Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Melarikan Diri

Dua Puluh Menit Sebelumnya

"Apa kita sudah mengecek jalan itu?"

Aku menoleh ke arah yang sama dengan yang ditatap Dokter. "Kita sudah mencari di sana," Kemudian aku menoleh ke dokter John lagi. "Andrea ini ... dia laki-laki?"

"Tidak, dia wanita, yah, wanita yang istimewa," jawab dokter John, semakin membingungkanku. "Kita harus mencari tahu di mana dia tinggal, siapa saja keluarganya, apa saja yang ia lakukan, dan kenapa dia sampai meninggal."

Ia tinggal di desa ini, beberapa yard dari tempat kita berdiri, punya seorang suami dan dua orang anak perempuan, sehari-harinya ia beternak sementara suaminya membuka bengkel di garasi rumah, dan dia meninggal karena serangan sihir pertama. Semua jawaban itu muncul begitu saja di dalam kepalaku tanpa bisa diungkapkan.

Aku sempat berharap Andrea Serdin yang ia cari dengan Andrea Serdin dalam kepalaku adalah dua orang berbeda, tapi mendengarnya menjawab bahwa Andrea yang kami cari adalah wanita, maka kemungkinannya hanya tinggal satu.

Tidak ada lagi wanita bernama Andrea di desa, seingatku. Kalau memang ada yang menyamar dan memakai nama Andrea juga, itu bisa jadi melegakan. Tapi belum ada bukti soal itu, jadi aku hanya bisa berasumsi, Andrea yang dia cari adalah benar Andrea Serdin, ibuku.

Aku menggigit bibir dengan kesal. Semua ini semakin membingungkan. Kenapa ibuku? Pengkhianat para penyihir? Ibuku hanya seorang wanita desa biasa yang menghabiskan banyak waktunya beternak dan mengurus rumah seperti seorang ibu rumah tangga. Ibuku bukan orang yang memiliki banyak rahasia. Kami keluarga dan dalam keluarga tidak ada rahasia. Ibuku juga tidak punya urusan dengan penyihir.

Kau tahu itu tidak benar.

Bagai berasal dari dalam kubur, bisikan itu mengalun lembut ke dalam telingaku, membuat seluruh bulu kudukku berdiri.

Aku bukannya tidak tahu, aku hanya berusaha menyangkal.

Menelan ludah dengan gugup, aku memberanikan diri bertanya sekali lagi. "Apa Andrea ini ... penyihir juga?"

"Ya, tentu." Jawaban itu diucapkan dengan tenang dan ringan, namun setiap katanya menghunjam jantungku dalam-dalam. "Dia penyihir dan dia berkhianat dari para penyihir. Aku sudah menjawabnya, bukan?" Dokter John menjelaskan tanpa berpaling dari rumah yang ia periksa sebelum berbelok ke kanan, diam-diam semakin dekat dengan rumah tempat tinggalku dulu.

Itu tidak mungkin kan? Ibuku tidak mungkin penyihir. Jika dia penyihir, aku pun penyihir. Tapi pada kenyataannya aku tidak bisa sihir sama sekali.

Bohong.

Mendadak saja tubuhku gemetar. Suara itu bergema dalam kepalaku, menentang semua penyangkalan yang tadi kuajukan. Dokter John bilang kemampuan aneh dalam diriku ini berasal dari sihir. Ada sihir di dalam tubuhku.

Ibuku bukan penyihir? Siapa yang berusaha aku tipu?

Dengan bingung, aku menatap kedua telapak tanganku sendiri. Tidak ada geombang berwarna hijau zamrud yang keluar dari sana, namun aku tahu dia ada di sana, tidur dan bersembunyi menunggu waktu yang tepat untuk muncul.

Kekuatan yang memakan sesama sihir ini, adalah sihir juga? Apa artinya aku ini penyihir? Lalu kenapa aku punya alergi sihir? Bukankah alergi sihir hanya bisa dimiliki oleh manusia? Oleh mereka yang tidak memiliki sihir, bukan?

Apa maksudnya semua ini? Aku memiliki sihir di dalam darahku, tapi pada kenyataannya aku juga alergi sihir, lalu ibuku ternyata penyihir pengkhianat. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kenapa aku baru tahu? Kenapa semuanya jadi membingungkan seperti ini?

"Rumah itu kelihatan mencurigakan."

Aku terkesiap melihat dokter John sudah jauh ada di depanku dan mendadak belari. Dengan tergesa-gesa aku menyusul pria itu, keluar dari jalanan sempit desa kosong Netherfield, keluar dari semua keramaian bangunan dan pada akhirnya, tiba di sebuah lembah kosong yang menjadi batas antara Netherfield dengan pegunungan yang tak pernah kutahu namanya.

Di pinggiran desa, terdapat satu rumah penyendiri. Rumah itu seakan sengaja menjauhkan diri dari semua keramaian desa. Dari kejauhan, rumah itu tampak seperti titik kecil di tengah luasnya padang rumput hijau yang tumbuh hingga setinggi pinggangku.

"Jaraknya tidak sejauh yang aku pikir kan?" dokter John bergumam sambil mulai berjalan menuju rumah kecil di kejauhan itu.

"Aku rasa tidak," jawabku, tak bisa menyembunyikan kegugupan dalam nada suaraku. Setelah kesusahan menelan ludah, aku memutuskan untuk menanyakan hal yang sedari tadi mengganggu pikiranku. "Sebenarnya ... kenapa kita mencari wanita ini, Dokter? Untuk apa kita tahu segala hal mengenai dirinya?"

"Jawaban untuk pertanyaanmu itu, Tuan Alto ...." Dokter John berbalik dengan napas yang mulai tersengal. "Ceritanya sangat panjang dan tidak masuk akal jika disambungkan dengan berbagai logika yang kita ilhami saat ini—astaga, apa kita sudah hampir sampai? Napasku sudah hampir habis."

Dokter John menatap rumah yang tidak semakin dekat itu. Jelas saja. Kami baru berjalan beberapa kaki sedangkan jarak rumahku masih lebih dari satu kilometer lagi di depan.

Pria itu menghela napas sebelum menyeka semua peluh dari dahinya dengan punggung tangan. "Aku akan senang sekali bercerita, Tuan Alto, tapi napasku tidak akan cukup jika harus bercerita selama kita berjalan sampai ke sana." Tangannya menunjuk rumah putih di kejauhan. "Jadi, bagaimana kalau kau menunggu sampai kita kembali ke kapal untuk mendengar kisah lengkapnya?" Dokter John menatapku, wajahnya setengah berharap aku menjawab iya.

Kuberikan senyum padanya, senyum yang kutahu tidak pernah menyentuh mataku. Meski begitu, dokter John membalas senyumanku dan kembali menatap lurus ke depan, menganggap aku baru saja menjawab 'ya'.

Aku tidak bisa menunggu.

Aku perlu tahu sekarang juga. Aku perlu tahu kenapa mereka mencari segala info soal ibuku. Apa yang mereka perlu ketahui? Kenapa mereka perlu mengetahui segala hal mengenai ibuku? Untuk apa info itu setelah mereka mendapatkannya?

Logika menyambar nalarku bagai nyala api pada pemantik.

"Apa ... Kapten yang menyuruh kita?" Napasku tercekat ketika menanyakan hal ini, tapi aku berusaha sekeras mungkin untuk tidak memperlihatkannya dalam suaraku.

"Tentu saja, Tuan Alto," jawab dokter John. "Kaptenlah yang menyuruhku mencari informasi soal Andrea Serdin."

Rasanya aku tidak sanggup berdiri lagi. Will memang pernah bilang kalau kelompok peormpak ini tidak memihak pihak manapun, termasuk Inggris. Mereka bahkan tahu aku menjadi buronan di Inggris. Dugaan ini seharusnya tidak benar. Masih ada kemungkinan dugaanku tidak benar, tapi kapten mereka, kapten orang-orang ini, sekaligus orang yang sudah membeliku, adalah penyihir. Siapapun tahu penyihir lebih licik dari manusia manapun. Waktu Will bilang mereka tidak berpihak pada siapapun, kapten Xerlindar hanya diam.

Bukankah itu artinya dia tidak menolak maupun mengiyakan pernyataan Will?

Itu berarti masih ada kemungkinan kapten Xerlindar berbohong pada orang-orang ini. Dia bisa saja diam-diam memihak para penyihir sambil memanfaatkan orang-orang ini termasuk dokter John. Kemungkinan itu tidak hanya ada, tapi sangat besar.

Kalau begitu, aku tidak bisa berada di sini lagi. Aku tidak bisa membiarkan mereka tahu soal siapa aku dan memaksaku memberikan informasi secuil apapun soal ibuku. Aku belum tahu mereka berpihak kepada siapa dan akan berpihak pada siapa. Soal kenapa ibuku dipanggil pengkhianat para penyihir akan kucari tahu sendiri tanpa bantuan orang-orang tak jelas tujuannya ini.

Diam-diam, aku beringsut mundur. Tanpa menimbulkan suara sama sekali, aku mundur selangkah demi selangkah hingga keluar dari padang rumput.

Dokter John masih belum berbalik, masih belum menyadari jarak yang melebar di antara kami. Setelah memastikan jalan kabur, aku berbalik dan ambil langkah seribu dari sana.

Lari. Aku harus lari sejauh mungkin. Tapi lari ke mana?

Secara tiba-tiba, wajah Suri dan Edward muncul dalam kepalaku. Benar juga. London. Aku harus ke jantung ibukota London. Aku harus ke Serikat Pandai dan Serikat Pengrajin.

Suri dan Edward. Kali ini akan kuajak mereka ikut bersamaku juga.

***

Sejauh ini semuanya aman.

Aku sempat berpapasan dengan Will dan Gus di persimpangan jalan di dalam desa Netherfield, tapi kelihatannya mereka tidak melihatku. Buktinya, tidak ada yang mengejarku sampai detik ini. Jalanku ke London terbuka lebar, jalanku menuju Suri dan Edward. Demi Langit, tolong biarkan mereka baik-baik saja.

Menyingkirkan semua nuansa melankolis dari nurani sialan ini, aku fokus pada tujuanku. Nah, sekarang pertanyaannya adalah apa langkahku selanjutnya?

Kuamati keadaan sekeliling, mencoba mengenali di mana aku berada sekarang. Sudah jelas aku berada di kota, tapi kota mana di London, entahlah. Aku tidak melihat papan nama atau apapun yang bisa memberiku petunjuk akan di mana aku berada sekarang.

Sambil berjongkok bermandikan peluh, aku mengintip dari balik bayangan ke arah jalanan yang ramai oleh aktivitas orang-orang. Dilihat sekilas, aktivitas di jalan ini tidak ada bedanya dengan aktivitas manusia biasa. Semua orang berjalan hilir mudik, beberapa orang bercengkerama, beberapa orang melakukan jual beli, dan beberapa lagi berpakaian rapi kelihatan berjalan dengan sangat buru-buru. Dibalut nuansa biru akibat warna lensa yang kugunakan, aktivitas di jalan raya itu tampak sangat berwarna, penuh oleh gelombang-gelombang sihir yang bocor dan memancar dari tubuh setiap orang.

Mereka semua penyihir, kuingatkan hal itu pada diriku sendiri. Tidak peduli seberapa mirip mereka dengan manusia, pada hakikatnya mereka bukan manusia. Panas asing itu muncul ketika gelombang energi berwarna hijau zamrud keluar dari tubuhku, menghampiri dan memakan semua gelombang penuh warna milik mereka.

Ini sihir, Tuan Alto. Entah kau suka atau tidak.

Sesuatu menekan dadaku hingga terasa sesak. Perutku melilit hebat, seperti ada tornado berputar kencang di sana.

Bukan, ini bukan sihir, aku mencoba meyakinkan diriku sendiri. Ini sama sekali bukan sihir. Tidak ada sihir di dalam darahku. Aku bukan penyihir.

"Hei, apa yang kau lakukan di sana, Sir?" Menoleh dengan kaget, aku mendapati ada dua penyihir berpakaian ala scotland yard—polisi—berdiri menghadang salah satu jalan keluarku, jalan yang kugunakan untuk masuk ke celah sempit ini untuk bersembunyi dalam bayang-bayang.

Dengan gugup aku berdiri ketika dua petugas itu menghampiri sambil dalam hati merutuk kebodohanku karena tidak membawa senjata apapun. Sekarang ada dua scotland yard di hadapanku. Apa yang harus aku lakukan? Bila mereka melihat mataku tidak berpendar menyala, aku akan langsung ketahuan.

Tapi tidak ada apapun.

Tidak ada suara selain gumaman tak berujung dari mulutku dan kebisuan dari mulut dua scotland yard itu. Mata mereka tidak pernah lari dariku tapi juga tidak ada satu kata pun keluar dari dua mulut itu. Ada apa? Kenapa mereka diam? Apa mereka tidak mau menangkapku? Apa mereka tidak sadar aku ini manusia?

"Aku tanya, apa yang kau lakukan di sini, Sir?" Petugas yang berdiri di sisi kanan bertanya dengan nada lebih tegas kepadaku. Wajahnya dipenuhi kecurigaan. Bagus. Salah satu kata saja dan aku akan berakhir di penjara terdekat.

Putar otakmu, Alto. Putar otakmu. "Saya ... terpisah dari rombongan. Kami ingin pergi melihat istana Buckingham. Apa kau tahu di mana stasiun terdekat, Sir? Ini pertama kalinya aku ke London."

Jantungku berpacu cepat di dalam dada hingga degupnya yang tak beraturan menghalangi pendengaranku. Aku menanti dalam ketakutan sudah mengambil ancang-ancang akan lari ketika dua scotland yard itu bertukar pandang dan mengangguk.

"Baiklah, Sir. Kami akan antar kau ke stasiun terdekat." Scotland yard yang berdiri di sebelah kiri, yang berbadan lebih berotot dibanding yang di sebelah kanan, menjawab dengan tegas. "Kami akan menunggu sampai rombongan Anda menjemput."

"Terima kasih banyak." Aku memberikan senyum manis terbaikku pada mereka berdua. Sementara itu, gelombang hijau zamrud milikku meliliti gelombang sihir milik mereka berdua dan mulai memakannya. Gelombang berwarna warni tak murni itu dengan cepat pucat sebelum akhirnya lenyap sama sekali.

Bagus. Ini semakin bagus saja. Aku akan dikawal dua penyihir sampai rombongan fiktifku tiba.

***

A/N:

Entah kenapa, saya paling suka adegan kejar-kejaran di sini. Rasanya seru dan dari dulu saya selalu suka bagian kejar-kejaran ala penjahat dan polisi. Kayak ... greget aja gimana gitu.

Ditunggu vote dan komennya. Sampai jumpa di chap selanjutnya


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro