Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. New drama

Halim tidak tahu apakah dia harus senang atau merasa sedih. Prav menawarkan janji yang sangat menggiurkan. Si Tuan Tanah itu mengatakan kalau dia akan membangun gedung baru untuk HG Entertainment yang lebih futuristik, unik, dengan design modern class yang belum pernah ada di Jakarta.

Meskipun untuk saat ini, Tower A gedung HG Entertainment tergolong sudah cukup tua. Tapi Halim yakin, jika Prav sudah menawarkan kegilaan padanya, maka itu akan terjadi.

Prav bilang, desain bangunan akan dibuat 14 lantai, mencakup 5 lantai tanah bawah, serta 9 lantai tanah atas yang akan menjadi office. Semuanya belum termasuk dalam fasilitas auditorium, yang memungkinkan butuh dua lantai agar membuat auditorium besar dengan kapasitas yang memuat banyak orang.

Basis desain modern yang Prav tawarkan memang sangat membuat Halim semangat. Lantai tiga akan dibuat foodcourt dan area kebugaran untuk para artis. Gila, berapa lama Prav mendesain semuanya?

Tapi ternyata, dibalik kesenangan yang Prav tawarkan ada kegilaan yang Prav inginkan darinya.

Yaitu.. 

Menarik Jean agar menjadi manajer pria itu lagi.

Entah kenapa Halim merasa firasat buruk akan datang padanya jika dia menuruti keinginan Prav.

"LO GILA YA?!" sambar Halim penuh emosi ketika mendengarkan tawa Prav yang mengudara di ruangannya.

Vincent, duduk di sebelah Prav hanya bisa terkekeh pelan mendengarkan kegilaan temannya.

"Gue menawarkan kerjasama yang menguntungkan dong, Halim..." ujar Prav berusaha membuat Halim menuruti keinginannya.

Menjadi putra mahkota di HG Entertainment harusnya tidak sulit bagi Prav untuk memonopoli Halim.

"Bukan masalah menguntungkan. Jean sudah menjadi pengacara muda yang hebat, bagaimana bisa lo berpikir kalau dia bisa jadi manajer lo lagi? Turun tahta dari pengacara jadi manajer? Lo bercanda?!" gerutu Halim.

"Hanya dengan jadi manajer gue lah Jean bisa dekat dengan gue lagi..."

"KAGAK ADA!" tolak Halim lagi.

Prav mendengus. "Lim, dengar. Orang-orang belum tahu kalau Jean, pengacara terhebat di Brata Firm and Brothers is my ex."

"Lo mau ancam gue?"

Prav menjentikkan jarinya dengan tidak tahu malu. "That's what I mean."

"Nggak bisa, Prav." tolak Halim kini lebih tegas. "Jean sudah punya dunianya sendiri, dan lo nggak boleh mengusik dia lagi."

"Dan kenapa gue tidak boleh mengusiknya?" tanya Prav tidak terima.

Halim memejamkan matanya. Sementara Vincent berkata. "You dumped her for good. Dan gue saksi atas segalanya."

Vincent baru saja mengingatkan kejadian tiga tahun lalu kepadanya yang membuat Prav murka seketika. "Ah kampret! Gue juga manusia, bisa marah dan mengeluarkan emosi gue."

"Lo sih emosi tiap saat." sambar Halim. Halim tahu bagaimana pintarnya Jean me-manage situasi dan bagi Halim, dia percaya bahwa Prav tidak lagi punya nilai di mata Jean. "Menyerah aja sana lo, masih punya muka buat dapetin Jean?"

Prav mengangguk patuh. "Ini perintah dari Ibu Suri, dan gue nggak boleh menolaknya."

Kening Vincent berkerut. "Dan darimana Tante Mauli tahu kalau lo berhubungan dengan Jean?"

"Dari Nana."

"Oh God, that's crazy. Mungkin Mami lo terlalu mendambakan seorang menantu, right?" tanya Halim. "Masih ada cewek lain─"

"GUE MAUNYA JEAN!"

"Tapi Jean nggak lagi mau─"

"GUE YANG AKAN MENIKAHI DIA, NGGAK ADA YANG LAIN."

Vincent bergidik ngeri. "Ngeri amat lo, Bro! Jangan gila lah, Jean lo temui dengan begini pun yang ada dia kabur."

"Law firm keluarga Jean sudah punya nama." cetus Halim. "Jean menyukai pekerjaannya, don't you think that you is a second choice for her? Dari awal bukannya seperti itu? Karena ketidaksabaran lo lah yang merusak segalanya."

"Kenapa harus bahas itu lagi?" erang Prav frustrasi menjambak rambutnya.

"Gue akan terus membahasnya. Kalau berita hubungan lo dan Jean keluar dan terdengar oleh orang lain, bisa bahaya. She's not public figure like you. Mungkin, jika lo trending karena gosip it's okay, your name has a good impact. Tapi kalau dia? Dia bisa dihujat, Prav."

Vincent mengangguk setuju. "Jean yang sekarang adalah Jean yang sebenarnya. Dia yang bekerja dengan lo dulu, hanya kamuflase you know? She need a money."

Halim mengangguk lagi. "Karena itu di luar dari pengetahuan kita bagaimana kehidupan keluarga Brata sebenarnya."

"..."

"Tapi sekarang," lanjut Halim lagi. "Jean sudah dikenal sebagai putri bungsu Rodeo Brata, Prav. Are you thinking of it?"

Prav memikirkan semua pertimbangan. Memang, apa salahnya jika dia ingin memiliki Jean? Kenapa ini berhubungan dengan segala reputasi?

"I will not force you or control you. This is your life, and it's all about what you want, but first I will say, approach Jean in a natural and polite way." tegas Halim.

Prav mengangkat wajahnya dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang Halim katakan. "Jean adalah perempuan, lo mungkin bisa menjajah dia ketika dia menjadi manajer lo. Tapi sekarang, dia bukan lagi manajer lo."

"Jadi apa lagi?!" tanya Prav dengan berang.

"Mulai dengan normal, bodoh." celetuk Vincent yang sudah menahan gemas sejak tadi. "You can flirt her, tapi bersikap sebagai pria elegan dan berotak juga penting. Saingan lo banyak sekarang!"

Prav berdecak, demi Tuhan sumpah yang sudah dia ikrarkan dalam hati adalah menyeret Jean menuju salon dan meminta petugas salon agar mengubah warna rambut Jean kembali seperti semula.

Penampilan gadis itu nyentrik, cantik, menarik dan bisa membuat siapa pun lupa diri. Termasuk dirinya, dan Prav tidak akan membiarkan siapa pun bisa mendekati Jean.

"Come on, Prav." kata Halim kini yang sudah berubah menyemangati Prav. "I really sure that you're really smart. Mendekati Jean dengan sopan, tidak grasa-grusu, dan menarik hatinya kembali dengan baik."

"Gue takut di tolak..." gumam Prav.

"It's your judgemental," kata Vincent. "Manusia cenderung melihat apa yang ingin mereka lihat. Ketika apa yang lo sering lihat tidak sesuai preference, lo akan menimbulkan rasa tolak-menolak itu sendiri. Dan gue yakin, Jean tidak seperti itu, she's kind, smart, and mature. That's why you worried about her."

Halim terkekeh pelan sembari mengangguk. "Mati nggak lo, suka dan jatuh cinta sama cewek keren?!"

"Rasanya..." Prav mendesah atas kebodohan dirinya sendiri. "Gue memang bodoh,"

"Itu konsekuensi. Dia cewek keren, dan lo..." Vincent meneliti penampilan Prav. "Tetap jadi diri lo sendiri, tapi memang perlu usaha untuk menarik perhatian Jean."

"Bagaimana?" tanya Prav antusias.

"Sederhana.. Lo harusnya yang lebih tahu bagaimana dan apa yang Jean sukai." balas Vincent menepuk bahunya.

Setidaknya, ada support yang lebih manusiawi. Jadi, bagaimana caranya bagi Prav mengejar Jean dan membuat gadis itu jatuh cinta lagi kepadanya?

Prav berpikir, dia butuh tour guide cinta. Kira-kira, siapa?

***

HG Entertainment Siap Ambil Tindakan Hukum Melawan Haters - Direktur HG Entertainment, Halim Prabianto.

Halim menundukkan matanya dan berdesis malu di hadapan Jean yang kini tengah membaca berkas demi berkas komentar hujat Prav selama beberapa tahun terakhir yang sebelumnya tidak pernah digubris oleh sang Penyanyi Solo itu.

Ankatara Pravinda Arjanta, dikenal dengan nama panggung Pravinda Arjanta, dan mempunyai fan club bernama Prav Jack's itu sepakat untuk mengambil tindakan hukum guna melindungi sang penyanyi.

Yang sebetulnya, malah mengundang tawa satu ruangan. Karena sudah satu dekade lamanya Prav bekerja di industri musik ini, pria berusia 33 tahun menjelang 34 tahun akhir-akhir ini berubah menjadi pria melankolis yang depresi karena membaca hate comments.

Gema, manajer Prav duduk di sisi Jean, dengan sengaja membatasi interaksi yang bisa tercipta di antara Prav dan Jean.

"Kerugian dan kerusakan moril Pravinda semakin serius akhir-akhir ini, Jean." kata Gema menjelaskan apa yang terjadi, padahal meladeni tingkah konyol dan masalah sepele ini sangat murahan, dan Gema benci bahwa dia harus mengikuti semua arahan Prav yang terkesan lebai. "Tindakan ilegal ini, sudah menjadi penghinaan karakter, bahkan beberapa haters sudah mengganggu privasi Prav, Jean."

Jean hanya manggut-manggut saja. Di seberangnya, Halim mendengus mendengarkan drama yang menggelikan ini. Diawasi oleh Adji, yang begitu senang bertemu dengan Mbak Jean-nya setelah sekian lama.

"Mm," Jean bergumam membaca komentar haters itu. "Jadi, semua komentar ini sudah membuat mental Pravinda terganggu?"

"Betul, Jean." jawab Gema cepat dan tanggap.

Jean menarik napas dan menutup semua berkas yang disiapkan sebagai pengajuan perlindungan hukum Prav. "Cukup dengan UU ITE, mereka harusnya paham. Apa perlu kita menggali akar masalah kenapa Pravinda mendapat kebencian sebegini rupanya?"

Gema melongo, Prav hanya tersenyum seperti orang bodoh. Sementara Adji berkata. "Mbak, Mas Prav masih bertunangan dengan Mbak Ruwi, tapi mereka memang jarang terlihat bersama."

"Oh... Lalu?"

"Jadi, fans menyangka bahwa Mas Prav hanya melakukan gimmick dengan Mbak Ruwi. Dan fans Mbak Ruwi nggak terima kalau Mbak Ruwi hanya dijadikan bahan gimmick untuk menutupi personal life Mas Prav."

Jean mengangguk dan mengerti apa yang Adji maksud. "Lalu? Apa setelah melakukan tindakan hukum pada komentar kebencian, komentar hujat seperti ini akan berhenti? Coba, saya tanya sama manajer Pravinda yang lebih paham soal dunia industri." jelas Jean kini mengarah pada Gema.

Gema gelagapan, Jean sangat mendominasi dan serius. Hampir saja Gema dibuat getir serasa ujian bersama dosen penguji.

"Kalau menurut saya, ujaran kebencian pada artis dalam hiburan industri musik, terutama─tidak akan ada habisnya. Tapi, tidak ada salahnya kalau kami, tim manajemen Prav ingin melindungi mental Prav."

"Mm, sesuai masalah utama saat kini." timpal Prav dengan tiba-tiba. "Mental health is priority."

Jean hanya menghela napas dengan sabar. Dia menoleh pada Halim sekali lagi yang tampaknya memberikan wajah─terserah lo yang penting kelarJean tahu kok, betapa dramatisnya hidup Pravinda.

"Oke, karena ini kejahatan dalam bahasa. UU sudah mengeluarkan aturan bahwa pasal 156 dan 157 KUHP, saya akan melakukan tindak proses hukumnya." putus Jean mengalah menuruti si Pravinda yang sedang terkena mental. "Kami, akan memuat semua implikatur hate comments dan mencocokkan email mereka sebagai bukti pemilik akun tersebut."

"Oh.. Saya setuju." sambar Prav dengan semangat lagi.

"Jadi, udah selesai ini rapatnya?" tegur Adji tiba-tiba. "Saya udah lama nggak nyapa Mbak Jean, apa kabar, Mbak?"

Adji dan sikap polosnya. Jean bersyukur, bahwa setidaknya dari sekian ratus orang yang bekerja di HG masih ada orang polos dan suci seperti Adji yang tidak pernah terkontaminasi oleh gilanya Prav.

Katanya, dia kena mental karena hujatan netizen. Tapi wajahnya, mencerminkan jiwa yang sehat dan tidak memiliki gangguan mental. Ah, terserah lah!

"Baik, Dji. Lo gimana?" tanya Jean balik kepada Adji.

"Baik, Mbak─"

"Kabarku nggak ditanya?"

Sahut Adji dan Prav bersamaan. Adji memandang Prav dengan penuh rasa sewot. "Bentar dulu dong, Mas. Saya lagi temu kangen sama Mbak Jean!"

"Yang temu kangen bukan lo doang masalahnya!" sambar Prav tak kalah sewot. "Gue juga kangen sama Jean."

"HADUH APA SIH INI?!" sambar Neshi yang baru saja masuk ruangan meeting. "LHO ADA IBU PENGACARA?!"

Jean melengos malas dan memutarkan bola matanya dengan malas. "Apa sih, Nes? Masih kerja aja lo di sini?!" tanya Jean.

Neshi mengangguk. "Masih dong, lumayan buat modal kawin."

"Dih, orang yang mau kawin gayanya luar biasa.." ledek Adji.

"Ya lo kapan, Dji? Masa mau jadi perjaka tua. Eh, masih perjaka nggak, Dji?" tanya Neshi dengan kurang ajarnya.

Semua orang tertawa mendengarnya. "Astaga, Mbak Nes... Saya sih, mau lepas perjaka sama istri saya aja nanti."

"Bagus!" teriak Gema. "Jadi pemuda jujur di masa kini memang perlu dipertahankan."

Astaga, Jean baru menyadari bahwa dia merindukan semua momen-momen kekeluargaan seperti ini. Di kantor, semua orang sibuk dan fokus mengerjakan kasus para klien, tidak ada tawa dan canda seperti yang Jean rasakan saat ini.

Jean menoleh kepada manusia yang ada di seberangnya. Kakinya, baru saja ditendang oleh kaki Pravinda. Siapa lagi memangnya yang berani berlaku seperti itu kepadanya?

"Kita keluar yuk," ajak Prav kepada Jean.

"Ih... Mau ajak Mbak Jean kemana, Mas?" sahut Adji yang menjawab.

"Lo, diam di sini!" tegasnya kepada Adji. "Gue ada urusan sama Mbak lo!"

Jean hanya menggeleng. "Saya harus kembali ke kantor." katanya dengan formal.

Prav yang sudah berdiri lantas terkulai lemas menurunkan kedua bahunya. Hari ini, pria itu terlihat tampan dengan kaus hitam polos yang mencetak dada bidangnya, celana kain hitam formal dan sepatu pantofel mengkilap. Jean tebak, Prav baru saja dari kantor.

"C'mon, Je.. Makan siang dengan aku, mau ya?" tawar Prav kepadanya.

Halim lagi-lagi mengibaskan tangan kepada Jean mengisyaratkan agar dia menerima ajakan pria itu.

"Makan siang aja, okay?" ujar Jean mengajak kesepakatan.

Prav mengangguk patuh. "Janji, makan siang aja."

Jean mengangguk setuju, sementara Prav sudah tersenyum lebar bak orang bodoh. Gema sudah malu harus menaruh wajah dimana karena tindakan modus hari ini ternyata berjalan dengan lancar. Lalu Halim sudah memilih walk out membiarkan Prav dan Jean pergi menuju food court khusus para artis dan karyawan HG. Jadi, untuk keamanan jelas jangan ditanya.

Gema, Neshi dan Adji yang melihat kepergian Jean dan Prav dari ruang meeting hanya bisa terkekeh pelan sembari mendoakan yang terbaik untuk penyanyi mereka.

"Si Bodoh, akan mendapatkan cintanya atau nggak kali ini. Kita lihat nanti." cetus Neshi.

Gema dan Adji mengangguk bersamaan, melihat bagaimana usaha Prav memperbaiki yang sudah dia rusak membuat mereka cukup terharu dan prihatin. Ya, setidaknya memang harus ada pelajaran yang Prav ambil untuk memutuskan apa yang pria itu inginkan selain musik dalam hidupnya.

───────────────────

─Bandung, 23 November 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro