Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31 ⚘ Restlessness of Heart On the Way



Tepat saat matahari sudah berada pada puncaknya, Fioletta beserta sang putra semata wayang pun berangkat bersama Frost untuk kembali ke Istana Veroxz. Ada banyak hal yang dipikirkan oleh Fioletta seiring berjalannya kereta kuda yang mereka kendarai untuk sampai ke istana. Sesekali, manik aquamarine itu akan menatap eksistensi sang putra yang tampak antusias memerhatikan pemandangan jalan dari jendela kereta.

Fioletta memang merasa senang, tentu saja. Akan tetapi, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan cemas dan gelisah yang ia rasakan. Apakah para warga istana akan menyambut kepulangannya dengan baik? Atau justru, caci maki dan gunjingan sana-sinilah yang sudah menunggunya di sana?

Fioletta menggeleng, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang mulai bersarang pada otaknya, dan tanpa disadari oleh Fioletta sendiri, ternyata Frasco memerhatikan setiap raut wajah dan sikap gelisah yang ditunjukkan oleh sang ibu. Meski awalnya sempat terpaku dan dibuat takjub oleh pemandangan di luar kereta, tapi Frasco adalah sosok anak yang peka terhadap sekitarnya. Bahkan kini, kedua tangan kecil bocah laki-laki itu sudah mendarat tepat di atas punggung tangan sang ibu yang menyilang di atas pangkuan beliau.

"Ada apa, Ibu? Aku perhatikan, Ibu tampak gelisah sedari tadi." Frasco bertanya dengan nada penuh kecemasan. Manik sebiru kristalnya tampak bersinar karena pantulan cahaya matahari yang berhasil menembus jendela kereta kuda.

Fioletta mengulas senyum dan menggelengkan kepala sebelum mendaratkan usapan lembut pada surai gelap sang putra. "Tidak ada apa-apa, sayang. Ibu hanya memikirkan reaksi warga istana saat melihat Ayahmu membawa Ibu kembali ke sana setelah sekian tahun lamanya," jawab Fioletta dengan jujur, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Binar sendu bisa Frasco lihat dalam manik aquamarine sang ibu.

"Aku tidak mengerti kenapa Ibu memikirkannya sampai seperti ini, tapi aku yakin kalau Ayah tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Ibu lagi." Netra biru kristal Frasco bersinar penuh kesungguhan. Dalam sekali lihat, ia sudah tahu kalau sang ayah sangat mencintai ibunya. Saat kita mencintai seseorang, kita tidak akan membiarkan orang yang kita cintai merasa tidak nyaman akan suatu hal, bukan? Itulah yang Frasco pikirkan tentang kedua orang tuanya. Frasco juga sangat menyayangi ibunya, itulah kenapa ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti ibu tercintanya.

Perkataan Frasco berhasil membuat hati Fioletta terenyuh. Memang benar kata putranya, bahwa Frost pasti tidak akan membiarkan kejadian pahit yang dialami olehnya terjadi untuk yang kedua kalinya. Frost juga sudah bilang kalau segalanya telah berubah, 'kan? Jadi untuk apa ia mengkhawatirkan hal yang belum pasti?

"Kamu benar, sayang. Untuk apa Ibu memikirkan semua itu, ya? Kita tinggal menghadapinya dengan lapang dada saja, 'kan?"

Kedua sudut bibir Frasco terbuka lebar, menampilkan deretan gigi susunya pada sang ibu. "Tentu saja aku benar. Jadi Ibu tidak perlu khawatir secara berlebihan. Duduk tenang saja dan tunggu sampai kita tiba di istana."

Lagi-lagi, Fioletta menarik kedua sudut bibirnya saat mendengar jawaban yang dikeluarkan dari bibir bocah berusia 6 tahun tersebut. Entah bagaimana dan dari mana Frasco belajar kata-kata dengan penuh pemikiran dewasa seperti itu. Karena seingatnya, ia tidak pernah mengajarkan Frasco terkait hal tersebut. Ia jadi terharu akan pemikiran dewasa putranya.

"Kamu memang paling bisa dalam mengembalikan semangat Ibu."

Frasco terkekeh dan menepuk dadanya dengan bangga. "Tentu saja. Frasco kan anak Ibu."

Kedua anak dan ibu itu pun tertawa bersama di tengah teriknya matahari pada siang hari itu. Sampai-sampai Frost yang berada di kursi depan dibuat heran dengan apa yang dilakukan oleh anak dan istrinya di belakang sana.

Sebenarnya percakapan seru apa yang sedang mereka bahas di belakang?

Kening Frost mengerut dalam sebelum seulas senyum kecil terbit di bibir sang raja saat memikirkan kalau ia telah berhasil membawa istri dan anaknya pulang.

Tujuh tahun.

Tujuh tahun lamanya ia mencari dan menanti kabar tak pasti dari sang istri. Selama itu pula, ia seolah kehilangan separuh dari semangat hidupnya. Tidak ada lagi binar bahagia. Yang ada hanyalah ekspresi kesal dan marah karena penyesalan mendalam.

Seandainya waktu itu ia tidak membutakan mata akan fakta, mungkin Fioletta dan Frasco tidak akan hidup terpisah darinya. Mungkin ia bisa menikmati proses tumbuh kembang putranya bersama Fioletta di istana.

Seandainya ia sedikit saja ragu dengan tuduhan yang menimpa Fioletta waktu itu, mungkin ia akan langsung melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus keracunan hari itu.

Yahh ... seandainya.



Semakin mendekati ending, semakin diri ini malas untuk menulis🤧

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro