Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

III. Seoul

Mereka kini menapaki Bandara Incheon yang diketahui sebagai bandara terbaik di dunia selama tiga tahun berturut-turut (2006-2008), berdasarkan survei Global Traveller. Dari semua kru, hanya sepuluh orang yang bisa mengikuti liburan kali ini, yaitu; Alaric, Barra, Emlyn, Ettan, Nita, Zara, Damar, Monique, Nelfa, dan Pandu. Sementara kru yang lain tidak dapat mengikuti liburan karena jadwal yang bentrok dengan pekerjaan lainnya.

Bagi Emlyn, ini adalah liburan pertamanya yang akan dikenang seumur hidup. Bukan karena ini luar negeri. Ia sudah beberapa kali liburan ke luar negeri bersama keluarganya. Namun, karena ini adalah Negeri Ginseng. Negeri para pria tampannya. Negeri asal seorang lelaki yang selama beberapa tahun belakangan ini begitu dikaguminya. Sekalipun, mungkin, ia tidak pernah bisa bertatap muka langsung dengan lelaki yang diidolakannya itu, setidaknya ia sudah menginjakkan kaki di negara lelaki itu lahir. Itu sungguh suatu kehormatan bagi Emlyn.

Berhubung sekarang bulan Desember—pertanda salju akan turun—Emlyn dan yang lainnya mengenakan jaket tebal. Ia hanya membawa sebuah koper ukuran 20inch serta tas selempang untuk menyimpan uang, ponsel dan headsetnya. Berdasarkan rencana, mereka hanya akan bermain selama tiga hari. Emlyn sudah membuat daftar tempat yang akan mereka kunjungi. Tempat yang dimasukkannya dalam daftar, tak jauh-jauh dari yang diinginkannya.

"SMTown Coex Artium, Gwanghwamun Square, Cheonggyecheon Stream, sungai Han, Itaewon Street, Bukchon Hanok Village. Demi apa, aku sulit banget baca nama-nama ini," keluh Ettan setelah mengeja satu per satu tempat yang dituliskan oleh Emlyn.

"Kamu yakin kita harus ke tempat-tempat yang kamu tulis?" tanya Barra.

"Tentu. Kita harus ke SM pertama kali. Karena aku akan mewujudkan impian terbesarku di sana," jawab Emlyn mantap.

"Impianmu? Bukankah impianmu menjadi seorang penulis terkenal? Itu sudah kamu dapatkan." Alaric ikut bersuara.

Kini mereka sedang duduk di lobi sambil menunggu seorang tour guide kenalan Alaric.

"Pak Alaric tidak tahu ya? Emlyn ini seorang K-Popers. Dia sangat mengelukan salah seorang idol yang bersarang di SM Entertaiment. Oleh sebab itu, dia ingin sekali ke sana." Nita bantu menjawab pertanyaan Alaric.

"Benarkah? Apa karena itu case hp-mu wajah lelaki Korea, jaketmu bertuliskan angka 61, serta di setiap bukumu ada stiker Korea? Aku pikir itu semua hanya kebetulan. Aku pikir kamu ingin ke tempat ini karena suasana atau budayanya. Aku tidak pernah beranggapan bahwa kamu seorang K-Popers," sahut Barra.

Emlyn memang tidak terlalu terbuka di depan umum tentang dirinya yang seorang K-Popers, terlebih di tempat yang berhubungan dengan pekerjaan. Ia akan berlakon sebagai mana manusia pada umumnya. Sementara, ia akan menggila saat berada di kamarnya atau sedang duduk dengan Ettan maupun Nita.

"Apa suatu kesalahan aku menjadi seorang fangirl?" tanya Emlyn.

"Apa kamu ingin aku menjawabnya dengan jujur?"

"Tentu."

"Baik, jangan tersakiti dengan jawabanku. Aku tidak pernah mempermasalahkan seseorang mengagumi apa pun. Itu hak mereka. Aku hanya sedikit risih bila itu berlebihan. Menurutku, kamu tidak akan salah berada di posisimu sekarang selama kamu tahu batasnya, selama kamu sadar sampai mana kamu bisa bertindak. Aku hanya berpikir, jangan sampai kekagumanmu membuatmu tidak bisa berpikir jernih, tidak bisa membedakan mana yang harus didahulukan dan ditinggalkan. Aku rasa kamu paham apa yang aku sampaikan," urai Barra.

Emlyn tersenyum. "Terima kasih. Setidaknya masih ada yang percaya bahwa aku sedang tidak berbuat gila."

"Sebentar. Bukankah kamu bilang kamu ada kencan buta siang ini?" tanya Ettan mengalihkan pembicaraan.

Emlyn tersenyum lebar, "Aku sudah mengurusnya."

Emlyn mengingat bagaimana ia mengutus salah seorang teman semasa kampusnya dulu untuk bertemu dengan lelaki yang dijodohkan oleh Mamanya. Ia tahu, Danita akan sangat marah besar jika mengetahui hal ini. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Ia akan terlambat jika harus bertemu dan berbicara panjang lebar dengan lelaki yang bahkan tidak minat untuk diketahui wujudnya itu.

"Em, apa aku bisa pinjam ponselmu? Aku mau kabari pacarku bahwa aku sudah tiba. Ponselku mati," pinta Nita.

Nita dikenal sebagai bucin akut dengan pacarnya yang juga salah satu kru perfilman. Mereka sudah menjalin hubungan sejak satu tahun silam. Berkenalan saat satu proyek. Kemana-mana selalu bareng, tak bisa dipisahkan. Namun, kali ini terpisah karena pacarnya ada proyek lain.

Emlyn memberikan begitu saja ponselnya pada Nita. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Ia sudah percaya pada mereka. Pun, dalam ponselnya tidak ada rahasia yang harus disembunyikan.

"Berapa lama lagi kita akan menunggu? Aku ingin ke toilet," tanya Emlyn.

"Pergilah, kami akan menunggu di sini," ujar Barra.

Emlyn menitipkan koper dan tas pada mereka. Tanpa mengambil ponselnya yang masih digunakan Nita untuk bercengkrama dengan pacarnya, ia pergi seorang diri mencari toilet yang tidak diketahui pasti di mana letaknya.

Nita kembali ke perkumpulan dengan senyum sumringah dan bertanya, "Mana Emlyn?"

"Dia sedang ke toilet," sahut Ettan yang fokus pada ponselnya.

"Seorang diri?" tanya Nita dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

Pertanyaan Nita membuat mereka fokus memandangnya, seakan ada yang salah dari perginya Emlyn seorang diri.

Ettan mengangguk santai, "Tentu saja dia pergi seorang diri."

"Kita harus mencarinya sekarang juga. Sekarang! Berpencar!"

"Hei, Nita, memangnya kenapa kita harus mencari dia?" tanya Barra tidak mengerti.

"Emlyn itu buta arah, Mas. Dia tidak bisa mengingat arah dengan baik. Dia gampang tersesat," jelas Nita.

Ettan menepuk jidatnya. Ia sudah lama mengenal Emlyn, tapi tidak tahu hal sepenting itu. Tanpa pikir panjang lagi mereka segera bergerak mencari Emlyn yang tidak tahu di mana keberadaannya.

-----------------------

Emlyn berhasil sampai di toilet dengan bantuan dari seorang cleaning service yang bersedia mengantarkannya. Namun, kini dia mendapat masalah baru. Bagaimana dia kembali ke lobi, ke tempat teman-temannya berkumpul? Ia tidak tahu jalan kembali. Ponselnya pun dipinjam oleh Nita, ia tidak bisa menghubungi salah seorang dari mereka.

Emlyn memang memiliki masalah dengan ingatannya terkait arah sejak kecil. Ia tidak bisa mengingat jalan jika baru sekali dilalui. Butuh waktu sampai tiga atau empat kali ia melalui jalan yang sama agar ia bisa mengingat jalan tersebut dengan baik. Itulah mengapa jika pergi liburan, Danita akan selalu di sampingnya. Pun, ia tidak bisa lepas dari ponsel jika bepergian sebab ia membutuhkan map yang akan menunjukkan arah jalan padanya.

Dengan sedikit keberanian, ia mengambil langkah pasti ke arah depan dan berbelok kanan sejauh lima meter di depan. Ia mencoba mengingat-ingat jalan yang dilaluinya tadi. Namun, ia seakan ragu dan kembali lagi putar arah. Ia semakin bingung saat mengambil arah sebaliknya, semua terasa berbeda dengan yang dilaluinya tadi.

Emlyn berhenti sejenak, memfokuskan pikirannya tentang jalan mana yang tadi dilaluinya. Pikirannya berputar-putar, seolah semua jalan itu adalah sama.

"Aku harus ke pusat informasi, di sana aku bisa meminta bantuan mereka untuk menemukan para kru," gumamnya.

"Tapi, di mana tempatnya??" rengeknya pada diri sendiri.

Kini Emlyn sudah berjongkok dan putus asa. Ia memandang langit-langit bandara, berharap diturunkan seorang malaikat yang akan menolongnya untuk menemukan arah yang tepat.

"Do you need a candy, little girl?" Seseorang menyodorkan sebuah lolipop yang masih terbungkus.

Emlyn mendongak, melihat siapa yang berdiri tepat di depannya. Seorang lelaki tinggi menggunakan masker putih. Lelaki itu mengenakan kaos putih polos, celana jeans dengan sobekan di bagian lututnya, serta sebuah topi menutup kepalanya.

Emlyn menelan salivanya. Ia berdiri perlahan—masih belum mengambil lolipop yang diberikan oleh lelaki tersebut. Matanya beralih pada tangan lelaki tersebut yang masih mengarah padanya. Ada tahi lalat dijempolnya. Ia seakan mengingat ciri-ciri ini.

Berselang sekian menit, seorang lelaki yang lebih tinggi menghampiri mereka. Emlyn semakin terperangah melihat lelaki yang datang itu. Meski lelaki itu hanya mengenakan masker, ia jelas ingat ciri-cirinya. Lelaki itu mengenakan jeans selutut. Mereka berbicara dalam bahasa Korea yang tidak dipahami oleh Emlyn. Dua lelaki itu terus melihat Emlyn sambil berbincang.

"Do you need something?" tanya lelaki yang mengenakan jeans selutut itu.

Tangan besarnya bergerak di depan wajah Emlyn—berusaha membuyarkan lamunan Emlyn.

"I ... I am ...." Emlyn tergagap, kalimat yang ingin dikeluarkannya tertahan di tenggorokan.

"Baekhyun, Chanyeol, ppali oseyo (cepatlah kemari)," teriak salah seorang lelaki yang mengenakan setelan serba hitam.

Tanpa berkata dua lelaki di depan Emlyn pun pergi meninggalkannya. Tak lupa, lelaki yang diyakini adalah Baekhyun memberikannya lolipop yang tadi ditawarkan untuknya.

Matanya menatap lurus pada dua lelaki yang baru saja pergi dari hadapnya. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia menampar pipinya sendiri—memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.

"AKU DISAPA CHANYEOL ...." jeritnya sambil melompat bahagia.

Ia terlalu bahagia sampai ia lupa, bahwa ia masih berpisah dari teman-temannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro