Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22 - Pioneer

Hari-hari setelah penampilan itu, aku merasa lebih lega dan ringan. Minggu ini kami tidak latihan, Kak Ara memberi jeda istirahat. Dan pagi ini adalah pagi yang indah di hari Senin. Euforia setelah penampilan di balai kota itu masih terasa. Semangatnya, geloranya masih tersisa dan kuharap tak pernah padam. Aku memakai sepatu, lalu dengan penuh semangat melangkah ke sekolah.

Wajahku secerah buah persik segar yang terkena pantulan matahari pagi. Aku berjalan di pinggir jalan desa sambil melihat persawahan yang luas membentang. Ada sesuatu yang mungkin aku nantikan hari ini. Apakah itu? Kita lihat saja nanti.

Sesampainya di sekolah, aku masuk ke kelas untuk menaruh tas. Suasana masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang sedang membersihkan kelas dengan kemoceng dan sapunya.

"Pagi," ucapku pada mereka sambil berjalan melewati barisan meja paling depan.

Terlihat di meja paling depan terdapat tas milik Lingga. Tampaknya dia sudah datang. Setelah tasku tertata rapi di meja. Aku melangkah keluar dari kelas dan berjalan menuju ruang marching band.

Bunyi langkah kakiku jadi satu-satunya suara yang terdengar di lorong ini. Tiap-tiap kelas yang kulewati masih sangat sepi, beberapa ada yang tertutup.

Sesampainya di sana aku langsung membuka pintu. Tampaknya semua sudah berkumpul. Ada Kak Ara, Aurel, Acha dan tentu saja Lingga. Semuanya duduk meluruskan kaki di lantai sambil menunggu upacara dimulai.

"Masih lama, Nawang. Sini duduk dulu," ajak Aurel yang menggeser posisi untukku.

"Ah, iya makasih." Aku pun duduk di sampingnya.

"Nawang, itu ada kue kalau kamu mau. Hadiah dari kepala sekolah." Kak Ara menawarkan makanan padaku. Kulihat ada sekotak kue di meja. Tapi karena sudah sarapan, aku jadi tak tertarik. Apalagi melihat krim tebalnya itu, kelihatannya manis sekali. Aku tak suka.

"Iya, Kak. Nanti," ucapku.

Tak lama pintu terbuka, Raihan dan Anin datang.

"Selamat pagi! Wah gak sabar nih!" Rai dengan wajah penuh semangat. "Akhirnya keberhasilan kita diumumin!" tambahnya.

"Biasa aja kali."

"Udah, udah. Gak apa-apa, hari ini hari kemenangan kalian. Jadi kalian bebas berekspresi gimana aja selama gak berlebihan dan gak malu-maluin," kata Kak Ara.

"Kalian udah menampilkan yang terbaik kemarin, tapi Kakak harap kalian tetap semangat dan ke depannya terus belajar supaya bisa lebih baik lagi. Dan ingat, jangan sombong!"

"Siap, Kak!"

Saat upacara dimulai, tim marching band tidak bergabung dengan barisan pada umumnya. Ketua upacara memberi kami barisan khusus di sebelah kiri. Kak Ara berdiri di bagian paling depan bersama Aurel. Dan untungnya, kami berada di bawah naungan atap yang menjorok ke lapangan. Sehingga terhindar dari panasnya matahari.

Saat ini kami sedang mendengar pidato singkat dari kepala sekolah. Sedikit lagi kami akan dipanggil maju.

"Sebelum saya akhiri, ada yang mau saya sampaikan terkait pencapaian bagus yang baru saja diraih oleh teman-teman kita," kata kepala sekolah menggunakan mikrofon. "Teman-teman marching band, silahkan masuk."

Kak Ara pun mulai berjalan ke tengah lapangan upacara sambil membawa piagam yang kami dapatkan. Kami semua mengekor di belakangnya. Para siswa dan guru memberikan tepuk tangan kepada kami, rasanya agak gugup ketika puluhan mata siswa dan guru melihat ke arah kami sehingga beberapa dari kami memilih menunduk.

"Tim marching band sekolah kita berhasil memberikan penampilan terbaiknya di balai kota dan mendapat penghargaan langsung dari walikota. Mari kita beri apresiasi!" kata Kepala Sekolah yang diiringi tepuk tangan para peserta upacara.

"Mungkin ada yang mau disampaikan, gimana rasanya tampil di balai kota?"

Kemudian panitia upacara memberikan mikrofon kepada Kak Ara. Dengan percaya diri, mentor sekaligus ketua kami itu menghadap ke puluhan siswa di depannya.

"Tentunya, kami bangga sekaligus senang bisa memberikan yang terbaik untuk sekolah ini," ucap Kak Ara yang terus berbicara selama dua menit. Ia menjelaskan dan memuji penampilan kami di balai kota, lalu menunjukkan piagam ke arah puluhan bahkan ratusan siswa yang hadir di upacara ini.

"Mungkin teman-teman lain ada yang mau disampaikan." Kak Ara memberikan mikrofon ke arah kami.

"Kamu aja!" kata Lingga.

"Enggak, Kakak aja!" balas Acha.

Lucunya kami malah saling lempar, tak ada yang mau mengambil mikrofon itu.

"Sini aku aja." Aurel pun mengambil mikrofon dan mulai bicara menyampaikan perasaannya dan pengalaman selama tampil di hadapan walikota. Hanya sebentar, mungkin semenit sampai akhirnya ia kebingungan kau bicara apa lagi.

"Ada yang mau ngomong?" tanya Aurel kepada kami sambil memberi mikrofon.

"Aku! Aku!" Rai langsung mengambil mikrofon dan mulai berbicara.

"Pokoknya, terima kasih untuk Kak Ara dan juga teman-teman atas segala perjuangan dan kerja kerasnya. Aku bangga sama kalian!" ucap Rai menggunakan mikrofon.

"Oke, selamat untuk marching band, terima kasih. Sekarang saatnya kita lanjutkan upacara-"

"Sebentar!" Tiba-tiba Kak Ara memotong kalimat Kepala Sekolah. "Mohon maaf, Bapak. Masih ada yang ingin saya sampaikan, pengumuman terakhir," kata Kak Ara.

Kepala sekolah lalu mengangguk dan mengizinkan Kak Ara bicara. Kak Ara lalu menghadap ke kami dan tersenyum. Ada apa ya? Apa yang mau disampaikan Kak Ara? Ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan.

"Terima kasih, saya bangga bisa memberikan yang terbaik untuk sekolah ini. Saya sudah lima tahun bahkan mau enam tahun di sekolah ini. Baik sebagai murid ataupun sebagai ketua marching band. Dan banyak hal yang sudah saya lalui," ucap Kak Ara. Semuanya terdiam menyimak.

"Dan setelah ini pun, saya akan tetap berjuang. Walau mungkin di tempat yang berbeda. Dan piagam ini jadi pencapaian terakhir yang bisa saya berikan. Karena, saya Rahma Azzahra alumni SMAN 4 memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai ketua dan pelatih marching band," tutur Kak Ara.

Mendengar itu, semua yang ada di lapangan memberi tepuk tangan yang meriah kepada Kak Ara. Tapi tidak dengan kami, wajah kami shock dan saling tatap-tatapan. Apa aku tak salah dengar? Setelah perjuangan dan hasil yang kita lalui bersama, Kak Ara mau mengundurkan diri? Pergi meninggalkan kami?

"Kak Ara!" panggil Aurel yang menangis, kemudian berjalan cepat dan memeluk Kak Ara dari belakang.

Melihat itu, aku pun ikut berkaca-kaca. Suasana yang semula menyenangkan dan bahagia berubah drastis menjadi sedih. Acha ikut menangis, bahkan laki-laki seperti Rai menangis. Bagaimana dengan aku yang cengeng ini? Kami semua secara bersamaan memeluk Kak Ara. Terlihat dari wajahnya, ia pun sedang menahan tangisannya.

"Kenapa, Kak?"

"Kakak, jangan!"

Meski matanya berkaca-kaca, Kak Ara menatap kami sambil tersenyum. Sebuah senyuman lega, seperti seorang prajurit yang telah menyelesaikan tugasnya.

"Maafin Kakak ya, semuanya."

"Jangan pergi, Kak!" Acha terus merengek sambil memegangi tangan Kak Ara. Sosok perempuan berkacamata itu lalu tersenyum dan mengelus kepala Acha.

Melihat kami yang kaget dengan berita itu, kepala sekolah memberikan jeda upacara sesaat. Jeda yang di isi dengan riuh tepuk tangan oleh para peserta upacara.

"Semoga, setelah Kakak pergi kalian bisa lebih berkembang. Kakak yakin, tanpa Kakak pun marching band bisa tetap menunjukkan penampilan terbaiknya," ucap Kak Ara. "Untuk itu, jaga diri baik-baik ya, Kakak titip marching band sama kalian."

🍃🍃🍃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro