Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13 ⚘ Return of the King's Spirit



"Bagaimana menurut pendapatmu, Bretta?"

"Jika mendengar cerita Yang Mulia barusan, saya rasa Ratu Fioletta memang belum bisa memaafkan Anda."

Jawaban Brettavia yang kelewat jujur membuat Frost menghela napas. Pria berusia 27 tahun itu tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan agar bisa membujuk Fioletta dan membawa sang istri pulang ke istana. Frost tahu kesalahannya sangat fatal sehingga mungkin sulit bagi Fioletta untuk memaafkannya.

Akan tetapi, bukankah selalu ada kesempatan kedua?

"Yang Mulia ... percayalah pada saya."

Frost menatap telapak tangan Brettavia yang kini menggenggam kedua telapak tangannya. Seolah menyalurkan semangat dan kekuatan.

"Ratu Fioletta pasti akan kembali pada Anda. Mungkin dia hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menerima semuanya. Lagipula, bukankah ini pertemuan pertama kalian setelah tujuh tahun lamanya?"

Frost mengangguk. Perkataan Bretta memang ada benarnya. Jika ia berada di posisi Fioletta, mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Terlebih, setelah semua hal buruk yang ia lakukan terhadap wanita itu di masa lalu.

"Nah! Ada kemungkinan kalau Ratu Fioletta juga terkejut dengan pertemuan kalian yang tiba-tiba ini. Maka dari itu dia bersikap dingin pada Anda dan memilih pergi guna menenangkan diri."

"Lalu, apa yang harus kulakukan?"

Brettavia terdiam sejenak. Putri bungsu dari Raja Amer itu tampak berpikir keras. Terbukti dari keningnya yang kini mengerut dalam. "Mungkin ... Anda bisa menemuinya lagi setelah pulang dari Amer?" Bretta meringis. Sebenarnya ia pun tidak yakin apakah ini adalah solusi yang baik. Akan tetapi, apa salahnya mencoba lagi? "Anda harus berusaha mengambil hati Ratu Fioletta dan membujuknya!"

Semilir angin pagi pada hari itu membuat musim gugur di Amer terasa tenang. Frost menunduk dan menatap kedua telapak tangannya yang terbuka, lantas melirik Brettavia yang masih tersenyum di sampingnya. "Kau benar, Bretta. Aku harus berusaha meyakinkan Fioletta kalau keadaan sudah berubah. Dia tidak perlu khawatir akan apapun lagi."

Brettavia mengukir senyum tulus. Pancaran rindu dan cinta yang teramat besar bisa ia lihat dari kedua netra sebiru kristal milik Frost. Sang raja sangat mencintai ratunya, dan ia menyesal karena sempat menjadi penghalang di antara rumah tangga mereka.

"Anda benar, Yang Mulia. Jangan biarkan Ratu Fioletta kembali mengingat masa lalu kelam pada tujuh tahun silam. Berikan dia semua kebahagiaan yang ada di dunia hingga dia lupa dengan masa lalunya yang kelam."

• • ⚘ • •

Usai berbincang dengan Brettavia, Frost mulai kembali bersemangat. Senyum tipis terus terukir di bibir pria itu. Morris saja sampai dibuat bingung akan perubahan suasana hati sang raja. Padahal baru kemarin sang raja murung karena tidak berhasil membujuk sang ratu untuk ikut serta kembali ke istana, dan lihatlah sekarang. Yang Mulia Raja Frost Verriz itu sudah memerintahkan mereka untuk bersiap-siap dan pulang keesokan harinya.

Ayolah, aku masih lelah.

Sayangnya Morris tidak bisa mengatakan itu secara terang-terangan. Melihat binar bahagia di wajah sang raja adalah salah satu dari sekian hal di dunia ini yang ingin sekali ia lihat. Tidak hanya Morris, tapi seluruh warga Istana Veroxz pasti setuju bahwasannya sudah sangat lama mereka tidak melihat sinar kehidupan dalam diri raja mereka setelah kepergian sang ratu dari istana.

"Morris! Besok aku akan berhenti di Moran. Kalian pulanglah lebih dulu, tidak perlu menungguku."

Mendengar itu, Morris menyipitkan kedua netranya dan menatap sang raja yang kini tengah memasang pelana pada tubuh Davy. Ia dan sang raja memang tengah berada di area kandang kuda yang terletak di halaman belakang Istana Amer sekarang.

"Anda mau pergi ke tempat Yang Mulia Ratu seorang diri?"

Frost mengangguk mantap. "Aku serahkan semua urusan istana padamu, Morris. Kau paham maksudku, bukan?"

Tentu saja. Morris sangat paham akan maksud perkataan rajanya. Lagipula, ini juga bukan pertama kalinya sang raja menyerahkan semua urusan istana padanya. Kadang kala, ada saat-saat di mana Frost Verriz ingin pergi mencari ketenangan di luar istana. Sendirian, tanpa seorang pun yang menemani. Sejak kepergian Ratu Fioletta, sang raja memang kerap pergi keluar istana dengan alasan ingin berkelana mencari sang ratu. Selama itu juga, hanya Morris, sang juru bicara yang menanggung seluruh urusan istana agar tetap terkendali selama sang raja tidak ada di tempat.

"Berapa lama?"

Frost mengangkat kedua bahunya dengan tatapan yang masih fokus ke arah Davy yang kini sudah memakai pelana di punggungnya. "Entahlah. Semoga saja Fioletta cepat luluh agar aku bisa segera membawanya kembali pulang ke istana. Kau tahu, Morris? Rasanya aku semakin merasa bersalah saat tahu dia bekerja menjadi seorang muncikari sekarang. Seandainya sedari dulu aku menuruti permintaanmu yang ingin pergi ke rumah bordil itu ... apakah mungkin kalau aku akan bertemu Fioletta lebih awal?"

Morris terdiam. Ia tidak tahu harus merespon perkataan sang raja bagaimana. Namun jika berbicara tentang seandainya, mungkin mereka memang bisa bertemu dengan Ratu Fioletta lebih awal jika sang raja menuruti permintaannya yang ingin mengunjungi La Satire Cadence setiap mereka melewati wilayah perbatasan Moran dan Amer tersebut.

Akan tetapi, Morris pun juga tidak pernah menduga hal ini. Padahal mereka sudah mencari Ratu Fioletta ke mana-mana. Namun siapa sangka? Kalau ratu mereka berada di wilayah kerajaan tetangga dan bekerja sebagai seorang muncikari di salah satu rumah bordil yang cukup terkenal di sana.

La Satire Cadence.

Tempat itu memang sesuatu.

"Entahlah, Yang Mulia. Mungkin saat itu, memang belum saatnya saja Anda bertemu dengan Yang Mulia Ratu? Lagipula, bukankah Ratu Fioletta baru saja bekerja sebagai muncikari selama satu tahun terakhir? Ada kemungkinan kalau tahun-tahun sebelum ini, Yang Mulia Ratu memang tidak berada di Moran. Itulah kenapa kita tidak pernah bisa menemukannya di manapun."

Perkataan Morris membuat Frost jadi memutar otak dan berpikir sejenak di tengah kegiatannya memasang pelana pada sang kuda. Begitu juga dengan Morris yang senantiasa menemani sang raja. Saat ini, keenam pelana kuda milik rombongan mereka telah terpasang sempurna di punggung kuda masing-masing. Tentu saja Davy adalah kuda yang paling mencolok di antara keenam kuda lainnya. Lihat saja bagaimana tegapnya kuda jantan berwarna hitam itu berdiri.

"Kau benar, Morris. Setidaknya aku juga harus mencari tahu di mana Fioletta tinggal selama ini."



Lumayan bisa fokus di part ini. Karena kebetulan aku juga lagi libur kerja, jadi agak nyantai sedikit, wkwk.

Kira-kira, apa yang akan dilakukan Frost untuk membujuk Fioletta, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro