8*
Rooftop, tempat paling tinggi di gedung SMA Nusa Cendekia jadi tempat Lavina, Arsenio, dan Lolita sepulang sekolah kali ini. Terletak tepat di atas perpustakaan. Spot yang disukai anak-anak buat foto-foto karena instagramable.
Mereka sudah bersiap-siap, Lolita dengan es krim Cornettonya dan Arsenio dengan kameranya. Sementara Lavina sibuk memerhatikan Arsenio. Setiap Arsenio bergerak mengambil gambar Lolita, Lavina semakin jatuh cinta. Arsenio terlihat keren saat memotret dengan kamera kesayangan.
"Coba lihat hasilnya," seru Lolita mendekati Arsenio, melihat hasil jepretan.
"Keren, gue harap menang kali ini. Nanti tolong kirim lewat email ya."
"Ok."
"Lo nggak tanya alamat email gue?"
"Nanti gue tanya Lavina."
"Oke. Makasih ya."
"Ya."
"Lo nggak tanya gue minta tolong foto buat apa?" tanya Lolita, memicingkan matanya.
Lavina cengengesan di samping Arsenio memperhatikan ekspresi Lolita dan alis Arsenio yang bertaut. Rasain lo! batin Lavina.
"Bentar lagi kan valentine. Gue mau ikut lomba foto di instagram, foto bareng es krim Cornetto," jelas Lolita tanpa ditanya.
"Oh."
"Hadeh capek deh ngomong sama lo, Ar. Heran gue Lavina betah amat sama lo."
Tawa Lavina pecah tak bisa ditahan lagi. Akhirnya Lolita merasakan apa yang sering dia rasakan. Lavina baru diam saat tangan lebar Arsenio mengusap puncak kepalanya.
"Fotoin aku ya?" Pinta Lavina dengan mimik wajah manja.
"Nggak usah."
"Satu... aja."
"Fotomu udah terlalu banyak. Ayo turun anginnya kenceng."
Arsenio menarik pergelangan tangan Lavina agar mengikutinya, meminta Lavina dan Lolita turun terlebih dahulu.
"Perasaan aku nggak pernah kamu foto. Gimana bisa banyak?"
"Lo kan hobi selfie, Lav." Lolita yang menjawab.
"Tapi kan bukan Arsen yang ngefoto. Gue kan mau juga di foto ootd buat instagramku biar makin rame."
"Mau lo." Lolita mendorong bahu Lavina.
"Btw, thanks ya, Ar. Gue duluan takut ujan udah mendung. Gue naik motor soalnya tadi pagi. Dadah... Lavlav."
"Ati-ati," seru Lavina.
Tinggal berdua, Lavina melirik Arsenio. "Yakin nggak mau fotoin aku?"
Cekrek...
"Hih! Aku siap-siap dulu dong. Pasti tadi fotoku muka semua. Sini lihat."
"Nggak usah."
"Ih... aku nggak mau kelihatan gendut." Lavina mencoba mengambil alih kamera Arsenio tapi Arsenio melangkah lebar hingga Lavina perlu mengejar.
"Arsen! Lihat fotonya." Arsenio justru melangkah semakin cepat meninggalkan Lavina di belakang.
"Arsenio Abrisam.... Lihat fotonya!" Teriak Lavina, kesal. Tapi kali ini Arsenio justru masuk ke dalam mobil dan mengabaikan teriakannya. Lavina mendengus kesal.
"Nyebelin!" seru Lavina setelah duduk di dalam mobil.
"Kamu nggak sayang aku!"
"Sayang," balas Arsenio sembari memakaikan seat belt Lavina.
"Sayang tapi gitu. Fotoin aku kenapa. Aku kan mau juga difoto pacar sendiri."
"Sayang itu mastiin orang yang disayang selamat."
"Apanya yang selamat?"
"Kamu ngambek lupa pakai seat belt-mu."
Lavina refleks melirik seat belt yang sudah terpasang lalu melirik Arsenio. Kapan Arsenio memasangkan? Lavina berdecak tak mau mengakui walau dalam hati senyum-senyum sendiri.
"Valentine besok kamu mau apa? Cokelat?" tanya Lavina setelah mereka saling diam cukup lama.
"Mau kamu fokus belajar."
"Iya aku juga belajar. Tapi aku kan nanya valentine kamu mau apa."
"Udah tahu mau daftar ke mana? Minggu depan udah mulai pendaftaran."
"Belum," jawab Lavina pelan. Dia kesal Arsenio mengubah topik terus.
Mobil kembali hening bahkan tak ada musik yang mengalun. Benar-benar kering kerontang bak padang pasir, sunyi senyap bak di dalam gua.
"Makasih."
"Sama-sama."
"Ati-ati."
"Ya."
"Ih.... Arsen!" Lavina geram, lalu mencengkeram rok lipit kremnya.
"Kenapa?" Arsenio memasang wajah datar andalannya.
Lavina mengembuskan napas kesal, melirik Arsenio. "Nggak pa-pa. Ya udah aku masuk. Kalau udah sampai kabari lho. Awas nggak ngabarin!"
"Iya."
"Beneran lho. Chat aku duluan." Bibir Lavina mengerucut, manyun.
"Iya," balas Arsenio, tangannya menjepit bibir Lavina lalu tersenyum tipis. "Sana masuk."
"Iya aku masuk. Sampai ketemu besok di sekolah." Lavina melambaikan tangannya.
"Ganti baju langsung."
"Iyaa....."
Lavina mengerucutkan bibir. Arsenio hobi menyuruhnya mengganti baju sepulang sekolah. Padahal dia lelah dan ingin langsung merebahkan badan.
***
Berbaring di tempat tidur adalah hal ternikmat saat ini. Lavina lelah seharian sekolah. Satu jam waktu yang cukup untuk sekadar meluruskan punggungnya karena setelah makan malam nanti dia harus belajar lagi demi masa depan meskipun dia masih belum yakin ingin meneruskan ke mana. Tapi setidaknya dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk UN.
Lavina meraih ponsel di sampingnya. Senyum Lavina mengembang ternyata sudah ada pesan dari Arsenio sejak sejam lalu.
From: One Heart
Aku sampai
To: One Heart
Syukurlah. Lagi apa?
Semenit, dua menit, tiga menit bahkan sampai setengah jam tak ada balasan dari Arsenio. Lavina tak berharap lagi pesannya dibalas. Dia pun mengecek instagramnya. Posting terakhir dua hari yang lalu. Tak ada yang ingin dia posting, dia menscroll time line. Tak ada yang menarik juga. Akhirnya dia pindah ke akun jualannya, mengecek perkembangan. Lavina tersenyum membaca komentar-komentar yang menyukai produknya. Dia melihat postingan terakhir, foto Arsenio yang menjadi modelnya. Senyumnya hilang saat membaca komentar.
(At)dewijelita: gagal fokus sama modelnya.
(At)iniguelala: modelnya cakep, siapa sih?
Lavina sukses mengerucutkan bibirnya, kesal. Setiap dia memakai Arsenio jadi modelnya pasti banyak yang komentar mengomentari modelnya bukan gelangnya. Nasib punya cowok cakep, cuek aja banyak yang suka gimana kalau ramah. Makin digilai cewek-cewek pastinya.
Tangan Lavina pun gatal ingin membuka instagram Arsenio, ternyata ada foto baru. Foto taman yang Arsenio ambil waktu itu. Lavina membaca caption-nya.
Arsenioabrisam: Waktu terus berjalan dan kita tidak bertambah muda. Jadilah seperti pohon beringin, pohon surga yang semakin tua semakin rindang meneduhkan di sepanjang hidupnya demi yang tersayang.
Membacanya, Lavina senyum-senyum sendiri. Merasa jadi tersayangnya Arsenio. Walaupun belum tentu juga tertuju padanya. Lavina tak peduli, bahkan dia memilih tak tahu saja dan beranggapan menjadi tersayangnya Arsenio. Dengan begitu dia bisa tersenyum lebar dan menjalani hari dengan ceria.
Lavina membuka aplikasi Joox melihat-lihat lagu baru dan menemukan lagu milik Melly Goeslaw yang jadi ost film Eiffle I'm in Love, berjudul Pujaanku. Saat mendengarkannya, lagu itu seolah menggambarkan isi hati Lavina yang memuja Arsenio. Dia buta mata dan hati untuk yang lain, persis seperti lirik lagunya.
Apalagi orangtuanya tak pernah melarangnya jadi Lavina merasa didukung hubungannya. Kepercayaan orangtuanya tak akan dia kecewakan. Lavina memiliki prinsip bahwa dia punya tanggung jawab untuk membanggakan orangtuanya, bukan hanya soal akademis tapi juga dalam pergaulan. Dia tak mau mempermalukan keluarga.
Meskipun orangtuanya tak pernah menuntutnya untuk menjadi juara olimpiade, dan mereka hanya menginginkannya menjadi pribadi yang baik. Tapi Lavina tak mau juga menjadi murid bodoh atau nakal sehingga membuat malu orangtuanya.
Ringtone Electric Kiss mengagetkan Lavina yang sempat tertidur, matanya mengerjap, kedua alisnya menyatu membaca nama di layar. Erlan Saka.
"Halo."
"Halo Lav. Gue ganggu nggak?"
"Enggak sih. Ada apa?" Lavina melirik jam di meja, menunjukkan pukul lima sore.
"Gue mau balikin buku lo. Dari kemarin lupa terus. Lo di rumah kan?"
"Iya gue di rumah."
"Kalau gitu bisa keluar bentar nggak?"
"Lo di rumah gue?" Lavina kaget, langsung bangkit dari posisinya, dan lari menuju jendela. Dia melihat mobil Erlan terparkir manis di halaman rumahnya.
"Iya."
"Bentar gue turun."
"Nggak usah lari, gue tungguin. Santai aja."
"Gue nggak lari kok."
"Napas lo aja ngos-ngosan."
"Kedengeran ya? Hahaha... Bentar ya." Lavina mematikan sambungan langsung turun ke bawah.
Saat membuka pintu Erlan sudah ada di depan dengan kaos berwarna putih dan celana jeans hitam. Erlan mengangkat bukunya.
"Balikin besok juga nggak pa-pa kali."
"Siapa tahu lo butuh buat ngerjain soal. Lagian sekalian gue pulang main basket."
"Main basket pakai celana jeans?"
Erlan menepuk keningnya. "Ketahuan ya gue bohong?"
"Dasar lo!"
Keduanya tertawa.
"Lo kok masih pakai seragam? Baru pulang?"
"Enggak sih, males aja dari tadi mau ganti sama mandi."
"Jorok! Ya udah gue pulang. Mandi lo! Bau."
"Apaan sih lo, Lan? Gue wangi kok. Nih cium nih." Lavina mencondongkan dirinya dan Erlan bergaya seolah menghindar.
"Iya wangi, wangi bawang merah baru dikupas."
"Ih, bau dong kalau gitu. Sana lo pulang gih kalau cuma mau ngehina gue."
"Ini juga mau pulang. See you.... makasih ya bukunya."
"Iya, hati-hati pulangnya!"
"Beres! Mandi lho ya..."
"Iya, iya mandi. Bawel lo." Lavina mendorong Erlan menjauh.
Lavina melambaikan tangan sampai Erlan melajukan mobilnya. Tapi senyum Lavina masih tersisa meski Erlan tak terlihat lagi. Sekelas selama tiga tahun dengan Erlan membuat Lavina akrab dengan Erlan, si kapten Basket yang tak lagi menjabat sebagai kapten basket semenjak kelas tiga.
****
070318
Aku nggak minta kalian milih antara Arsenio atau Erlan kok. Hihihihi
.
Selamat ya buat temen-temen yang menang pemilihan kover.
.
Love, ai
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro