
bagian 2
Sedikit penjelasan sebelum masuk ke bawah:
Keluarga Gauvelaire adalah keluarga militer. Mereka punya sejarah kuno yang berhubungan dengan sihir serta bangsa magis di luar Pracia (salah satu negara di Calistian).
Sekarang, Pracia terisolasi. Maksudnya, sihir dan semacamnya tidak boleh diungkit-ungkit oleh penduduk Pracia yang semuanya adalah manusia. Jadi demi keamanan dan menghindari paranoid mereka menghindari hal-hal berbau sihir.
- oOo -
PERPUSTAKAAN adalah tempat Jaime berjanji menemui Lukas. Sejak masuk akademi tiga bulan yang lalu, lukas seolah menjadikan perpustakaan sebagai hak miliknya seorang. Dia belajar di sana, bukan di ruang bersama. Dia bebas berkeliaran di luar jam-jam normal di sana. Dan, yang lebih parah, sah-sah saja jika dia tidur di salah satu sofa.
Itu karena ayahnya seorang pejabat pemerintahan. Hawthorne memang dekat dengan dewan-dewan negara, meski hanya aristokrat yang memegang kuasa terhadap mitos. Bisa dibilang hampir seluruh sudut manor Hawthorne memiliki rak buku, sebab dari sanalah sumber kekuatan mereka berasal. Pengetahuan. Jadi meski agak kesal karena dia bersikap seenaknya terhadap perpustakaan, tidak ada yang bisa protes.
Sekarang, Jaime Gauvelaire pun ikut-ikutan punya hak istimewa di sana. Dia berteman dengan Hawthorne, itu pertama. Dia putra jenderal dan ahli waris kendali kemiliteran, itu kedua. Siapa yang mau melarang bangsawan sekelas Gauvelaire?
Silas tidak yakin dia bisa seperti keduanya, yang sangat disayangkan tidak dipedulikan. Pagi ini saja Jaime sudah mengajaknya pergi ke perpustakaan untuk menemani Lukas belajar. "Kelasnya punya ujian astronomi lusa. Bagaimana kalau kita ikut dengannya malam ini?"
Silas sungkan menolak, sebab kepala Jaime keras seperti batu. Namun, jika dia menurut, penjaga perpustakaan akan menarik kerah belakangnya, menahannya untuk pendisiplinan sebelum dikembalikan ke asrama.
Jaime tidak peka mengenai hal tersebut. Jadi, daripada membujuknya, Silas lebih memilih cara menyimpang.
"Aku akan pergi setelah mengambil buku yang kemarin kupinjam di asrama," dustanya ketika mereka sudah ada di barat akademi, tempat perpustakaan dan sebagian besar kelas berada. "Duluan saja. Nanti akan kubawakan cokelat kalau bisa."
"Awas kalau kau masuk ke tempat tidur lebih dulu, ya." Jaime meninju lengannya main-main, terkekeh. Dia memang senang bercanda, tidak seserius sebagian anggota keluarganya yang berperang. Mungkin, suatu hari ketika dia sudah memiliki jabatan yang ayahnya perjuangkan, dia akan berubah.
Silas memperhatikan langkah Jaime yang tidak sabar bersua dengan teman barunya. Tanpa tahu Silas berbohong. Tanpa tahu Silas sedikit menipunya.
Ketika Jaime menghilang di balik pintu raksasa yang memisahkan dunia buku dengan lorong, Silas menghela napas.
Dia tidak bilang akan betul-betul kembali ke kamar meski bukan untuk mengambil buku, atau pergi ke tempat lain. Malam sudah telanjur larut. Bulan terlalu benderang untuk menyamarkan sosok aslinya yang mulai memberontak dari kendali. Silas melingkarkan jari-jari tangan kanannya ke pergelangan tangan lain, merasakan tempo denyut nadinya. Normal. Namun, menyadari kenyataan itu saja tidak cukup untuk terus menahan rasa tidak nyamannya.
Silas menoleh, mendapati sebuah jendela lorong masih terbuka. Di balik sana ada taman yang pohonnya banyak, bisa Silas gunakan sebagai perisai kalau-kalau ada penjaga yang berkeliaran. Dia menarik daun jendela lebih lebar ke luar, kemudian mengangkat kaki hingga keduanya melewati jendela. Jendela itu terlampau besar untuk tubuh remajanya. Kurang dari setengah menit, dia sudah menginjak rumput.
Jendela dibiarkan terbuka saat Silas berderap ke bangunan melingkar di depan yang terhubung dengan lorong--perpustakaan.
Kenapa mesti susah-susah masuk lewat jendela? Ada pintu yang lebih praktis. Yah, meski harus menghadapi penjaga perpustakaan yang galaknya melebihi kepala akademi.
Ada satu alasan khusus. Penjaga perpustakaan hanya dalih di depan Jaime. Orang itu gampang saja Silas bodohi hingga dia bisa lewat. Tetapi, sesungguhnya Silas hanya ingin menguping sekarang. Dan tentu saja, bintang utamanya adalah Jaime Gauvelaire serta si Hawthorne Muda.
Silas berhasil masuk kembali ke dalam ruangan dengan cara yang sama. Dulu, Silas sering menjelajahi akademi sendirian. Malam dan gelap sudah biasa baginya. Bisa dibilang, karena itulah dia mudah menemukan rahasia-rahasia menyelinap di setiap sudut akademi.
Keheningan dan bau buku menyambut Silas begitu dia masuk. Dia berhati-hati melangkah, berjaga jika seseorang bisa mendengar suara sepatunya. Tidak masalah jika itu penjaga perpustakaan atau anak nakal lain. Tapi jangan kedua targetnya. Itu bakal merusak rencana.
Silas melewati beberapa jajaran rak setelah memastikan tak ada siapa pun di beberapa langkah pertamanya. Dia berhati-hati ketika hendak belok, selalu melihat ke kanan-kiri, sambil menebak-nebak. Di mana kira-kira kedua anak itu belajar?
"Bukan begitu maksudku."
Langkah SIlas berhenti. Akhirnya. Dia menemukan suara Lukas.
Suaranya berasal dari dinding tempat kursi-kursi dan meja tersusun rapi. Jarak rak buku terdekat dengan tempat itu agak jauh, jadi Silas harus pasang telinga baik-baik atau satu dua patah kata mereka akan memudar. Dia bersembunyi di balik rak tersebut, menunggu percakapan selanjutnya.
"Ssst. Pelankan suaramu," Jaime memperingatkan. "Tapi, ayolah, Luke. Sampai kapan kau mau berasumsi buruk soal Silas?"
"Asumsi itu bisa menyelamatkanmu."
"Silas bukan monster. Aku berteman dengannya selama satu tahun dan dia tidak menunjukkan tanda apa pun yang berkaitan dengan monster." Jaime menuturkan serentetan argumen yang menyatakan dirinya benar. Kata-katanya agak mengabur di telinga Silas. Bukan karena suaranya mengecil. Tetapi, Silas sendirilah yang ogah fokus.
Dia tidak sakit hati. Toh, sejak pertemuan pertama, Lukas sudah mencurigainya. Di mata Silas sendiri, Lukas memang berbau sihir. Maksudnya, tidak dalam artian makhluk magis. Tetapi dia seperti punya kharisma sihir tersendiri sebagai manusia. Dan dia malah memperjelas itu sebulan yang lalu.
"Hawthorne mempelajari mitos bukan untuk mengendalikan gosip dan mulut orang-orang," katanya waktu itu. "Kami mengontrolnya, mencegah mereka menerobos tabir mata manusia, dan, tentu saja, mengendalikan mereka dengan sihir."
Jaime berbinar-binar, seakan senang bahwa bukan hanya dia saja yang punya keluarga tidak normal. "Keren! Berarti kau penyihir?"
"Bisa dibilang begitu."
Oh, ya ampun. Silas kini mengerti alasannya membongkar rahasia keluarganya. Itu adalah ancaman, atau jaminan bahwa Lukas Hawthorne akan mengungkap identitasnya.
Kemudian, sekarang Lukas kembali menunjukkan ancaman itu. Dia berkata, dengan nada yang seolah tahu bahwa Silas mendengar mereka. "Bagaimana jika kubuktikan itu padamu, Jaime? Bagaimana jika aku memperlihatkan identitas asli Silas padamu?"
LASTING
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro