Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Membusuk di Penjara

Satu bulan kemudian

Suara gerbang yang membuka itu selalu menjadi awal hari yang baru, hari yang sama buruknya dengan hari yang telah lalu.

Penjara, kukira itu kata yang mewakili tempat yang sangat mengerikan penuh mayat dan darah yang akan membuat setiap penghuninya enggan untuk menyebut nama itu sampai akhir hayat.

Siapa sangka pemikiran itu keliru.

Penjara ternyata tidak jauh berbeda dengan Serikat. Jika di Serikat, setiap kali gerbang terbuka di pagi hari, aku akan melihat langit biru, fajar yang menyingsing, dan aroma segar pagi yang terbawa angin, di sini aku melihat puluhan pasang mata menyala terang dalam gelap, mencium aroma liur mereka yang lebih busuk dari bangkai, dan mendengar geraman dan desisan mereka yang terdengar sangat lapar.

Tapi seperti yang kubilang, selain kenyataan itu, di sini keadaannya sama persis dengan Serikat.

Di sini aku harus bangun setiap pagi kalau tidak ingin mati konyol dalam tidurku, disambut oleh segerombolan hewan-hewan terkutuk yang sangat menjengkelkan yang kerjanya hanya menggeram dan mendesis, dipaksa bertarung melawan mereka sampai nyaris mati, hidup kembali, lalu sekarat lagi, dan terus seperti itu sampai jumlah mereka habis dan aku mandi dalam kubangan darah. Satu hari berakhir dan esoknya akan berulang seperti itu lagi.

Itu pun kalau hari benar berganti di dalam sini.

Setiap detik, cahaya maupun kegelapan di sel sempit ini tidak berubah. Rasanya seolah waktu sudah berhenti dan hanya aku yang masih bergerak. Aroma angin tidak tercium dari sini. Hanya ada bau lumut, darah, keringat, dan bau busuk yang tidak ingin kuketahui sumbernya dari mana. Tidak ada bau lain, tidak ada bau yang berganti. Sulit untuk mengetahui sudah berapa lama aku ditahan.

Dan aku juga tidak mau tahu sudah berapa lama aku ditahan di sini.

Suara geraman dan desisan itu mengganggu lamunanku. Menoleh dengan malas, aku melihat gerombolan anjing-anjing neraka sudah mengantri. Liur-liur anjing itu menetes, merusak lantai batu yang dingin dan lembab penuh darah. Mereka bersuara dengan suara geraman dan sesekali disertai desisan yang tidak enak didengar, mengingatkanku akan betapa menyakitkannya dikoyak oleh gigi-gigi berbisa itu dan membusuk perlahan akibat gigitannya.

Mataku melihat lebih jauh dari balik rambut yang masih basah oleh darah. Di balik gerombolan anjing-anjing neraka, ada beberapa makhluk lain dengan bola mata berwarna hijau lumut tanpa kelopak mata. Bola mata mereka yang sebesar kelereng tak lelah menatapku. Dengan wajah bejat, makhluk-makhluk itu menjilati taring mereka dengan lidah yang panjang, hitam, dan berliur.

Goblin.

Tanpa menunggu lagi, anjing-anjing neraka beserta goblin itu menyerang secara bersamaan ke arahku, membantuku memulai satu hari lagi yang luar biasa di penjara ini.

***

Semua ini akan lebih mudah seandainya aku mati.

Sayang, inilah kenyataan pahitnya, aku belum mati sama sekali. Aku memang merasakan sekarat, merasakan sakit, merasakan perih ketika taring-taring makhluk itu mencabik dagingku, merasasakan sakit luar biasa cakar para goblin menarik rambutku sampai tercabut dari kulitnya dan menguliti tubuhku hidup-hidup, tapi setelahnya, setelah waktu yang entah berapa lama, aku akan mendapati tubuhku kembali utuh.

Aku hidup dan baik-baik saja.

Tidak ada luka sama sekali di tubuhku, seakan aku tidak baru saja dicacah oleh binatang-binatang ini dalam keadaan hidup. Namun ceceran darahku dan darah beberapa anjing neraka yang menggenangi lantai memberitahuku kebenaran yang entah bagaimana bisa kulupakan. Dengan darah yang tumpah sebanyak ini, seharusnya aku sudah mati. Sayang, sepertinya ada yang menghalangiku mati.

Ya, seperti hari ini.

Sekali lagi aku mendapati diriku tidak mati meski aku ingat betul gigi dari salah satu anjing neraka itu menerjang leherku dan mencabik-cabiknya tanpa ampun. Hanya sisa darah merah kental yang membasahi leherku yang menjadi bukti bahwa tadi aku memang terluka parah.

Di awal masa kurungan, aku tidak tahu menahu apa yang terjadi dan sempat mengira aku selamat secara ajaib dari serangan mereka. Ini keajaiban, pikirku waktu itu. Namun setelah mengalaminya berulang kali, aku berhenti menganggapnya keajaiban.

Ini kutukan.

Hidup lagi hanya untuk melihat jumlah binatang-binatang itu tidak berkurang, mengulangi kesakitan yang sama untuk kesekian kalinya dalam satu hari tanpa pernah benar-benar mati, bukankah itu namanya kutukan?

Binatang-binatang terkutuk itu menggeram ke arahku dengan gigi geligi mereka yang berlumuran darah ... darahku. Dengan kesal, sekali lagi aku menerjang mereka, beradu dengan taring dan cakar beracun itu tanpa senjata apapun di tangan, menghajar kepala mereka dan menggigit tubuh mereka yang dipenuhi rambut. Aku tidak tahu sudah jadi apa aku di sini sampai bisa menggigit tubuh anjing neraka, mencabik daging mereka dengan gigi sendiri dan menyapihkan daging itu seperti seonggok sampah tanpa rasa jijik ataupun bersalah. Mungkin aku sudah jadi binatang di sini. Mungkin aku sudah jadi monster.

Masa bodo.

Aku sama sekali tidak peduli. Mau jadi binatang, monster, atau iblis sekalipun, aku tidak peduli. Aku sama sekali tidak peduli!

"Tempat ini cocok untukmu."

Ingatan ketika aku pertama kali dijebloskan ke sini, ketika Oryziel mendorongku dengan keji dari atas sana tanpa ragu sama sekali, melintas di benakku. Senyum raja keparat itu dan kata-katanya tidak akan pernah kulupakan seumur hidup. Kutatap belasan pasang mata merah yang menatapku lapar, mata ini kelihatan sama dengan mata puluhan makhluk yang menatapku di hari itu dari dasar neraka bernama penjara ini.

"Kenapa wajahmu takut seperti itu?" Oryziel menjambak rambutku keras-keras saat itu. "Kau tidak akan mati hanya dengan cara seperti ini. Nikmatilah waktumu di sana sampai akhir hayatmu, sama seperti Kandidat yang lain."

Setelah berkata demikian, raja itu mendorongku jatuh, mendorong wajahku mendarat tepat di belasan moncong anjing-anjing neraka yang kelaparan di dalam sel ini sebelum mengunci pintunya, tepat di depan mataku.

Kandidat, Penjaga Gerbang, Jalinan, Penyihir, Peti Lazarus, Perompak, persetan dengan itu semua!

Satu gigitan bersarang di kakiku yang lain. Sial, aku lupa juga harus melawan goblin.

Para goblin di belakang terkekeh dan menyeringai, memamerkan gigi-gigi mereka yang melengkung seperti taring babi hutan. Aku baru saja melihat seringai itu jadi aku paham apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dengan tergesa-gesa, aku menyikut sekuat tenaga anjing neraka yang sedang menggigit lenganku untuk melepaskan gigitannya. Sayangnya hewan keparat satu ini cukup keras kepala. Termakan oleh ketidak sabaran, aku menggigit telinga anjing ini sampai putus, menampilkan lubang telinga di tengkoraknya yang menganga lebar. Tanpa ragu, aku menyapihkan kuping itu, membuangnya jauh-jauh dari mulutku, dan menancapkan tanganku ke lubang di kepalanya. Darah memancar deras ke wajahku.

Tanpa memedulikan suara memelas anjing itu ataupun rasa aneh yang membakar mulutku akibat menelan darah makhluk ini, aku terus menyobek kulit kepalanya, menyingkap tengkorak di baliknya dan terus mencabiknya tanpa peduli serpihan tengkorak itu ikut menyayat tanganku juga.

Binatang ini akhirnya melepaskan lenganku dan berkaing-kaing kesakitan. Terlambat. Para goblin itu sudah berada di atas kepalaku, siap menerjang dan menyerangku sampai mati lagi.

Namun terjangan api yang tiba-tiba datang menghanguskan semua makhluk itu seketika.

"Kau kelihatan kerepotan."

Sel tempatku berada berubah terang oleh nyala cahaya jingga yang sekilas kelihatan sama seperti cahaya lampu yang selalu ada di atas sana. Tapi aku tahu ini bukan cahaya bohlam. Cahaya ini lebih hangat dan lebih menetramkan dari cahaya elektrik lampu.

Tidak ada waktu untuk menoleh, aku kembali fokus ke belasan anjing-anjing neraka yang masih mengantri untuk masuk dari satu-satunya pintu di ruangan pengap ini.

"Kau tidak mau menjawab salamku?" Suara feminim itu sekali lagi terdengar. Kali ini terdengar merajuk.

Demi Langit, apa dia tidak lihat aku sedang sibuk? Dan ada rasa darah menjijikkan ini di mulutku! Aku tidak bisa mengucapkan apapun tanpa merasa ada yang lengket menempel di antara gigi-gigiku!

"Ew ... kau menjijikkan sekali," hinanya tanpa malu. "Sepertinya kau memang butuh uluran tangan."

Antrian monster lain sudah menunggu untuk masuk di balik pintu gerbang besi yang membuka lebar. Aku bersiap untuk menerjang mereka semua ketika sapuan api itu meliuk melewati dua sisi tubuhku, menerjang dan membinasakan semua makhluk yang mengantri di balik gerbang dalam sekali sapuan.

Persis sihir para penyihir.

Api itu bergerak, meliuk-liuk di udara dalam gerakan liar yang membabi buta. Jika ada yang aneh dari api ini, adalah tidak ada rasa panas yang membakar kulitku ataupun menghangatkan ruangan ini. Api itu memang menghanguskan makhluk-makhluk ini, tapi sama sekali tidak menyakiti benda lain selain sasarannya, hanya ada noda hitam di dinding yang dapat menegaskan bahwa api ini nyata dan bukan ilusi.

Tanpa tanggung-tanggung, api itu bergerak sampai ke luar sel, ke arah pintu besi yang membuka dan menghanguskan seluruh binatang-binatang yang mengantri di sana untuk memakanku.

Ketika api itu akhirnya padam, hanya tersisa abu berbau busuk bangkai dan asap yang memenuhi ruangan sempit ini hingga terasa sangat menyesakkan. Jika tidak ada lubang udara di atas sana, aku sudah akan mati kehabisan napas.

"Ugh ...." Terdengar keluhan di belakang tubuhku. "Aku tidak tahu bagaimana kau bisa hidup di sini selama satu bulan, Al. Di sini benar-benar menjijikkan."

"Aku tidak pernah memintamu datang."

Tiba-tiba saja sesosok wanita yang tubuhnya berpendar jingga dari dalam jatuh tepat ke hadapanku. Mata merah dan rambutnya yang serupa dengan nyala api berpendar semakin terang seiring kemarahannya yang tersulut. Bibirnya mengerucut dan kedua alisnya bertaut mirip seekor elang yang marah.

"Apa itu caramu berterima kasih?" Rambutnya tergerai panjang meliuk-liuk naik seakan tertiup angin padahal tidak ada angin sama sekali di ruangan ini.

Siapapun tahu jangan membuat seorang veela marah padamu dan veela ini sudah mulai marah.

Aku memalingkan mata. "Terserah." Dan segera pergi, mencari tempat yang bebas dari semua abu kremasi berbau busuk ini.

Jawaban itu sepertinya sukses meredakan amarahnya karena dia masih belum menyemburku dengan api mematikan itu. "Kau benar-benar wanita yang tidak menyenangkan."

Aku memilih untuk tidak menanggapi ocehannya dan duduk di lantai batu yang dingin. Sedetik setelah aku duduk, gerbang besi itu menutup. Artinya selama beberapa jam kemudian, aku akan bebas dari semua monster pemakan manusia itu.

Mataku menatap nanar gerbang besi itu. Pernah sekali terbersit pemikiran di dalam kepalaku untuk keluar dari sel ini lewat sana, tapi itu dulu, ketika aku belum tahu betapa monster di sana sangat banyak untuk bisa dilewati seorang diri dan masih belum tahu bahwa pintu di sana hanya akan menggiringku ke kandang yang berisi lebih banyak monster.

Selagi aku memaki dalam hati, veela itu duduk di sebelahku. Pundaknya menempel dengan pudakku dan tanpa meminta izin, dia menaruh kepalanya dengan manja ke bahuku.

"Kau bilang aku menjijikkan, Valika." Aku mengingatkan makhluk satu ini akan kata-katanya sendiri kurang dari satu menit lalu.

Veela itu bersungut kesal. "Aku tidak melihat ada benda lain yang empuk untuk dijadikan sandaran." Diam sejenak. "Kau gagal lagi mati hari ini?"

"Dan kau pun masih tidak bisa kabur," balasku. "Berani taruhan, kau tidak akan bisa menggunakan apimu lagi sampai beberapa hari ke depan."

"Hei!" Dia memekik kencang tepat ke dekat telingaku. "Kau pun sama tidak bisa kaburnya denganku, Nona, jangan lupakan hal itu! Aku masih lebih dari sanggup untuk membakar beberapa monster lagi dan kau masih berhutang terima kasih padaku untuk hari ini."

"Aku tidak akan mati sekalipun kau tidak menolongku."

"Oh ya? Dari mana kau tahu?" pekiknya lagi. "Waktumu bisa saja habis hari ini dan sehebat apapun sihir yang kau punya, jika waktumu memang habis, kau akan mati."

"Itu lebih baik."

Dan kemudian veela itu tidak menjawab. Baguslah, sedikit ketenangan setelah pekikannya yang nyaring luar biasa.

"Hari ini sudah genap sebulan kau berada di sini. Matahari hari ketiga puluhmu baru saja terbit," Valika memberi info, terdengar sama putus asanya sepertiku. "Dan sudah genap tiga tahun aku dikurung di sini."

Hanya dalam hal ini, kami berbagi rasa. Aku dilemparkan ke sel ini tanpa tahu tempat ini ada di mana, atau dikurung di bagian mana. Benar-benar buta. Minggu pertamaku di sini bisa dibilang sangat parah sampai aku harus mati berkali-kali dalam satu hari hanya karena dimangsa oleh para anjing neraka.

Berbeda denganku yang memang dikurung di sini, Valika tidak sengaja terkurung di sini. Ia terkurung oleh sihir yang mengelilingi penjara ini tepat ketika penjara ini dibangun. Dia bilang, dirinya sudah ada dan tinggal di sini jauh sebelum penjara ini ada. Ketika penjara ini dibuat, dia terkurung di dalam sini akibat sihir yang digunakan sebagai pelindungnya.

Sebagai veela, dia memang bisa menembus tembok dan melayang seperti hantu, suaranya pun masih indah dan sosoknya masih memesona. Tapi penjara ini dilengkapi sesuatu yang membuat kekuatannya lemah dan para pria di sini sudah kebal akan pesona para veela untuk bisa terjerat pada kecantikannya.

"Ceritakan padaku lagi," pintaku, mengatasi kesunyian yang membosankan.

"Soal?" Veela itu menyahut.

"Dunia luar. Ada info apa?"

"Baik, tapi pertama-tama bersihkan dulu matamu. Kau berdarah lagi." Aku melakukan seperti yang ia suruh. Lama berada di sini membuat sakit di mataku lenyap. Sekarang hanya tersisa sengatan yang menyebalkan yang kadang terasa, namun tidak lagi sesakit dulu. Aku sadar mataku sedang berdarah hanya karena Valika yang memberitahuku dan pandanganku yang terkadang memburuk, jika tidak karena dua hal itu, mungkin aku selamanya tidak akan sadar. "Kau yakin matamu baik-baik saja?"

"Ya," jawabku tegas. "Sekarang ceritakan."

"Tidak ada banyak hal yang bisa kulaporkan selain kekuatanku semakin besar setiap harinya dan sihir di penjara ini juga sama semakin kuatnya," jelasnya. "Jalinan sepertinya hanya tinggal menunggu hari sebelum benar-benar musnah."

***

A/N:

Hi, I'm back!

Setelah dua minggu cuti, aku kembaliiii! Dengan Alto yang sedikit berubah daripada biasanya, kita akan memulai petualangan baru di dunia Lazarus.

Apa yang akan terjadi selanjutnya ya? Azran di mana ya? Gimana cara dia nyelamatin Alto ntar ya? Kita lihat saja nanti, oke?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro