Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7 - Emosi

Happy Reading ^^

Selama lima bulan ini aku berada di bawah pengawasan mas Arga, dan selama lima bulan ini pula aku diperlakukan layaknya sekretaris. Pernah suatu hari mbak Sri yang selama ini mengurus beberapa lawyer dan salah satunya adalah mas Arga berkata padaku. "Rasanya aku sudah tidak berguna lagi menjadi sekretaris bang Bima."

Hari ini aku cukup bersemangat karena mas Arga mengajakku bertemu salah satu klien yang ingin berkonsultasi karena akan menjadi investor salah satu perusahaan start up. Bertemu langsung dengan klien merupakan salah satu hal langka untuk pemagang di firma kami.

"Rain kamu udah rangkum kan hasil riset tentang kelebihan dan kekurangan investasi di start up juga contoh-contoh masalah hukum yang timbul akibat sengketa para investor di perusahaan start up?"

"Sudah Mas," jawab ku malas, ini sudah ke tiga kalinya dia mempertanyakan hal ini. Klien nya sepenting apa sih sampai mas Arga begitu hati-hati?

"Resume sidang kemarin udah selesai?" tanyanya dengan pandangan tetap fokus ke arah jalanan. Alih-alih menggunakan supir seperti kebanyakan lawyer di firma, mas Arga lebih suka menyetir sendiri.

"Tinggal di rapihin dikit lagi Mas." Sebenarnya bukan sedikit sih.

"Maksimal besok sebelum pukul 10 harus ada di meja saya." Perintah darinya membuat ku mengumpat dalam hati.

"Iya Mas," jawabku dengan terpaksa.

Kami memasuki sebuah hotel. Wait! Kenapa harus di hotel sih? Kan otak suci ku mulai berpikiran yang iya iya.

Seorang perempuan menghampiri kami dan mengantar kami menuju salah satu kamar president suites. Dari caranya berpakaian sepertinya dia pegawai di hotel ini.

"Silahkan Pak, Bu," ucapnya dan mempersilahkan kami masuk setelah sebelumnya dia mengetuk dan membuka kan pintu.

Seorang perempuan cantik tengah duduk dengan santai di sofa yang berada tidak jauh dari pintu. Kenapa aku seperti mengenalnya ya?

"Kita langsung meeting saja," ucap mas Arga dan langsung berjalan menuju salah satu ruangan di dalam kamar ini. Perempuan yang tadi duduk di sofa hanya terkekeh tapi tak ayal mengikuti mas Arga begitu pun dengan ku.

Tunggu! Kenapa mas Arga seperti sangat mengetahui letak ruangan di dalam kamar ini?

Kami bertiga duduk dengan posisi meja yang melingkar, mas Arga pun mengawali percakapan tanpa basa-basi. Sangat gayanya sekali.

"Rain perkenalkan dia Sekar klien kita. Dan Sekar, dia Rain. Anak magang di firma saya," ucapnya.

"Salam kenal Rain. Saya cukup tahu kamu dari ceritanya mas Bima," ucapnya sambil tersenyum.

Kenapa senyumnya terasa tak nyaman untuk ku ya? Dan apa dia bilang? Dari ceritanya mas Arga?

"Salam kenal Bu," ucapku tersenyum sopan.

"Rain tolong kamu berikan dokumen nya ke Sekar." Perintah mas Arga dan aku pun hanya menuruti perintahnya.

Setelah itu mengalirlah semua pembicaraan terkait pekerjaan. Satu hal yang aku suka dari mas Arga adalah dia sering menanyakan pemikiran ku tentang kasus yang tengah di kerjakan. Bukan hanya sekedar basa-basi menanyakan, tapi jika menurutnya pemikiran ku bagus maka itu akan dipakai olehnya.

Setelah hampir dua jam kami berbicara dan bu Sekar telah memantapkan keputusannya, akhirnya kami pun pamit pulang. Tapi sebelum kami benar-benar keluar, bu Sekar sedikit menahan mas Arga dengan berkata, "Mas kamu gak mau pulang ke Yogya?"

"Saya masih sibuk. Kalau ada waktu mungkin saya akan pulang."

"Kapan toh mas? Ibu katanya udah rindu karo kamu."

"Nanti saya hubungi lagi." Jawaban mas Arga membuat bu Sekar hanya tersenyum kecut dan membiarkan kami pergi.

Selama di perjalanan aku terus memikirkan siapa sebenarnya bu Sekar. Tidak mungkin rasanya jika dia hanya sekedar klien. Buktinya tadi dia menyebut-nyebut kota asal mas Arga. Dan tidak seperti klien lainnya, dia pun memanggil mas Arga dengan sebutan 'mas'.

"Kamu sehat Rain?" pertanyaan dari mas Arga membuat ku cukup tersentak.

"Hah? Sehat Mas. Kenapa gitu?" tanyaku aneh.

"Kamu banyak diem hari ini."

Aku memutar bola mata ku malas. "Aku memang selalu salah di mata mu Mas. Aku banyak bicara kamu bilang berisik, aku diam kamu malah bilang aku sakit."

"Itu bukan pernyataan Rain tapi pertanyaan. Kamu seharusnya tidak salah menafsirkan," ucapnya dengan datar.

"Bu Sekar itu siapa?" tanyaku mengabaikan ceramah singkatnya.

"Kamu bodoh ya Rain? Kan tadi udah kenalan." Mulutnya astagfirullah pengen aku rukyah!

"Maksud saya, dia siapanya Mas Arga. Dan entah kenapa wajahnya kok gak asing ya," ucapku sambil terus memutar memori di otak ku. Otak ku ini memang cerdas, tapi sepertinya cukup bodoh dalam mengingat wajah orang lain.

"Kamu tahu kan kalau kamu gak boleh sembarangan bertanya hal-hal yang bersifat privasi untuk orang lain?" bukannya menjawab, beliau yang terhormat ini malah balik bertanya.

"Yaudah gak usah di jawab. Alih-alih menceramahi saya, seharusnya Mas gunakan saja hak untuk diam," jawab ku kesal dan kembali menatap jalanan yang macet. Dan benar saja, dia menggunakan hak diam nya, sampai kami telah berada di kantor pun dia masih diam.

Walaupun saat ini aku sedang mengerjakan resume persidangan seperti yang diminta oleh mas Arga, tapi pikiran ku belum benar-benar fokus. Perempuan itu siapa?

"Oh Shit!" umpat ku cukup keras sampai beberapa junior yang berada di ruangan ini menatap ke arah ku dengan bingung. Aku pun hanya bisa tersenyum canggung.

Beberapa hari yang lalu kami memang kedatangan 5 orang peserta magang yang baru, sedangkan beberapa orang peserta magang lainnya memang telah selesai magang di sini. Yang beruntung itu bang Evan, karena dia langsung ditawari untuk menjadi salah satu lawyer di sini.

Kembali lagi ke topik awal aku mengumpat, itu karena ingatan ku tentang bu Sekar telah kembali. Voila! Dia adalah wanita yang sama dengan yang kulihat satu setengah tahun lalu sedang makan bersama mas Arga di salah satu restoran di mall.

Dan kali ini bayang-bayang bu Sekar sukses membuat kepercayaan diriku untuk mendekati mas Arga sedikit tergoncang.

***

Tok ... Tok ... Tok ...

Aku mengetuk pintu ruangan mas Arga. Saat ini telah pukul setengah sembilan malam dan aku baru selesai mengerjakan tugas dari mas Arga yaitu harus mentranslate dokumen ke dalam bahasa inggris karena klien kami berasal dari luar. Cukup ribet sebenarnya, karena bahasa inggris umum dan dunia hukum itu sedikit berbeda.

Setelah mendengar perintah untuk masuk aku pun segera membuka pintu. Kulihat mas Arga masih sibuk dengan laptopnya. Dasinya sudah tidak dia pakai lagi, dan kemeja yang sudah digulung sampai siku, juga kancing teratasnya yang terbuka membuat ku gagal fokus untuk sesaat.

"Mas aku udah selesain tugas aku. Ini di simpan di laci nomor dua aja ya?" tanya ku.

"Iya," jawab nya singkat.

"Mas pulang jam berapa?" tanyaku setelah menyimpan berkas dan berdiri di depan meja nya.

"Kenapa?" tanya nya.

"Mau nebeng pulang," ucapku sambil tersenyum penuh harap. Dan dia hanya mengerutkan keningnya.

Aku yang mengerti kebingungannya langsung berkata, "Mobil aku tiba-tiba tadi pagi mogok dan sampai sekarang masih di bengkel. Tadi pagi aku di antar El kesini, tapi katanya dia harus lembur sampai tengah malam mungkin karena sedang ada kasus yang urgent. Kak Arkan masih di luar kota, daddy dan mommy aku lagi di luar negeri, sopir di rumah lagi di liburin. Jadi aku gak punya opsi lain buat pulang kecuali minta di antar sama mas Arga."

"Kamu lagi story telling?" tanya nya dengan menyebalkan.

"Aku serius loh Mas," ucapku sedikit kesal. Pasalnya ini sudah malam dan teman-teman magang ku yang lain sudah pada pulang.

"Kan ada ojol Rain," ucapnya enteng.

"Aku gak punya aplikasi nya, dan gak bisa make nya," ucapku pelan.

"Really? Apa ada makhluk modern dan masih muda kaya kamu gak bisa pake aplikasi ojol?" pertanyaan mas Arga dan nada bicaranya benar-benar membuat ku kesal.

"Yaudah kalau gak mau nolongin gak usah pake ngerendahin segala. Aku emang gak pernah pake aplikasi itu karena dari dulu orang-orang di sekitar ku selalu ada untuk ku. Tidak pernah sekali pun aku berkesempatan menggunakan aplikasi yang populer itu!" tuturku penuh emosi.

"Seharusnya kamu tahu kalau tidak akan ada orang yang berdiri di sekitar kita untuk selamanya."

"Mas do'a in aku buat ditinggalin sama orang-orang?"

"Siapa yang do'a in kamu?" dia malah balik bertanya.

"Ucapan adalah do'a. Awas aja kalau nanti Mas malah menjadi orang yang ingin selalu berada di samping saya! Saya permisi," ucapku dan langsung keluar dari ruangannya.

Ku tatap dengan kesal jam di tangan yang sudah menunjukkan pukul 9 lewat 5 menit. Aku putuskan saja untuk menunggu El selesai bekerja dan menjemput ku kesini.

"Kamu masih di sini?" aku terlonjak kaget begitu seseorang membuka kan pintu dan bertanya padaku.

"Mata mas Arga masih berfungsi dengan baik kan?" tanyaku ketus. Aku memang masih kesal dengan kejadian di ruangannya tadi. Terlebih lagi pikiran tentang bu Sekar yang beberapa hari ini mengganggu pikiran ku.

"Ayo pulang! Saya antar." Ajaknya.

"Gak usah! Aku tungguin El jemput aja." Tolakku dan pura-pura sibuk dengan gadget.

"Ok, saya tungguin kamu di sini sampai El kamu itu jemput," ucapnya dan duduk di kursi yang bersebrangan dengan ku.

Aku mengerutkan kening aneh. Ini beneran mas Arga kan? Bukan makhluk jadi-jadian di kantor ini yang menyerupainya?

15 menit telah berlalu dan kami hanya fokus dengan gadget masing-masing. Aku yang merasa telah menyia-nyia kan waktu akhirnya angkat bicara. "Mas dari pada kamu gak jelas banget di sini cuma duduk, mendingan pulang aja."

"Kan kamu juga yang bikin saya duduk gak jelas di sini." Aku hanya mencoba menahan emosi yang bergejolak di hati ku ini. Bersabar agar tidak mengumpat di hadapannya.

"Oke, kita pulang sekarang." Akhirnya harus aku yang mengalah.

"Harusnya dari tadi, biar saya gak buang-buang waktu," ucapnya amat pelan sambil berlalu tapi masih dapat kudengar.

Demi apapun, jika tak ingat bahwa aku memerlukan bantuannya malam ini, mungkin tas Dior ku ini telah melayang ke kepala nya.




Menulis cerita ini membuat aku bahagia, mungkin karena itulah jadi pengen cepet-cepet update, hehehehe.

Jangan lupa vote dan komennya ya:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro