Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21 - Showtime!

Di tengah lapangan balai kota, semua pengunjung mengelilingi kami dan menunggu penampilan dimulai. Di atas sana, matahari yang terik menerpa kulit.

Aurel berdiri sendiri di depan barisan, tampak ekspresi gugup tergambar di wajahnya. Namun kemudian ia menarik nafas panjang dan kembali tersenyum. Aku pun bisa lega melihatnya. Aurel mengangkat tongkat mayoretnya dan sedikit melompat.

Suara snare drum yang cepat dari Lingga mengawali permainan kami. Membuat personil lain bersiap memulai ketukannya masing-masing. Kemudian terompet pun berbunyi, dan kami pun mulai memainkan alat musik masing-masing.

Suara yang kami hasilkan cukup senada, saling mengiringi satu sama lain meski memiliki alur melodi yang berbeda. Denting marching bell, bunyi bass drum yang tegas sampai renyahnya suara snare Lingga yang terdengar cepat. Semuanya bersatu padu.

Pakaian yang tebal ini cukup membuat panas dan berkeringat. Tapi aku terus fokus pada ketukan dan not yang harus dimainkan. Suara alat musikku terdengar selaras. Begitu juga dengan Anin.

Semua instrumen alat musik yang kami mainkan bersamaan menjadi kombinasi yang indah. Dan dengan bebasnya Aurel menari lepas dengan tongkatnya di depan. Walau kulihat keringat bercucuran di dahinya, tapi senyumannya tak hilang.

Ketukan semakin cepat, inilah yang jadi kelemahanku. Fokus Nawang! Fokus! Satu, dua, tiga. Atur tempo, jangan terlalu cepat. Ah, salah sedikit! Anin menoleh sesaat ketika aku membuat kesalahan. Tak apa, aku punya trik khusus yang diberikan Kak Ara selama latihan. Permainan pun tetap seimbang.

Walau sedikit kesulitan, akhirnya kami mulai melewati bagian yang sulit. Pelan-pelan iramanya kembali seperti ke awal. Ketukan pun semakin mudah, sepertinya mulai memasuki akhir lagu. Entah sudah berapa menit aku mengetuk bilah-bilah logam besi ini. Satu, dua, selesai!

Suara symbal dari Acha menandakan bahwa penampilan kami sudah selesai. Kami semua pun menghentikan permainan. Aurel mengakhiri tariannya dengan sebuah pose dan senyuman yang cantik ke semua penonton. Mewakili perasaan kami semua. Dan suara tepuk tangan pun mulai terdengar.

"Yes, bisa!" ucapku.

Anin menoleh ke arahku dengan wajah datarnya.

"Ya, itu dia tadi penampilan pembuka dari marching band SMAN 4. Selanjutnya ada penampilan tari tradisional dari sanggar SMKN 1!" kata sang pembawa acara.

Panitia segera mengarahkan kami untuk meninggalkan lapangan. Dengan perasaan lega, aku dan semuanya segera berjalan ke pinggir dan kembali ke dalam tenda. Sesampainya di dalam tenda, aku lepas marching bell yang terpasang di bahuku.

"Hah, lelahnya."

"Aaaa!!! Kita bisa!" ucap Aurel yang kemudian langsung memelukku.

"Eh? Iya, kita bisa ya!"

"Ya ampun, akhirnya kita bisa ya, sedih," ucap Acha sambil meneteskan air mata.

Aurel pun sepertinya menangis dalam pelukanku. Aku merasakan isak tangisannya yang pelan terdengar di telingaku. "Kamu udah lega ya? Penampilan kamu keren kok," ucapku memujinya.

Tak lama masuk Raihan dan Lingga. "Wooo!! Keren!" teriak Rai yang kegirangan.

"Teman-teman, makasih kerja samanya ya. Kalian keren," ucap Anin.

Aurel lalu melepas pelukan dariku. "Anin," panggilnya yang kemudian berganti memeluk Anin.

"Seneng ya? Mau peluk?" tanya Lingga padaku.

"Woi, modus!" sahut Rai.

Sebenarnya mau sih. Dasar Lingga, harusnya kalau dia benar ingin peluk aku. Tinggal peluk saja tanpa bertanya. Aku juga tak akan menolak kok dipeluk orang yang aku suka. Kalau ditanya begitu, masa iya aku bilang mau. Pasti. Memalukan.

Tak lama giliran Kak Ara yang datang. "Anak-anakku! Hebat kalian semua, Kakak bangga!" ucapnya sambil membawa beberpa botol minuman bersoda.

Aurel lagi-lagi langsung bergerak cepat dan kali ini memeluk Kak Ara. "Kakak!"

"Selamat ya, kamu keren, Aurel!" puji Kak Ara. "Ini kenapa pada nangis ya?"

Acha segera menghapus air matanya dan menggelengkan kepala. "Gak apa-apa, Kak. Seneng aja, lega akhirnya bisa tampil dengan lancar," jawab Acha.

"Oh gitu." Kak Ara menoleh ke arahku. "Nawang, kamu juga keren kok."

"Makasih, Kak."

Aku tahu, penampilanku tadi masih ada kesalahan. Tapi kali ini Kak Ara lebih memilih untuk memujiku. Bahkan Anin yang biasanya memarahiku pun tak berkomentar apa-apa, biar bagaimana pun semuanya sudah lewat dan semuanya senang bisa melewati semua ini dengan lancar. Kami semua lega.

Setelah melepas pelukan dari Aurel, Kak Ara membagikan minuman kepada kami. Menyuruh kami istirahat. Aku dan yang lainnya melepas jas tebal yang sejak tadi membuat hawa menjadi panas. Lalu minuman dingin yang segar menghilangkan dahaga kami.

Aurel menggunakan kardus bekas untuk mengipas-ngipas. Tampak keringat mengucur di wajah cantiknya. Kalau aku laki-laki sudah pasti akan langsung aku elap keringatnya itu.

"Sekarang kalian bebas ya, silahkan buat yang mau jajan makanan. Atau mau jalan-jalan di festival, mumpung lagi di sini," kata Kak Ara.

"Dibayarin gak?" tanya Rai.

"Pakai uang sendiri ya."

Kemudian setelah cukup beristirahat. Aku keluar tenda dan berjalan-jalan melihat festival ini bersama Lingga. Awalnya Rai mengikuti kami, tapi pada akhirnya ia berpisah dan berjalan bersama Acha. Sehingga tinggal aku dan Lingga berdua.

Tenda-tenda makanan berjajar di pinggir lapangan. Aroma berbagai makanan tercium begitu menggoda. Asalnya sampai mengepul-ngepul ke luar.

"Kamu mau beli apa, Nawang?" tanya Lingga.

"Gak tau."

"Mau coba itu gak?" Lingga menunjuk sebuah permainan. Permainan menembak botol, apabila salah satu botol jatuh maka kita akan mendapat hadiah acak. Permainan klise yang sudah sering ada di festival seperti ini.

"Mau," jawabku.

Kami mendekat dan membeli tiket untuk dua kali percobaan. Awalnya aku yang menembak, akan tetapi peluru karet itu malah melenceng jauh sehingga tak dapat hadiah apa-apa. Lalu selanjutnya, aku serahkan kepada Lingga.

"Liat nih, aku itu jago main ginian," kata Lingga sambil membidik salah satu botol. Kemudian mulai menembak. Dan benar saja, salah satu botol itu terkena tembakan Lingga dan terjatuh.

"Botol nomor 15!" ucap seseorang yang menjaga permainan itu. Aku penasaran apa yang akan didapatkan oleh Lingga.

"Semoga aja, dapat PSP!" kata Lingga berharap.

"Ini dia hadiahnya!" Penjaga permainan itu lalu memberikan hadiah kepada Lingga berupa boneka beruang berwarna pink. Aku pun tertawa melihat hadiah yang Lingga dapatkan.

"Hahaha, udah serius nembak. Eh, hadiahnya gak serius," kataku sambil tertawa.

"Kok gitu sih?"

"Sia-sia aja kamu, Lingga! Buat apa kamu boneka gitu?" Aku kembali mengejeknya.

"Gak sia-sia dong," jawab Lingga. "Kan bisa aku kasih buat kamu." Lingga lalu memberikan bonekanya padaku.

Eh? Hadiahnya untuk aku? So sweet sekali! Tanpa ragu aku pun menerimanya walau terlihat jelas wajahku yang malu. Siapa yang tidak senang mendapat hadiah dari orang yang disuka? Apalagi ini pertama kalinya Lingga memberikan sesuatu padaku. Aku pasti akan menjaga boneka ini dengan baik.

"Anggap aja hadiah karena udah tampil keren tadi," puji Lingga. "Yuk jalan lagi!" ajaknya. Kemudian kami lanjut berjalan-jalan berkeliling area festival selama beberapa menit.

Belum selesai sampai di situ, Kak Ara kembali mengumpulkan kami. Kemudian kami naik ke atas panggung bersama-sama dan walikota memberikan penghargaan kepada kami berupa piagam. Kak Ara mewakilkan kami. Dan saat penghargaan itu dipegang Kak Ara, kami semua bertepuk tangan.

"Terima kasih, kepada tim yang sudah berlatih keras dan menampilkan yang terbaik. Kakak bangga sama kalian semua."

Semua ini pun karena Kak Ara. Dia yang selama ini memotivasi kami, menjadi mentor yang baik. Dan tak ragu memberi kritik saat kami melakukan kesalahan. Dalam tim ini, aku belajar apa itu artinya kerja sama. Saling menutupi kekurangan sesama dan berkerja semaksimal mungkin. Aku senang menjadi bagian dari tim marching band.

Bergabung bersama mereka adalah keputusan yang tepat. Ini sudah bukan soal rasa cintaku dengan Lingga lagi, tapi soal berapa banyaknya pelajaran dan pengalaman yang kudapat di sini. Teman-teman yang sangat baik sehingga aku siap berjuang sekuat tenaga demi mereka.

Demi memberikan yang terbaik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro