11 ⚘ The Truth about Frasco's Dad
•
•
•
"Kamu tahu kerajaan tetangga yang khas akan musim dinginnya?"
Kening Frasco berkerut dalam ketika mendengar pertanyaan sang nenek. "Yang seluruh daerahnya tertutupi oleh salju dan es?"
Madame Nessa mengangguk. "Benar. Kamu tahu nama kerajaannya?"
Si kecil Frasco menggeleng. "Aku tidak tahu, Nenek. Mlle Ivory pernah menceritakan tentang kerajaan itu padaku, tapi aku tidak bisa mengingat namanya. Terlalu sulit untuk kuhafal."
Jawaban polos Frasco membuat Madame Nessa tak kuasa menahan tawa. Tawa renyah dari wanita paruh baya tersebut berhasil memecah kesunyian pada malam itu. "The Kingdom of Veroxz. Kerajaan yang selalu diselimuti oleh salju dan es itu sudah berdiri cukup lama. Mungkin lebih dari satu abad. Bahkan katanya, Veroxz lebih dulu berdiri dari pada Moran."
"Ohh, ya?! Berarti Moran termasuk kerajaan baru ya, Nek?" Binar antusias dan penasaran tampak jelas dalam netra biru kristal Frasco.
"Benar. Moran termasuk kerajaan baru, Frasco. Lantas kamu tahu tidak? Siapa Raja Veroxz yang sekarang?"
"Tidak. Frasco tidak tahu."
Lagi-lagi, Madame Nessa tersenyum kecil dan mengelus surai hitam cucunya itu sembari menjelaskan. "Kerajaan yang identik dengan musim dinginnya itu kini dipimpin oleh seorang raja yang dikenal akan sifat otoriternya. Tetapi dia juga seorang pemimpin, panglima, dan pembuat strategi yang andal. Dia adalah Rajanya Perang kalau kata orang-orang. Nama raja itu Frost Verriz, raja keempat dalam sejarah Kerajaan Veroxz. Embun Beku. Namanya sesuai dengan tempat di mana beliau lahir."
"Frost Verriz, ya. Lalu? Apa hubungannya itu semua dengan Ayahku, Nek? Apakah Ayah tinggal di kerajaan yang dipimpin oleh Raja Frost itu?"
Madame Nessa berusaha menahan kekehan gelinya kala melihat raut wajah penasaran yang ditunjukkan oleh bocah laki-laki berusia enam tahun itu. "Bukan begitu, Frasco. Ayahmu memang tinggal di sana, tapi-"
"Tapi apa, Nek?"
Tawa Madame Nessa sudah tidak bisa ditahan lagi. Wanita paruh baya dengan surai panjang yang dicepol satu itu tertawa keras sampai mengeluarkan sedikit air mata dari sudut-sudut matanya. Wajah penasaran Frasco benar-benar menghiburnya.
"Nenek! Kenapa malah tertawa?!"
"Hahaha! Maaf-maaf. Kamu pasti sudah sangat penasaran, ya?"
Frasco bersedekap dada sembari mengembungkan pipinya. "Tentu saja! Kan Nenek sudah berjanji akan memberitahu siapa Ayahku!" seru bocah laki-laki tersebut. Tampaknya Frasco kecil kita sudah mulai kesal karena sifat jahil neneknya.
"Baiklah-baiklah. Kali ini Nenek akan memberitahumu."
Frasco memasang telinganya baik-baik dan mulai menyimak dengan serius. Kening bocah kecil itu mengerut dalam, menambah keimutan pada wajah tampannya.
"Frost Verriz. Raja keempat dari The Kingdom of Veroxz itu adalah Ayahmu, Frasco."
"Ayah yang telah membuangmu dan juga Ibumu."
Deg!
• • ⚘ • •
Derap langkah kaki kecil terdengar memenuhi kesunyian lorong. Setelah sang nenek menceritakan seluruh hal tentang sang ayah dan juga permasalahan yang terjadi di antara ayah dan ibunya, Frasco jadi tidak bisa tidur. Berjalan-jalan di lorong rumah adalah satu-satunya hal yang terpikirkan oleh bocah laki-laki itu.
Meskipun masih berusia enam tahun, tapi Frasco bukanlah anak yang penakut. Dia tidak masalah dengan kesunyian dan gelapnya malam. Ia justru lebih takut pada omelan sang ibu.
Ngomong-ngomong soal ibu, Frasco sama sekali belum melihat ibunya setelah sang nenek berkata kalau dia akan menceritakan perihal sang ayah padanya. Entah ke mana perginya Fioletta saat ini. Tidak tahukah dia kalau putra kecilnya ini sedang dilanda kegelisahan?
Tok! Tok! Tok!
"Ibu ... apakah Ibu ada di dalam? Bolehkah aku masuk?" Frasco berujar pelan setelah mengetuk pintu. Bocah itu sudah berdiri di depan kamar ibunya sekarang.
Namun, tidak ada jawaban.
Ceklek!
Akhirnya, Frasco pun memberanikan diri untuk membuka pintu kayu di depannya dan melongokkan kepala ke dalam. Gelap. Hanya kegelapan yang bisa Frasco lihat di dalamnya.
Bocah enam tahun itu menoleh ke arah kirinya dan mendongak. Tepat di dekat pintu, ada saklar lampu yang bisa ia nyalakan. Meski letaknya cukup tinggi, tapi Frasco bisa menggapainya dengan sedikit berjinjit.
Tap!
Ruang kamar yang semula gelap gulita, kini menjadi terang benderang, dan manik biru Frasco langsung menangkap sosok ibunya yang sudah tertidur di atas ranjang dengan posisi menghadap ke arah jendela. Frasco mendekat, dan tatapan bocah itu turun ke arah mata sembab sang ibu.
"Ibu ..." Frasco kembali memanggil sang ibu. "Maaf karena Frasco sering membuat Ibu marah," tutur bocah laki-laki yang kini sudah naik ke atas ranjang sang ibu dan menidurkan dirinya di samping wanita yang telah mengandung dan melahirkannya.
Tangan kecil Frasco terulur dan mengusap jejak air mata yang tertinggal di pipi sang ibu. "Frasco tidak tahu kalau Ayah adalah orang yang jahat. Kenapa Ayah tega mengusir kita, Ibu? Apakah Ayah tidak sayang pada kita?"
Fioletta spontan bergeming dalam tidurnya ketika merasakan sedikit pergerakan dari arah sampingnya. Kelopak mata yang semula menyembunyikan sepasang manik aquamarine itu terbuka. "Frasco? Kamu belum tidur, sayang?" tanya Fioletta yang kini sudah beranjak duduk dan mengelus pipi dingin putra kecilnya.
"Ibu kenapa bangun?! Maaf! Frasco tidak bermaksud membangunkan Ibu."
Fioletta tersenyum saat melihat ekspresi panik putranya. "Tidak apa-apa. Justru seharusnya Ibu yang tanya. Kenapa kamu belum tidur juga, hm?" Fioletta mendaratkan cubitan gemas pada pipi sang putra. "Ini sudah larut malam. Besok kan kamu masih harus pergi ke rumah Bibi Helene untuk belajar, sayang."
Frasco menggeleng cepat. "Biarkan aku mengambil jatah liburku untuk besok, Ibu. Aku ingin ikut Ibu bekerja," tutur bocah kecil dengan manik biru kristalnya tersebut.
Fioletta membulatkan kedua netranya. Tampak sedikit terkejut dengan perkataan sang putra. Sebab yang ia tahu, Frasco memang sangat enggan pergi dan berkeliaran di sekitar area La Satire Cadence. Kata Frasco, bau anggur di sana membuatnya pusing.
"Kenapa tiba-tiba?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin melihat bagaimana Ibu ketika bekerja."
Cengiran lebar yang ditunjukkan Frasco setelahnya berhasil membuat Fioletta menghela napas dan mengangguk pasrah. Dilarang pun juga percuma. Frasco sama keras kepalanya seperti dirinya.
"Baiklah-baiklah. Kamu boleh ikut Ibu pergi bekerja besok."
"Yeay! Terima kasih, Ibu!"
"Sama-sama, sayang."
•
•
•
Nulis part ini ngebut karena dikejar deadline 😭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro