Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[1] Janji

[hanya dipublish di http://wattpad.com/user/just-anny, jika menemukan cerita ini di situs lain artinya itu merupakan PLAGIAT/PENYEBARAN TANPA IZIN]

  

[1] Janji


DENGAN cuaca siang hari yang seterik ini, riuh terdengar jelas di setiap penjuru SMA Nusantara. Kegaduhan ada dimana-mana. Setiap koridor ramai oleh siswa maupun siswi yang berjalan maupun berlarian ke sana ke mari. Ada yang bahagia menikmati tawa bersama teman, ada juga yang sibuk sendiri dengan gadget di tangan.

"Le, ke kanan dikit Le!" teriak seorang gadis dengan rambut terikat ala buntut kuda seraya menengadahkan wajahnya ke atas sana. Dia, bersama satu temannya yang dia panggil Le itu ada di samping tembok besar aula olahraga.

"Kalau di sini gimana, An? Cukup nggak?" Gadis dengan rambut panjang bergelombang berteriak dari atas kursi yang sedang dia pijaki.

"Cukup, Le. Cukup. Udah ah sekarang lo turun. Tangan gue pegel nih pegangin kursi terus lama-lama. Lo kan berat." Gadis dengan rambut buntut kuda itu mengembungkan kedua pipinya--cemberut.

Lea--si gadis rambut panjang bergelombang tadi--turun dari kursi. Sedikit merapikan seragamnya yang berantakan dia lakukan demi menjaga bajunya agar tetap dalam keadaan bersih. Kemudian dia menepuk-nepuk tangannya keras-keras.

"Ew, lo sadar nggak sih Le kalau debu di tangan lo itu pindah semua sekarang ke muka gue?" tanya Ana, gadis si rambut buntut kuda itu.

Lea tertawa kecil. "Rasain! Itu bayaran karena udah bilang gue berat. Beda berat kita tuh cuman lima kilo, Aaaan. Cuman lima kilo, " cibir gadis dengan berat badan lima puluh kilogram itu sambil melebarkan setiap jari tangan kanannya.

Masalah berat badan sudah biasa menjadi hal yang sensitif bagi perempuan, tak terkecuali bagi kedua gadis yang sudah bersahabat dekat itu. "Tapi kan tetep aja Lea lebih berat dari gue," ucap Ana yang kemudia tertawa puas saat melihat Lea kini sudah mendengus kesal.

Ana berjalan menjauhi tembok yang telah dihiasi spanduk tadi, tak lama kemudian disusul oleh Lea.

PENTAS SENI KE-19 SMA NUSANTARA

"Waaah, sumpah ya, gue nggak sabar pengin cepet-cepet pentas seni!" seru Ana bersemangat. Kedua tangannya ia kepalkan erat-erat sambil tersenyum kuat hingga matanya menutup sempurna.

Lea menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Lo seseneng itu ya mau pentas seni?" tanya Lea yang akhirnya ikut tersenyum.

"Iya lah! Ini tuh pentas seni, Le! Pentas seni!" Ana berbicara cepat dengan menggebu-gebu. "Pentas seni sekolah kita kan acaranya cuman diadain tiga tahun sekali. Beruntung banget lah kita dapet pentas seni ini sebelum naik kelas tiga."

"Dih, gue sih males," celetuk Lea mengembungkan pipi putihnya. "Gue malah pengin pentas seni pas kelas tiga aja, biar gue nggak harus jadi anak kelas dua yang disuruh-suruh ketua divisi yang notabene-nya kakak kelas."

Ana melayangkan senyuman lebarnya. "Gue sih ... seneng kerja bareng anak kelas tiga atau kelas dua."

Lea mengerutkan keningnya curiga. "Lo? Hmm ..., jangan bilang lo ... lagi suka sama panitia pensi ya An?" tanya Lea mendelik.

Jangankan menjawab, ditanya seperti itu Ana malah tertawa. Dia kemudian berlalu menjauhi Lea, tersenyum sendiri seperti orang yang sedang berbunga-bunga.

"Anaaa, lo kok kabur sih? Lo ngaku dulu lah siapa cowok yang lagi lo taksir. Gak usah sembunyiin dari gue. Gue selalu tau kapan lo suka sama orang!" seru Lea mengejar Ana.

"Ra-ha-si-a," ucap Ana sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian tersenyum lebar.

Lea merengut. "Ih, lo sejak kapan main rahasia-rahasiaan sama gue?"

"Gue nggak mau cerita sama lo," cibir Ana cekikikan dan terus saja berlalu. Lea, hanya bisa mengekor Ana dari belakang dengan wajah kesal.

.

.

--

Kantin ramai saat jam istirahatnya SMA Nusantara itu sudah sangat biasa. Kantin memang tempat penyelamat terbaik untuk perut yang kelaparan. Kantin juga tempat yang menyenangkan bagi mereka, siswa maupun siswi yang sering suntuk saat pelajaran di kelas.

"Lea!"

Lea yang kini sudah berada di kantin bersama Ana, juga bersama semangkok bakso pedas di meja hadapannya, menoleh begitu mendengar suara seorang laki-laki menyebut namanya dari belakang. "Ega?" tanya Lea.

"Iya, ini gue Le. Siapa lagi coba?"

Lea tersenyum kecil. "Iya, ini elo Ga. Siapa lagi coba?" Lea mengikuti gaya bicara Ega. "Kenapa lo nyari gue?"

Ega duduk di samping Ana yang sedang duduk persis di hadapan Lea. "An, gue minjem sahabat lo dulu ya mau nawarin kerjaan."

"Ceilaaah, gaya banget deh kerjaan, bilang aja kalo lo mau nanya PR ke Lea," cibir Ana sambil menyeruput es jeruknya.

Ega tertawa kecil menampilkan deretan giginya. "Eh Le," panggil Ega kemudian.

"Hmm," jawab Lea yang kini sudah sibuk mengunyah bakso keesukaannya.

"Lo kan pinter ya Le ya. Gue ada tugas matematika susaaah banget, banget, banget. Lo nggak mau bantuin gue? Gue besok kosong loh," ucap Ega dengan pandangan penuh meminta.

"Feeling Ana selalu benar," celetuk Ana. "Seorang Ega nyariin Lea pasti karena PR."

"Ana bawel, kayak bebek."

"Aw!" seru Ana saat menyadari pipinya telah dicubit keras oleh Ega. "Sakit Ega dodol," ketus Ana disusul oleh tawaan kecil dari Ega.

Melihat dua temannya bertengkar, Lea hanya bisa tersenyum kecil. "Gini aja deh, Ga. Ntar malem gue ke rumah lo ya. Gue bantuin PR-nya."

Ega mengacak-acak puncak kepala Lea. "Duh, sepupu gue yang satu ini kapan sih ya nggak baik bantuin orang."

"Penjilat," celetuk Ana.

Ega hanya tertawa sambil sedikit mengacak rambut hitam pendek miliknya.

.

.

--

"Le, ntar uang makan tadi gue ganti ya," ucap Ana yang kini sudah duduk manis di kelas--di samping Lea, teman sebangkunya. Keduanya menunggu guru yang tak juga datang mengajar.

"Santai lah, kasian juga gue liat lo gak ada uang karena dompet ketinggalan." Lea mulai mengeluarkan buku Fisika tebal dari tasnya.

Ana merengut. "Kita boleh temenan, kita boleh sahabatan, tapi yang namanya minjam-meminjam uang itu nggak boleh disepelein. Hutang gimana pun tetep hutang--"

"Sedangkan kita nggak boleh manfaatin temen atau sahabat sebagai tempat menimbun hutang." Lea tersenyum karena puas menyela Ana.

"Lo kok nyuri kata-kata gue?" Ana mendelik.

Lea tersenyum. "Bosen An, gue udah sering banget denger kalimat itu dari mulut lo. Sampe melayang-layang di luar kepala gue."

Tanpa membalas ucapan Lea, tiba-tiba Ana memeluk Lea.

"Berat An," ucap Lea pelan.

"Bodo."

Lea terdiam di antara kehangatan pelukan sahabatnya itu. "Kenapa lo tiba-tiba diem aneh gitu deh Le?" tanya Ana yang kemudian melepas pelukannya.

Lea tiba-tiba merengut. "Anaaa, lo belum ngaku sama gue siapa cowok yang lagi lo suka!"

Ana memutar kedua bola matanya berusaha mengingat. Sedetik kemudian Ana tertawa kecil melihat kekesalan Lea. "Ada deeeh," celetuk Ana.

"Ih, Ana! Siapaaa?"

"Gue nggak mau bilang aaah."

Lea semakin menampakkan wajah kesalnya, melipat kedua lengannya dan menekuk bibir. "Gue juga nggak akan bilang kalo gue lagi suka sama siapa sekarang."

Ana terkaget. "Eh? Emang lo lagi suka sama siapa?"

"Ada deh," ucap Lea manahan tawa, merasa menang karena telah membuat Ana penasaran.

"Ah, lo pasti cuman bohong kan?" tanya Ana.

"Nggak wew!" Lea memeletkan lidahnya. "Gue suka sama cowok itu." Lea tersenyum sendiri.

Melihat temannya yang berbunga-bunga, Ana akhirnya percaya. "Yaudah. Gue bilang deh. Tapi lo juga harus bilang."

"Sekarang?" tanya Lea yang kembali dengan wajah penasarannya.

"Hmm." Ana tampak berpikir. "Jangan sekarang deh kayaknya. Kurang apa ya? Hmm, kurang greget kalau kita tau gitu aja."

Lea hanya mengerutkan dahi mengikuti apa yang diucapkan Ana.

"Gimana kalau pas hari H pentas seni?" tanya Ana yang merasa idenya sangat cerdas.

"Pas pentas seni?" tanya Lea tak mengerti.

"Iya!" Ana bersemangat hingga mengepalkan tangan kanannya. "Kita kan panitia dekorasi yang kerjanya sebelum hari H. Hari H kita udah pasti kosong dong ya? Nah, nanti kita sama-sama ngaku deh di sana. Kasih tau masing-masing dari kita siapa yang lagi kita suka. Gimana?" tanya Ana.

"Hmm." Lea nampak berpikir. "Oke deh. Gue setuju An. Janji ya, lo harus kasih tau gue siapa cowok yang lagi lo suka!" seru Lea menyodorkan jari kelingkingnya.

Jari kecil miliknya Ana tautkan. "Janji."

Kemudian, keduanya saling tersenyum.


---------------

Anny's note : Eh kok aku kangen ya nulis ringan-ringan begini XD



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro