setelah menikah dan semakin bahagia ketika calon buah hati mereka berada dalam perutnya.
Chanyeol ikut senang mendengar hal tersebut. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain orang yang kita cintai mendapatkan cinta berlimpah dari orang-orang disekitarnya.
"Kakak rasa kamu juga akan begitu nanti pada Emlyn," pikir Yoora dengan sorot mata menggoda.
Chanyeol mengelak. "Terlalu jauh kalau harus memikirkan hal itu sekarang."
"Kamu belum mengatakannya? Sudah berapa bulan ini? Ya Tuhan, kupikir ketika anakku lahir nanti dia akan bertemu dengan istri pamannya." Yoora memijat pelipis karena tidak menyangka adiknya berjalan sangat pelan terkait asmara.
"Aku sudah menyatakannya," ucap Yoora dengan pandangan kosong ke luar jendela. Ia menarik napas berat dan kembali melanjutkan kalimatnya, "Kurasa akan banyak kendala ke depannya yang selama ini sering kali kuabaikan. Aku belum berani menganggap diriku akan mampu mengambil keputusan-keputusan berat yang walau bagaimanapun harus tetap kuambil."
Yoora menepuk pundak gagah adiknya. "Kamu laki-laki. Kamu sudah mengambil keputusan awal untuk mengatakan semua yang kamu rasakan padanya. Maka dari itu, kamu tentu sudah seharusnya berjalan sesuai keputusan awal itu. Perihal mampu atau tidak mampu, itu bukan tergantung padamu, tapi pada kalian berdua. Yang berada dalam hubungan ini bukan hanya kamu, tapi juga dia. Saat kalian mengambil sikap berada dalam satu ikatan, maka apa pun yang menjadi isi pikiran harus kalian bincangkan bersama. Kenapa? Agar tidak adanya pikiran negatif yang menjurus pada kesalahpahaman yang bisa berakibat fatal pada hubungan."
Walau tidak dikatakan, Yoora tahu apa yang diresahkan oleh adiknya. Ia sudah sempat membicarakan hal ini dengan kedua orang tuanya tanpa sepengetahuan Chanyeol. Mereka tidak ingin menambah beban Chanyeol yang sibuk dengan pekerjaannya ditambah lagi dengan permasalahan hatinya.
"Menurut Kakak, kami akan mampu?" Alis Chanyeol bertaut kala melontarkan pertanyaan tersebut. Ada rasa tidak percaya diri dari ekspresinya.
"Kalian bahagia?"
Chanyeol menelengkan kepalanya. "Bisa dikatakan begitu. Aku sangat bahagia, Emlyn pun tampaknya demikian."
"Kalau kalian ingin mempertahankan kebahagiaan itu dalam waktu yang lama, maka kalian pasti akan menemukan cara untuk mampu menjalaninya," ucap Yoora guna mengembalikan rasa percaya diri adiknya.
Di waktu yang bertepatan dengan obrolan mereka, sebuah pesan masuk di ponsel Chanyeol. Pesan dari perempuan yang saat ini sedang mereka bicarakan. Setelah pengakuan malam itu, keduanya aktif bertukar pesan dan sesekali melakukan panggilan telepon, walau tidak dalam durasi yang lama. Rasanya bunga itu kian mekar dan senyum di bibir terus mengembang seperti sekarang.
"Pesan itu sepertinya menutupi semua kegalauanmu barusan," sindir Yoora sambil tersenyum.
Chanyeol mengabaikannya dan segera ia memotret dirinya dengan Yoora untuk dikirimkan pada Emlyn.
Emlyn🍁
Kak Yoora. Aku sangat merindukannya. Titipkan salamku untuknya.
Wait.
Kak Yoora hamil?
Chanyeol🐯
Dia juga merindukanmu.
Kami sedang membicarakanmu saat kamu mengirim pesan.
Ya, sudah tiga bulan.
Emlyn🍁
Apa yang kalian bicarakan?
Kalian menggunjingku?
Chanyeol🐯
Lihatlah anak negative thinking ini.
Kami menggunjing betapa lucunya dirimu ketika tersesat hari itu.
LOL
Berkirim pesan dengan Emlyn benar-benar menambah semangat dalam diri Chanyeol. Pujaan hatinya itu layaknya anak kecil yang suka berbicara blak-blakan. Itu sangat menggemaskan. Semakin mereka melalui hari, semakin Chanyeol tahu bahwa ia sangat mencintai Emlyn. Semakin ia menyadari, inilah alasan ia sulit menjalani hari ketika belum menyatakan cintanya pada Emlyn.
Sedang tertawa Chanyeol ketika membalas pesan Emlyn, Yoora dengan cepat menarik ponsel tersebut.
"Kak, kenapa menariknya?" Chanyeol terdengar sangat kesal.
"Hai, Emlyn...." seru Yoora yang ternyata melakukan panggilan video untuk melihat Emlyn kedua kalinya.
Chanyeol dengan malu-malu turut menampakkan wajahnya di layar ponsel. Ini pertama kali mereka melakukan video. Di seberang sana, Emlyn tidak jauh berbeda dari biasanya. Ia mengenakan bergo dusty pink dan bare face-nya yang sangat memanjakan mata; cantik alami.
Yoora dan Chanyeol bisa melihat kamar Emlyn yang bersih dan di satu sudut belakang terdapat setumpuk koleksiannya terkait grup XO yang disusun rapi. Ada rasa bangga yang mencuat dalam diri Chanyeol.
"Kapan kamu akan kembali ke Korea? Kamu tidak rindu dengan rumah ini?" tanya Yoora dengan semangat. "Aku ingin sekali memelukmu."
Terdengar renyah tawa Emlyn dari seberang. "Aku juga ingin memelukmu, Kak. Kita tidak sempat bercanda waktu itu karena hanya bertemu sesaat. Untuk kembali ke Korea aku belum bisa pastikan, karena mulai pekan depan aku mungkin akan ke Bali. Naskah yang aku tulis akan mulai menjalani syuting di sana."
"Kamu akan ke Bali? Kenapa aku belum tahu kabarnya? Berapa lama kamu di sana? Dengan orang-orang yang kamu kenal, kan?" serbu Chanyeol dengan banyak pertanyaan dan raut cemas.
"Posesif sekali ternyata," celetuk Yoora.
"Aku udah sempat kasih tahu kamu dua hari lalu kalau aku akan ke luar kota. Kamu iya iya aja waktu itu. Apa jangan-jangan kamu waktu itu nggak fokus ya pas aku lagi cerita?" tuding Emlyn dengan wajah kesalnya.
Yoora memundurkan badannya dan mengulum senyum. "Perang sepertinya akan dimulai."
"Bukan begitu. Aku fokus mendengar ceritamu tentang syuting itu. Tapi mungkin aku melewatkan bagian syuting di luar kota. Maafkan aku."
Wajah kesal Emlyn berangsur membaik ketika mendengar kata maaf dari bibir Chanyeol. Chanyeol pintar sekali menghindari pertengkaran berkepanjangan. Ia langsung mengeluarkan senjata pamungkasnya.
Perbincangan tersebut tidak dapat berlangsung lama dikarenakan Emlyn yang mendapat panggilan telepon dari pihak produksi film.
Yoora melihat adiknya dengan sorot penuh makna.
"Ada apa?" incar Chanyeol yang menyadari ada hal gila yang akan diungkap oleh Yoora.
"Ke Bali, yuk," ajaknya penuh semangat.
"Ke Bali? Kerjaanku menumpuk di sini. Kami masih tetap harus promosi dan menyiapkan jadwal manggung memikirkan album berikutnya," tolak Chanyeol. Jujur saja, ia ingin kembali ke Indonesia dan bertemu Emlyn, tapi ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Perusahaan bisa mencoret namanya.
"Pokoknya kamu ikut Kakak ke Bali. Titik!"
Tidak bisa mengelak, Yoora segera keluar kamar dan menghampiri suaminya untuk segera memesan tiket ke Bali. Tinggallah Chanyeol seorang diri yang harus memikirkan alasan apa yang harus disampaikannya pada perusahaan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro