Evalina Olin Semena-mena
Daniel kembali ke kelasnya.
Setelah dibanting cewek yang bahkan belum diketahui namanya, luka di punggung tangan Daniel yang masih ditutup plester dinosaurus kembali berdenyut ngilu. Kalau tidak salah ingat tangan itu membentur tepian bangku yang bertekstur keras. Lukanya jadi kembali terbuka. Tapi nggak papa, gue, kan, cowok! batinnya.
Kelas 11 IPS 3 kosong melompong ditinggal penghuninya. Dahi Daniel berkerut dalam, ke mana perginya semua orang? Apa Nusaindah punya tradisi makan bersama saat istirahat yang wajib diikuti semua siswa seperti sekolah-sekolah yang pernah Daniel lihat di drama? Atau ...
"Dah balik lo, Dan?"
Daniel balik badan untuk bisa menemukan siapa pemilik suara itu. Kemudian mengangguk penuh sebagai jawaban atas pertanyaan Juna sebelumnya.
Cowok itu bertanya kepada Daniel, tapi fokusnya penuh pada gawainya.
"Apa Nusaindah punya tradisi makan bersama pas istirahat?"
"Enggak, tuh."
"Kok, kelasnya sesepi ini?"
Juna melepas tatapan dari gawainya sebelum berjalan menyebelahi Daniel yang berjalan menuju tempat duduk mereka masing-masing.
"Sebelum gue jelasin apa yang sedang terjadi, ada baiknya lo follow IG @nusda_comel dan baca postingan terbarunya supaya lo nggak bingung."
Nusda underscore comel? Username Instagram milik siapa yang namanya norak begitu? Meski geli setengah mati, Daniel menuruti saran Juna setelah mengaktifkan data seluler ponselnya.
nusda_comel Perisakan berkedok pelatihan? Atau pelatihan dengan strategi pembullyan?
Ini Minus nulis kepsyen apasih? Tapi kalian pasti tahu apa yang lagi rame di nusda sekarang wkwkwk.
#gosipnusda
#nusdacomel
#nusdakeren
Daniel membaca serangkaian caption yang mengiringi sebuah postingan berupa foto kerumunan di koridor lantai dasar yang diubah menjadi catwalk untuk seleksi para pendaftar ekskul modelling. Daniel tahu itu karena melihatnya sendiri saat kembali dari ruang OSIS setelah mengumpulkan formulir pendaftaran ekskulnya.
Sekilas tidak ada yang aneh dari postingan itu, tapi ratusan komentar di bawahnya membuat Daniel mengerutkan kening.
"Itu jawaban buat pertanyaan lo, Dan. Orang-orang nggak ada di kelas karena menyemut di sana." Juna kembali memainkan ponselnya.
"Apa ekskul modelling semenarik itu buat ditonton?" tanya Daniel sembari menjatuhkan diri ke tempat duduk.
"Enggak, sih, tapi kelakuan ketuanya yang kadang bikin geram selalu enak buat digosipkan." Juna meletakkan ponselnya di atas meja. Fokusnya penuh kepada Daniel. "Lo tahu?"
Dan 'lo tahu?' selalu berhasil memancing rasa penasaran.
"Apa?" Daniel memasang telinganya baik-baik.
Juna menegakkan tubuhnya. Gosip selalu berhasil menyalakan api semangat di dadanya. Meski dia tahu itu dosa. "Ketua ekskul modelling di sini terkenal dengan kekejamannya. Kayaknya turun temurun dan sudah bukan rahasia lagi kalau ketua ekskul modelling emang terkenal kejam, tapi tahun ini lebih ngeri karena Nona Muda yang bakal mengambil posisi itu," jelas Juna seperti host acara gosip di pagi hari.
Daniel belum banyak tahu mengenai SMA Nusaindah dan seisinya, jadi cowok itu tidak sepenuhnya memahami. Apalagi saat Juna mengatakan 'Nona Muda'.
"Namanya Nona Muda?" tanyanya.
Juna menggeleng. "Namanya Evalina Olin Diana, tapi lebih sering disebut sebagai Nona Muda atau Evalina Olin Semena-mena."
"Semena-mena?"
"Lo belum tahu aja gimana perangainya. Tirani. Pokoknya keji, deh. Kegiatan seleksi buat calon anggota ekskul modelling malah dijadikan ajang pamer kekuasaan dan perpeloncoan."
"Terus nggak ada yang protes gitu? Elo, OSIS, atau dari guru?"
"Nggak semudah itu! Nona Muda backup-annya pengacara, Bro ... guru bahkan nggak berani. Lebih milih diem daripada berurusan sama orang tuanya."
Daniel meringis ngeri membayangkan betapa tersiksanya para anggota modelling di bawah rezim seorang Evalina Olin ... siapa tadi? Semena-mena? Namun, seperti biasa, sesuatu yang baru selalu berhasil membuat Daniel penasaran.
"Siapa, sih, Evalina Olin Semena-mena itu? Gue jadi penasaran," gumam Daniel, terlalu keras hingga sampai ke telinga Juna yang mulai asik lagi dengan ponselnya.
Juna menunjuk bangku kosong di sebelah tempat duduk Daniel, kemudian beralih menunjuk seorang cewek yang lewat di depan jendela.
Daniel mendapatkan kejutan berikutnya saat Juna mengatakan, "Itu Nona Muda yang lo tanyakan, dan dia adalah pemilik bangku kosong di sebelah lo."
Kebetulan apa lagi ini? Jadi gadis yang menangis di rumah sakit itu adalah teman sekelasnya?
^^^
Rangkaian kegiatan seleksi untuk mendapatkan calon model-model berbakat Nusaindah selesai dilaksanakan. Tidak lebih dari dua puluh lima persen dari jumlah total pendaftar yang sesuai dengan kriteria Olin. Catat, KRITERIA OLIN, bukan kriteria ekskul modelling yang sesungguhnya.
Abel, Nila, dan beberapa orang lainnya duduk melantai setelah selesai membereskan ruang ekskul mereka. Hari ini betul-betul hari yang melelahkan. Lelah fisik dan lelah hati. Sehari menyelesaikan rangkaian seleksi yang seharusnya dijadwalkan tiga hari itu cukup menguras banyak tenaga, belum lagi tekanan dari sang ketua dan nyinyiran dari luar sana.
"Gara-gara Olin image ekskul modelling jadi ikut tercoreng. Banyak pendaftar yang mengundurkan diri saat pelatihan kepercayaan diri tadi gara-gara mukanya diolok-olok. Ada juga yang langsung posting foto dengan caption yang menyindir dan menjelek-jelekkan ekskul modelling, padahal yang salah Olin."
"Iya. Kita semua jadi kena batunya. Setelah ini mungkin ekskul kita diberhentikan sama sekolah karena sepi peminat."
"Aneh, dengan adanya Olin di ekskul kita kayak jadi magnet yang menarik perhatian massa, tapi di saat yang sama, Olin juga bikin ketertarikan massa hilang karena kekejamannya."
"Dia sendiri yang kejam, kita-kita ikut kena, padahal kerjaan kita cuma diem meratapi nasib jadi anggotanya."
"Kalau tahu bakal begini, mungkin dari dulu gue bakal mengundurkan diri."
"Sayangnya anggota tetap baru akan melepas jabatan setelah tahun ajaran berganti."
Debus terdengar lantaran semua orang di ruangan itu menghela napas dengan kompak. Tidak ada ekspresi puas yang menghiasi wajah mereka seperti pada umumnya ketika kegiatan seleksi selesai dilakukan.
"Eh, gue kayaknya punya video waktu Olin komentar jahat ke riasan beberapa pendaftar, deh. Gimana kalau kita viralkan aja?" usul seseorang tiba-tiba. Membuat seluruh atensi tersedot penuh kepadanya.
Mulut Abel membuka. "Lo gila? Itu bakal memperburuk image kita."
"Bukan kita, tapi Olin," ujarnya. Cewek berwajah tirus itu menegakkan punggungnya. "Lama-lama nggak tahan juga berada di bawah rezim Olin. Gue udah nggak peduli image ekskul modelling bakal sehancur apa nantinya, tapi setidaknya gue mau melindungi diri gue sendiri. Dengan disebarnya video ini, massa akan tahu kalau kita nggak pernah terlibat sama kelakuan Olin yang keji itu," jelasnya menggebu.
Anggota lain tampak berpikir. Sebagian merasa bahwa ide itu ada benarnya. Sebagian lagi mengira bahwa dengan menyetujui usulan itu, mereka tidak ada bedanya dengan Olin yang semena-mena.
"Kita voting, kalau suara terbanyaknya setuju dengan usulan gue, gue bakal hubungi admin @nusda_comel sekarang juga."
Semua orang memilih diam.
^^^
Dua hari terasa begitu lama bagi Olin yang sekarang berada di luar kota. Kesibukannya sebagai seorang model terkadang membuatnya harus memilih antara sekolah dan jadwal pemotretan. Kalau boleh jujur, Olin jauh lebih memilih sekolah. Karena meski tidak punya teman dan terkenal dengan keangkuhannya, Olin tidak pernah dituntut untuk tersenyum saat hatinya tengah terluka. Itulah perbedaan antara sekolah dan dunia kerjanya.
"Kita break dulu, setengah jam lagi kita lanjut," teriak seseorang dari balik kamera.
Olin menghela napas lega. Menjalani pemotretan bukan hal yang menyenangkan baginya. Disuruh berpose macam-macam hingga dituntut untuk terus memasang wajah ceria terkadang membuat Olin ingin menjadi remaja biasa saja, meski kecintaannya pada dunia model masih tersemat di hatinya.
"Mbak Lastri, ponsel saya!" teriak Olin yang mulai mendudukkan diri di atas kursi berbahan dasar besi.
Jarak dua puluh meter di depannya, Lastri tergopoh menyangking sebuah tas jinjing berwarna hitam.
"Nona Muda panggil saya?" Wanita itu memastikan.
"Ponsel saya," balas Olin. Terdengar angkuh seperti biasa.
Olin menerima ponsel berlogo apel yang diulurkan asistennya. Begitu menyalakan data seluler, notifikasi dari media sosialnya membeludak entah apa sebabnya.
Perasaan dua hari belakangan gue nggak ada upload feed atau story apa pun, kenapa notifikasi Instagram sejebol ini?
Olin dilingkupi rasa penasaran. Namun, ia menyesal telah membukanya. Amarahnya memuncak setelah mengetahui apa yang membuat sosial medianya diserang.
Sebuah video berdurasi dua menit yang menampilkan dirinya saat mengomentari riasan salah satu pendaftar pada waktu seleksi disebar luas oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Tangan Olin mengepal. Urat-uratnya mengencang. Apa tidak ada pekerjaan lain yang lebih bermanfaat? Kenapa harus video itu yang disebar sampai membuat Olin dihujat?
xxyyzz_ ngeri-ngeri sedep ye, tu orng cantik-cantik kejem bgt kelakuan
opor.ayam gw kira tradisi kejam begitu udah musnah, trnyta di Nusda msh dilestarikan
navilera_0 percuma cantik kalo akhlak eobso
cirengmbaknana kejamnya senioritas, kabur ah atuuuttt
abcdefg klo ketuanya macem itu, apa anggotanya tdk migrain setiap hari?
Komentar-komentar jahat itu membuat Olin berdiri dari duduknya. Orang-orang itu tidak tahu, tujuan Olin menerapkan standar yang tinggi pada ekskul di bawah pimpinannya itu mutlak demi mendapatkan anggota yang berkulaitas, bukan karena senioritas apalagi semi mem-bully.
Olin belum juga sadar, meski benar tak ada tujuan lain seperti yang sudah disebutkan, tak jarang apa yang dia lakukan dan apa yang dia ucapkan menyakiti banyak pihak.
Lanjutan cerita ini bisa dibaca di aplikasi Rakata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro