Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Pemeriksaan

Degup jantungku meningkat. Aku sama sekali tidak siap. Kali terakhir inspeksi, kapal dan mesin yang kuperbaiki tidak dapat dialiri sihir sama sekali, persis seperti inspeksi sebelumnya dan sebelumnya dan sebelumnya lagi. Tidak perlu kukatakan lebih detail. Akibatnya buruk. Sangat buruk.

Sudah tidak terhitung banyaknya cambuk sihir yang pernah mengiris urat tubuhku. Bekas-bekas itu memang sudah lenyap, tapi rasa sakitnya masih membekas. Sakit, panas, dan mati rasa selama berhari-hari, belum lagi bekas yang tidak hilang selama berminggu-minggu hasil dari cambuk sihir selalu menjadi trauma yang membekas di kepala setiap manusia, tak terkecuali aku.

"Hei, rileks saja!" Edward menyikut rusukku. Berbeda denganku dan budak-budak lain, Edward berusaha terlihat santai, meski aku tahu dia juga sama tegangnya dengan kami semua sekarang ini. "Kita sudah memperbaikinya dengan baik, oke? Aku sudah mengecek semua bagian termasuk yang kau betulkan, tidak ada masalah."

"Terakhir kali juga begitu. Tidak ada masalah sampai masalahnya benar-benar datang."

Edward memicingkan mata, paham bahwa aku sedang mengungkit-ungkit masalah yang timbul terakhir kali aku ikut memperbaiki kapal udara. Saat itu seluruh tim yang bekerja bersamaku harus dihukum karena kapal udara yang kuperbaiki tidak bisa dialiri sihir sama sekali. Kapal itu tidak akan bisa dijalankan dan kami semua harus pulang dengan punggung penuh luka cambuk.

Itu menjadi kali kesekian aku mengacaukan perbaikan dan menjadi awal ultimatum serta gelar mekanik terburuk yang tersemat padaku sampai sekarang.

"Kalau kali ini perbaikannya gagal lagi, aku bisa dijual!" desisku, menyebut ultimatum mengancam itu dalam cemas. "Aku akan berakhir di pelalangan budak dan bekerja di tempat lain sebagai pekerja kasar di jalan dan jembatan, jadi pemecah batu di tambang emas, atau bisa jadi lebih buruk dari keduanya!"

Edward tertawa, tapi tawanya terdengar dipaksakan. "Kau terlalu khawatir, Adik Kecil. Kali ini akan berbeda. Aku sudah mengecek semuanya baik-baik. Percaya padaku."

Tidak, Edward. Aku menyangkal dalam hati. Jika kedua mataku sakit lagi nanti, tidak akan ada yang berbeda.

Tidak ada keberanian tersisa dalam diriku untuk mengatakan kebenaran itu pada Edward. Kejujuran hanya akan membawaku ke serentetan pertanyaan yang tidak siap terjawab.

Hentakan sepatu membuatku tersentak kembali ke kenyataan. Seorang penyihir berpakaian serba putih dengan tanda pangkat satu bintang perak di kedua pundaknya meniti anak tangga ke ruang kemudi.

Ketua Pengawas.

Rutinitas biasa. Ketua Pengawas memang adalah satu-satunya yang berhak mengetes dan menguji kelayakan kapal, kendaraan bermotor, kualitas baja tempaan, apapun yang kami dari Serikat Pandai buat. Tapi aku mendapati kami semua masih saja menelan ludah dengan kasar ketika waktu inspeksi tiba. Napas setiap pekerja tertahan saat anak tangga yang dinaiki pria berambut cepak itu satu per satu semakin pendek. Seharusnya kami juga menunduk di saat ini, tapi tidak ada satu pun dari kami yang pernah sanggup melakukannya. Terlalu banyak kegelisahan menumpuk di dada kami untuk mematuhi peraturan satu itu.

"Biarkan aku yang mengetesnya, Tuan Frederic."

Suara itu menggema di seluruh hanggar ketika Ketua Pengawas hanya tinggal selangkah lagi dari pintu kapal. Suhu panas dari mesin-mesin uap turun dengan tajam. Suara dari doa-doa dan kecemasan yang menggantung di udara kini senyap. Sunyi sama sekali. Kepala semua orang, bagai digerakkan oleh tali temali marionette, bergerak ke satu arah yang sama secara bersamaan. Mata penasaran kami menatap ke arah pintu masuk tenggara hanggar, pintu masuk yang dilewati pekerja maupun pengawas setiap pagi dari arah penampungan, atau dalam kasus ini, kemungkinean dari pusat kota.

Suara derap sepatu mengiringi masuknya tiga orang berpakaian serba hitam paling bersih dan paling mewah yang pernah kulihat. Dengan gaya anggun khas bangsawan, mereka berjalan dengan tenang ke dalam hanggar.

Seorang pemuda di awal usia dua puluh tahun menjadi pemimpin jalan. Mantel pendek hitam miliknya berayun pelan pada setiap langkah, memperlihatkan samar-samar sematan belasan medali emas dan simbol kerajaan Inggris di dada kirinya. Senyum penuh kuasa bertakhta di bibirnya yang penuh. Rambut hitam mengilapnya sama sekali tidak terusik, diam dan patuh tidak mengganggu wajahnya ketika pemiliknya melangkah. Tulang pipi dan rahangnya mengeras dan kedua pundaknya yang tegap tidak terlihat rileks sama sekali. Tidak ada keramahan, tidak ada keceriaan, ataupun ketulusan di senyumnya. Hampa. Bola matanya yang hijau cemerlang dengan pendar hidup tidak ikut tersenyum bersama bibirnya.

Dia serius dan tidak sedang mencoba beramah tamah.

Pengeran Oryziel memang bukan orang yang suka beramah tamah.

Di kedua sisi sang pangeran pewaris takhta, berjalan dua orang bertubuh kekar dengan seragam hitam yang tidak semewah sang pangeran, tidak ada semua hiasan emas penuh kebanggaan di pakaian mereka kecuali lencana berlambang Inggris di dada kiri.

Kerutan di dahi dan tulang rahang dari kedua penyihir itu yang menegang berkata dengan jelas bahwa mereka berdua ingin segera pergi dari tempat penuh manusia ini ... atau sedang memperingatkan kami untuk menjaga pandangan di hadapan salah satu petinggi utama kerajaan Inggris.

Kedatangan sang pangeran selalu membuatku merinding. Bukan karena ia tampan—aku tidak tertarik dengan laki-laki yang berjalan dengan dagu terangkat tinggi penuh keangkuhan seperti dirinya—tapi lebih karena reputasi anti-manusia yang sudah menempel pada dirinya sejak lama. Kengerianku bertambah satu tingkat karena tidak ada sihir sama sekali yang bocor dari tubuhnya.

Untuk ukuran pangeran yang baru berusia dua puluh dua tahun, itu mengerikan.

Sihir yang terkunci rapat dalam tubuh punya arti penyihir itu mampu mengendalikan sihirnya dengan baik dan tidak memberi kami kesempatan untuk mengira seberapa besar sihir yang ia miliki. Pemuda satu ini termasuk salah satu dari mereka yang bisa mengendalikan sihir dengan sempurna. Mataku tidak pernah perih ketika dia datang. Tidak sedikit pun. Dia mengunci sihirnya dengan rapi, tapi kami semua, bahkan semua orang di Inggris, tahu bahwa dia adalah penyihir terkuat kedua di negara ini setelah Raja sendiri.

Kami juga tahu betapa mengerikannya jika pemuda satu ini sampai marah.

"Yang Mulia Pangeran Oryziel!" Sang Ketua Pengawas buru-buru menuruni tangga—nyaris terantuk beberapa kali—untuk segera membungkuk singkat di hadapan pemuda angkuh itu, yang hanya dijawab anggukan singkat olehnya. "Ada apa gerangan Yang Mulia datang ke hanggar?"

"Aku hanya datang untuk melihat kinerja bagus dari Serikat Pandai." Atau dengan kata lain, inspeksi dadakan. Suri memberitahukannya padaku dua minggu lalu. Pangeran Oryziel melakukan inspeksi dadakan ke Serikat Pengrajin. Itu bukan inspeksi yang menyenangkan karena malamnya Suri pulang dengan bekas luka cambuk sihir hanya karena tidak bisa memenuhi kuota harian.

"Sungguh suatu kehormatan menerima kunjungan Pangeran Pewaris Takhta di hanggar kami yang sederhana ini." Ketua Pengawas mulai memberikan senyum penjilat.

Dilihat dari senyum beku sang Pangeran, dia orang yang sudah banyak memakan senyum busuk itu bulat-bulat.

Biasanya Edward akan membuat lelucon soal senyum murahan itu, entah tentang bentuk senyumnya yang jelek atau kekurang ajaran Ketua Pengawas yang sangat kentara. Tapi kali ini tidak. Edward tidak mengeluarkan satu lelucon atau komentar apapun.

Humor paling lucu pun akan mati jika berhadapan dengan Pangeran Oryziel.

Kepala pangeran muda itu mendongak. Sehelai rambut tembaganya turun ke pelipis ketika sepasang manik hijau cemerlang berpendar hidup itu menatap prihatin kapal udara yang baru saja kami perbaiki. Kali ini dia tampak tulus khawatir.

"Apa ini kapal rusak parah yang tiba semalam?" Pangeran memerhatikan badan kapal baik-baik. Tidak ada lagi goresan di badan kapal, tidak seperti ketika burung besi ini pertama kali datang tadi pagi.

"Ya, kerusakan yang memperihatinkan," Ketua Pengawas menimpali penuh empati palsu.

Pangeran memberikan senyum formalitas kepada Ketua Pengawas. "Aku bahkan tidak melihat goresan lagi di badannya."

Ketua Pengawas tersipu dengan cara yang menggelikan. "Perbaikan seperti ini bukan masalah sama sekali, Yang Mulia." Dia membungkuk hormat ke hadapan Pangeran sekali lagi, menunjukkan sikapnya yang benar-benar tersanjung. Namun sejurus kemudian wajahnya berubah prihatin. "Tapi jumlah kapal yang datang dengan kerusakan separah ini meningkat jadi memprihatinkan. Serangan seperti ini hanya bisa dilakukan oleh perompak. Kami menduga pelakunya adalah Black Mary, mengingat dua kapal militer kita sebelumnya dijatuhkan—

"Aku tidak hidup dalam dugaan, Tuan Frederic." Nada ramah sang pangeran berubah tajam ketika menukas. Matanya masih fokus mengamati kapal udara. "Aku hidup dalam kepastian. Tapi mendengarmu begitu percaya diri, katakan padaku, apa kau yang berwenang menangani kasus itu? Kau tidak lagi menjabat sebagai ketua pengawas di sini?"

Ketua Pengawas menundukkan kepala dengan malu. "Bukan, Yang Mulia. Saya tidak punya hak untuk menangani kasus itu. Ini hanya pendapat bodoh dari mulut saya yang tidak sopan, Yang Mulia."

Tidak ada lagi senyum di wajah Pangeran yang kini tampak bengis. "Sayang sekali, jika kau memang terlibat dalam penyelidikan kasus ini, aku bermaksud menghukummu juga, karena kerja para penyelidik sama sekali tak becus." Aku bisa melihat wajah Ketua Pengawas berubah pucat pasi. "Tapi kurasa kau akan memberikan sesuatu yang bagus di hari penuh duka ini, bukan begitu, Sir?"

"Tentu, tentu, Yang Mulia." Pria paruh baya itu berubah gugup. Ketenangan mematikan Pangeran Oryziel sanggup membuat pria pengintimidasi itu mencicit seperti tikus tercekik. "Jika anda berkenan, silakan mengecek sendiri hasil pekerjaan kami yang tak seberapa ini. Setelah Anda, Yang Mulia."

Pangeran Oryziel memberi isyarat kepada dua pengawalnya untuk berjaga di tempat, membiarkannya naik ke atas kapal udara itu seorang diri. Ketua Pengawas Frederic hendak membimbing pangeran Inggris itu, tapi sang Pangeran mengabaikan tawarannya dan terus menaiki tangga dan masuk ke dalam kapal.

Ketegangan meningkat berkali-kali lipat jumlahnya saat Pangeran sudah sampai di ruang kemudi di puncak kapal.

Aku yakin semua menahan napas ketika Pangeran Oryziel menempelkan tangannya pada papan kemudi, mencoba mengetes hasil perbaikan tangan-tangan kami. Sulur-sulur emas keluar dari tangan sang pangeran pewaris takhta, mengalir mengikuti alur roda kemudi, menuju setiap silinder, melewati setiap katup, mencoba memberi denyut kehidupan pada seluruh piston burung besi itu.

Cahaya emas perlahan mengaliri badan kapal, memberi cahaya magis pada setiap guratan. Namun aku yakin bukan cahaya itu yang membuat senyum perlahan terbentuk di bibir para pekerja. Ketika bunyi mesin kapal udara menderu menyala dan baling-baling utama mulai berputar, napas lega sudah berembus dari mulut sebagian besar manusia.

Mataku perih lagi. Denyutnya menjalar kuat, menekan mataku dari dalam untuk segera meledak. Panas merambat dari belakang kepalaku, turun ke leher, menghangatkan tubuh dan memancar keluar dari jari jemariku.

"Alto?" Edward berbisik dari sebelahku. "Hei, Alto? Ada apa? Hei!"

Aku tidak menggubris suara penuh kecemasan itu, atau lebih tepatnya tak sanggup menggubris. Seluruh tenagaku diserap oleh rasa sakit sialan ini, rasa sakit yang sekarang jadi berlipat-lipat lebih sakit dari biasa karena kemurnian sihir yang demikian menyesakkan. Darahku mendidih, tulang-tulangku terpanggang, dan jari jemariku mulai kesemutan oleh panas menggelegak yang kini terasa bergolak seperti air mendidih.

Edward terus memanggil dengan cemas dan mulai mengguncang-guncang tubuhku.

"Astaga, bisakah kalian diam?! Aku tidak mau kita semua dihukum karena tindakan kasmaran sepasang remaja!" Terdengar desisan protes di dekatku.

"Kasmaran apa, Demi Janggut Raja! Temanku tidak tampak baik-baik saja di sini!" Edward balas mendesis semakin keras. Aku yakin perhatian beberapa orang beralih pada kami sekarang.

"Nak, jangan melebih-lebihkan. Ini reaksi alergi sihir yang biasa." Seorang yang bersuara parau menjawab. "Kalau ini pertama kalinya kau berhadapan dengan sihir para royalis—anggota kerajaan—inilah yang terjadi padamu!"

Sebuah sikutan mendarat di tulang rusukku. "Anggap saja rasa sakitmu ini sebagai hadiah karena berhasil menyaksikan sihir para royalis untuk pertama kalinya, Nak!"

Tangan Edward terus memaksaku mendongak. Perlawanan kecil yang kuberikan sia-sia di bawah tekanan rasa sakit luar biasa ini dan tenaga Edward terasa berkali-kali lipat lebih besar dariku. Aku menyerah, membiarkan Edward melihat sedikit wajahku.

"Astaga, Al, matamu berdarah!" bisik Edward panik. Dia mengusap cairan yang keluar dari mataku, yang pada awalnya kusangka sebagai air mata. Jemarinya menunjukkan setetes cairan merah itu ke hadapan mataku. "Lihat? Darah keluar dari matamu."

"Aku baik-baik saja." Dengan lembut, kusingkirkan tangan Edward. Ini memang gawat, sungguh. Tapi yang datang sekarang adalah royalis. Wajar jika sampai reaksi yang terjadi lebih parah.

Lagipula ini bukan yang pertama terjadi.

"Sungguh?" Edward masih saja skeptis.

"Kalian berdua berisik sekali." Lagi-lagi ada yang menegur kami. Edward mendesis marah membalas ucapan sinis orang itu.

"Sejujurnya, Alto, aku tidak pernah melihat reaksi alergi seperti ini," ujar Edward semakin panik. "Kau sungguh baik-baik saja? Kau yakin?"

Jawabannya, tidak. Aku jauh dari baik-baik saja. Di sini, aku, seorang diri menyaksikan energi sihir keluar dari kapal udara itu dalam bentuk tali tipis berwarna emas berkilau sementara mata kalian buta, belum lagi harus menanggung semua rasa sakit sialan ini sendirian karena sihir berlimpah sang pangeran pewaris takhta. Dari mana aku bisa berkata baik-baik saja?

Ketakutanku menjadi nyata saat dari tubuhku perlahan keluar sulur-sulur berwarna hijau zamrud, mengalir tepat ke arah kapal udara itu dan mengikat sulur-sulur emas milik Pangeran yang mengaliri kapal.

Tidak. Jangan dia juga.

Sulur hijau yang mengalir dari tubuhku menari memutari sulur-sulur itu bagaikan memiliki nyawa sendiri. Udara di hanggar yang tadi hangat karena mesin, berubah panas karena pertemuan dua energi di udara.

Berhentilah! Jangan ganggu sulur-sulur emas itu! Kumohon!

Tapi seperti biasa, sulur-sulur itu tidak mau mendengarkan. Mereka bergerak sesuka hati, tanpa ada yang bisa mengendalikan maupun menghentikan.

Peluh sudah membanjiri wajah dan leherku ketika sulur-sulur dua warna itu mulai beradu, saling melilit menyerap energi satu sama lain. Berkelahi. Warna hijau sulur yang mengalir dariku berpendar lebih terang, menuju akhir yang paling tidak kuinginkan.

Hentikan! Aku bilang hentikan, Keparat!

Sulur hijau milikku meliliti sulur emas di badan kapal udara, menjadikan sulur emas itu berubah pucat tak ubahnya tanaman layu. Tubuhku mendidih oleh panas internal. Seluruh otot di tubuhku menjerit. Titik-titik hitam muncul dalam pandanganku yang berubah buram. Darah semakin banyak keluar dari sudut-sudut mataku. Kepalaku menunduk, tak kuat menahan sakit lebih lama lagi. Di lantai, tetesan merah darahku terus bertambah. Aku memejamkan mata.

Kemudian terdengar seluruh hanggar terkesiap.

Kepalaku menengadah, berusaha keluar dari sakit yang terus memaksaku untuk berlutut dan menyerah, mencoba melihat apa yang menyebabkan atmosfer di hanggar berubah dingin menyeramkan meski udara masih panas menyengat.

Dan langsung terpaku.

Sihir yang tadi mengaliri kapal benar-benar telah lenyap.

***

Afterwords:

Uhooo apa yang akan terjadi ya? 

Baca selengkapnya di novel.id ajah

Seru kok. Dan sebagai pengingat buat kalian, Alto itu perempuan lho bukan laki-laki. 

Oh ya, sekalian saja saya berikan afterword chap 2 di sini. Kenapa ya saya bedakan penggunaan Sir dan Tuan di sini? Karena dalam percakapan bahasa INggris yang saya bayangkan, Sir adalah panggilan hormat sedangkan kalau saya menuliskan kata 'Tuan' itu artinya mereka menggunakan kata 'Mister'. Nanti pun ada rencananya saya akan membuat kata 'Master' untuk julukan yang lebih tinggi sekelas bangsawan yang akan diucapkan oleh para pelayan. 

Soal latar, hehehe saya belum kasih tahun tepatnya ya? OKe soal itu akan menyusul nanti ya. 

See you at novel.id! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro