Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12*

Hari pertama misi menjauh bisa dikatakan tak berjalan sesuai rencana. Kelas Lavina dan Arsenio yang berdekatan membuat mereka sering berpapasan meskipun Lavina sudah mengganti tempat yang biasa dia kunjungi di sekolah. Apalagi pulang sekolah Galan batal menjemputnya dan justru memberi titah pada Arsenio. Bagaimana bisa lavina menolak? Jadi anak bungsu dan perempuan satu-satunya memang susah, serba diatur dan tak bisa berkutik.

Percuma juga istirahat tadi hanya makan kue dorayaki demi menghindari Arsenio, yang ada Lavina masih lapar tapi tetap saja bertemu Arsenio. Bahkan sekarang semobil. Lavina melirik Arsenio dengan bibir manyun.

Sesaat Lavina lupa dengan misinya, dia ingin bersuara tapi kalimatnya ia telan kembali. Dia memainkan ponsel, agar mulutnya tak kelepasan mengajak bicara Arsenio. Lavina takut lupa dengan misinya mengingat daya ingat dan hatinya tak bisa diajak kompromi untuk hal menyangkut Arsenio.

Lavina membuka akun instagramnya. Melihat postingan terbarunya yang berisi potongan puisi tak membuat cowok cakep di sampingnya bereaksi. Setiap Lavina membuat status di instastory, Arsenio tak pernah kepo sedikit pun.

Seharusnya postingan terakhirnya membuat Arsenio bertanya padanya tapi ternyata Arsenio tak peduli. Jangankan komentar di instagramnya, bertanya padanya langsung saja tidak. Lavina membaca puisinya sekali lagi.

Rasanya lelah.
Terus berjuang tanpa ada timbal balik.
Rasanya putus asa.
Terus tersenyum tapi aku bukan alasanmu tersenyum.
Tapi aku bisa apa?
Ternyata takdirku hanya sampai di situ.
Aku hanyalah prolog bukan epilog ceritamu.
Aku hanyalah koma bukan titik dari kisahmu.
Aku sakit.
Entah kapan aku bisa bangkit.
Hanya waktu yang mampu menyembuhkan lukaku.
Biarlah lara menjadi temanku saat ini.
Agar aku tahu rasanya bahagia.
Bahagia ketika bertemu takdirku nanti.
Meski itu bukan kamu.

Lavina kehabisan akal mencari perhatian Arsenio. Dari memberikan puisi-puisinya langsung sampai dia memberanikan diri memposting puisinya di instagram, Arsenio tetap tak bertanya apapun padanya. Lavina menatap bio yang ada di profilnya dengan tatapan sendu.

Lavina Asha
Lavlavnya Arsenio.
SMA Nuski
Owner Lavlav store

Ragu, Lavina mengganti bio instagramnya. Menghapus nama Arsenio di bionya. Satu langkah untuk misinya. Lavina tersenyum, tiba-tiba terpikirkan ingin menamai misinya. Misi Pluto, di mana dia ingin menjauh dari bumi ke planet yang sangat jauh.

"Lav..."

"Ya?" Lavina kaget Arsen menggoyang bahunya. "Kenapa?"

"Kamu laper?"

"Hah?"

"Perutmu bunyi."

"Enggak, aku nggak laper." Kilah Lavina tapi perutnya kembali bunyi.

"Kamu nggak makan siang tadi."

"Makan, makan roti."

"Cuma roti?"

"Aku nggak laper." Perutnya benar-benar tak bersahabat, berbunyi lagi setelah Lavina berhenti bersuara.

"Mau makan apa?" ulang Arsenio dengan tangan kirinya terulur mengusap kepala Lavina.

"Langsung ke tempat les aja," jawab Lavina, kaku. Menepuk-nepuk dadanya yang berdebar.

"Nanti kamu sakit."

"Sakit memang kamu peduli?" gerutu Lavina, membuang muka.

"Peduli itu mastiin kamu nggak akan sakit."

"Tapi kamu bikin aku sakit hatinya!" seru Lavina dalam hati.

"Mau makan bakso dulu?"

Ingin menolak agar cepat menjauh dari Arseni tapi perutnya benar-benar lapar dan terus bunyi. Siang Lavina hanya makan dorayaki 1 biji, pantas saja sekarang dia super lapar. Lavina pun mengangguk. Bagaimana bisa dia menolak bakso? Hari pertama misi Pluto gagal!

"Misi Pluto akan kumulai besok. Hari ini nggak jadi. Karena laper itu wajib makan," ucap Lavina pada diri sendiri dalam hati.

Sampai di warung bakso Lavina langsung memilih bakso cukup banyak. Dia akan menebalkan muka jika orang menatapnya heran. Yang penting Arsenio sudah paham kalau dia penggemar bakso sejati.

"Aku segini ya?" tanya Lavina, memamerkan mangkoknya yang penuh bakso.

"Ya."

"Boleh nambah?"

"Boleh."

"Kamu malu nggak aku makan banyak?" tanya Lavina.

"Enggak."

"Pasti kamu malu kan?"

"Enggak. Tapi kalau kamu malu taruh, di mangkokku nanti kamu yang makan," balas Arsenio.

"Aku mau nambah bakso telur. Taruh mangkokmu boleh?"

"Aku ambilin. Kamu duduk aja."

Lavina nyengir, lalu mencari tempat duduk sementara Arsenio mengantri bayar. Jika begini keadaannya Lavina mana bisa menjauh. Dia sudah terlanjur terbiasa dengan sebuah lara. Menjauh dari kebiasaan bukan hal mudah. Apapun perlakuan Arsenio padanya meski kaku, cuek, Lavina sudah terbiasa. Hari ini dia kalah! Dia lemah oleh bakso dan Arsenio.

Sebenarnya Lavina tak menginginkan hal berlebihan. Dia hanya menginginkan memiliki pacar normal seperti yang lain. Yang mau foto berdua, yang mau berkirim pesan setiap saat, dan yang mau menghabiskan waktu bersama. Lavina melirik cowok berseragam krem yang berpostur tinggi di depan kasir. Saat itu juga dia putus asa bisa memiliki pacar normal. Arsenio itu tidak normal bagi Lavina.

Kini dipandanginya Arsenio yang masih berdiri di depan kasir. Cowok berhidung mancung dengan tatapan mata tajam itu nyaris sempurna di mata Lavina, kekurangannya hanya sikap kaku yang memberi kesan cuek. Tatapan Lavina beralih ke kaki panjang Arsenio, andai dia memiliki kaki yang jenjang pasti dia memiliki kepercayaan diri lebih bersanding dengan Arsenio.

Ternyata yang membuatnya ragu selain karena sikap Arsenio adalah ketidakpercayaandirinya. Lavina sebenarnya tak memiliki kepercayaan diri menjadi kekasih Arsenio. Lavina merasa banyak kekurangan, dari fisiknya yang pendek mengikuti gen mamanya, tidak seperti kakak dan papanya yang tinggi, otak yang pas-pasan sampai dia harus berjuang keras agar bisa sejajar dengan Arsenio yang cerdas, dan tak memiliki keahlian yang bisa dibanggakan. Dia hanya bisa membuat gelang sementara banyak di luar sana cewek yang berprestasi di bidang renang, tari, musik yang bisa menarik perhatian Arsenio dalam sekali memamerkan piagam. Lavina tertunduk lesu memikirkannya.

***

Yang dinanti-nanti siswa kelas XII adalah weekend. Bangun siang dan bermalas-malasan seperti yang Lavina lakukan. Tak ada yang melarangnya ketika seharian dia habiskan untuk melihat drama Korea. Lavina sampai menangis sesenggukan hanya karena sebuah scene drama yang membuatnya iri setengah mati bukan karena dramanya sad ending. Suasana hatinya sedang melow sejak kemarin. Dia berandai jika Arsenio seperti tokoh di drama pasti Lavina akan sangat bahagia. Cowok yang super perhatian, tahu pikiran ceweknya tanpa ceweknya mengatakan apapun.

"Lav, lagi ngapain?" seru Galan sembari membuka pintu.

Melihat Lavina menangis di depan laptop tak membuat Galan kaget. Kakaknya sudah sangat hapal kebiasaannya. Lavina nyengir, mengusap air matanya.

"Nonton apa lagi sih? Kebiasaan." Galan melirik laptopnya sembari mencubit pipi Lavina.

"Nangis baik untuk kesehatan, Bang. Nggak usah protes deh."

"Alesan! Abang mau keluar ikut nggak?"

"Ikut... ke mana?"

"Ketemu temen. Di rumah nggak ada orang nanti abang tinggal kamu nangis."

"Nggak nangis paling ngambek. Lav ikut ya, Bang?"

"Ya udah buruan siap-siap. Kamu udah mandi kan?"

"Udah mandi. Wangi gini."

"Tapi rambut masih berantakan kayak kulit rambutan." Galan menarik sejumput rambut Lavina yang memang acak-acakan efek menonton drama sambil tiduran.

"Kulit rambutan? Ih... jahat. Ya udah abang keluar Lav ganti baju dulu."

"Jangan lama-lama!"

Lavina segera mengganti bajunya dengan dress selutut berwarna biru muda. Tak lupa dia mengoleskan lipbalm di bibir merahnya. Merasa sudah sempurna Lavina menghampiri Galan yang sudah menunggunya di ruang keluarga.

"Ok nggak, Bang?" Lavina melebarkan roknya.

"Ok."

"Udah kayak anak kuliahan belum?

"Kayak anak SD," balas Galan dengan ekspresi meledek.

"Bang, jangan bilang Lav kayak anak SD terus kenapa. Lav udah 17 tahun udah punya KTP."

"Nyatanya kamu masih kayak bocah SD."

"Apa perlu Lav pakai lipstik merah terus pakai bedak lebih tebal?"

"Emang kamu mau ngelenong?"

"Ish... abang mau ketemu siapa sih? Cewek?"

"Cowok."

"Abang nggak suka cowok kan?" tanya Lavina dengan ekspresi polosnya.

"Lav, abang jomlo bukan berarti suka cowok. Abang sibuk."

"Udah sama Loli aja, Bang. Loli kan cantik, keren lagi dia nggak manja. Bisa ngerjain apa aja sendiri. Kalau dia jadi pacar abang, abang nggak akan kerepotan ngurusin."

"Abang nggak suka bocah SD."

"Lav sama Loli udah kelas XII SMA!" seru Lavina seraya mencubit lengan Galan.

"Tetap aja kalian kaya bocah SD di mata abang. Ah, abang aja inget zaman kalian masih ingusan."

Kalau sudah membahas hal seperti itu dengan Galan, Lavina tak akan menang. Karena di saat Lavina SMP, masih ingusan, kakaknya sudah jadi anak kuliahan yang keren, cerdas dan digilai banyak cewek.

"Andai pasien-pasien abang tahu kelakuan asli abang. Aku yakin mereka nggak akan terpesona. Abang aja masih suka kayak anak kecil. Manja kalau sama mama," ucap Lavina lalu menjulurkam lidah.

"Kamu super manja."

"Ya gimana Lav nggak manja kalau mama, papa, abang memperlakukan Lav kayak anak kecil terus. Kapan Lav dewasanya coba?"

Galan mencubit kedua pipi Lavina.

"Kamu tetap adik kecilnya abang. Nggak usah cepet dewasa."

Tak bisa Lavina dewasa ketika orang sekitar terus memanjakan dan menganggapnya seperti anak kecil. Pola asuh seperti itu membuat Lavina menjadi cewek manja yang sok tegar padahal hati remuk redam. Lavina tipe cewek yang takut akan kenyataan karena terbiasa merasakan kasih sayang. Dia tak siap kecewa. Dia lebih suka tak tahu apa-apa dari pada tahu lalu terluka. Karena sebenarnya hatinya begitu sensitif dan mudah merasakan sakit.

***
210318
Silakan tebak-tebak buah manggis.
Mau Arsen atau Erlan sama-sama manis.
Senin masih lama ya? *kemudian aku dijitak massal. Hahaha...
Sembari nunggu Senin yang masih lama yuk ikutan giveaway. Besok kamis 22 Maret 2018 aku akan ngadain giveaway hadiahnya gelang yang dijual Lavina. Cekidot ke instagramku ainunufus besok Kamis yap...

Love, ai @ainunufus

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro