2 - Cokelat atau Keju?
"Hah? Marching band?" tanya Saras dan Nindy secara bersamaan.
Aku pun mengangguk dengan yakin sambil menatap mereka. "Iya," jawabku.
"Kok tiba-tiba banget? Di kelas tiga ini kamu malah ikut marching band," kata Nindy sambil menatapku heran.
Kami berdua duduk di kantin saat jam istirahat kedua, kalau sedang di sini rasanya selalu ramai. Asap dari dapur kantin mengepul membawa aroma masakan yang lezat. Di tambah suara piring dan sendok yang saling beradu.
Seluruh meja kantin terusin penuh. Bahkan beberapa ada yang duduk di teras semen untuk menyantap makanan siangnya.
Setelah selesai makan siang aku memberitahu mereka tentang niatku masuk marching band seperti Lingga. Seperti dugaanku, mereka kaget. Karena semua berlangsung begitu cepat.
"Aneh gak sih, Nin? Temen kamu ini lho, tiba-tiba masuk marching band." Saras sedikit bergurai sambil menyenggol Nindy di sebelahnya. Nindy yang sedang merapikan rambutnya hanya tersenyum menanggapi.
Saras lalu melihat ke arahku sambil tersenyum. "Ada apa sih di marching band? Cerita dong," katanya.
Kurasa tak apa-apa kalau aku ceritakan kepada mereka, lagipula mereka sudah tahu lama kalau aku suka dengan Lingga. "Ini karena Lingga," jawabku.
Saras langsung memukul meja sambil tertawa kecil, gebrakan meja itu bahkan membuat Nindy kaget. "Kan bener!" ucap Saras dengan puas.
"Semangat kawanku!" sahut Nindy.
"Gak ada salahnya, kan?" tanyaku meminta saran pada mereka.
"Ya enggaklah, selama ada peluang! Harus dicoba!" jawab Saras.
"Jangan ragu-ragu, Nawang! Tahun terakhir lho." Nindy menambahkan.
"Semangat mengejar cinta!" kata Saras sambil tertawa kecil. Entah maksudnya ingin meledek atau menyemangatiku.
Aku pun mengangguk dan jadi semakin yakin dengan jalan yang ku pilih. Setelahnya, kami berganti topik dan menghabiskan sisa waktu istirahat kami di kantin ini. Sebelum akhirnya kembali berkecimpung dengan materi-materi di pelajaran selanjutnya.
Saat jam pulang sekolah tiba, ponselku berbunyi. Aku mendapat pesan dari salah satu perwakilan ekskul marching band. Mereka menyuruhku datang ke ruangan mereka besok saat jam istirahat pertama. Aku mengetik 'siap!' lalu segera mengirimkannya.
"Nawang aku duluan ya!" kata Saras ketika kami berpisah di depan gerbang sekolah.
Kalau Nindy? Dia sudah pulang duluan bersama supirnya.
Kini tersisa aku berjalan seorang diri menuju ke arah pulang, menyebrang jalan raya, melewati area persawahan yang tampak indah dengan pancaran matahari senja.
Tidak, tidak sendiri. Karena beberapa meter di depanku, Lingga sedang berjalan ke arah yang sama denganku. Senang bisa melihatnya lagi, tapi agak kecewa saat diri ini masih takut untuk mendekat dan menyapanya.
Entah kenapa, padahal kami sudah ngobrol cukup lama di jam istirahat tadi. Ngobrol? Entahlah, kami cuma membahas materi statistika. Apa itu bisa disebut mengobrol? Kurasa tidak. Lagi-lagi aku hanya bisa berjalan di belakangnya, melihat punggungnya yang tertutup ransel hitam.
***
Keesokan harinya, sesuai perintah aku berjalan melewati koridor menuju ke ruang marching band. Melewati bisingnya riuh beberapa anak murid yang bergerombol di depan kelas, lalu belok ke arah aula di mana ruangan itu berada. Saat itu jam istirahat pertama. Saat sampai di ruang marching band, aku mengetuk pintu beberapa kali.
"Masuk!" teriak orang dari dalam.
Aku lalu membuka pintu dan berjalan masuk. Kesan pertamaku saat masuk ke ruangan ini adalah, bersih, luas dan hening. Banyak alat musik yang diletakkan di sudut ruangan mulai dari alat musik tiup sampai perkusi. Di tengah ruangan terdapat meja besar dengan kursi di sekitarnya.
Hanya ada satu orang yang duduk di meja itu, seorang perempuan asing yang menatapku dari balik kacamatanya. Apa dia guru? Karena dia tidak pakai seragam.
"Diah Nawang Wulan?" tanyanya.
"Iya, Bu. Itu nama saya," jawabku.
"Gak usah panggil, Ibu. Kita cuma beda dua tahun, duduk!" perintahnya.
Aku segera menurut dan duduk di kursi paling dekat dengannya. Kursi ini agak berbunyi saat aku duduki, agak takut sih. Tangan perempuan di depanku itu tengah memegang sebuah kertas, tampaknya ia sedang membaca formulir yang aku isi kemarin.
"Oke, nama panggilan Nawang ya?" tanyanya. "Perkenalkan, aku Ara. Biasanya anak-anak panggil aku Kak Ara."
"Salam kenal, kak!" ucapku.
"Kenapa mau ikut marching band?"
"Aku tertarik, Kak." Jawabanku yang klise, padat dan singkat ini semoga bisa diterima olehnya.
"Oh, tertariknya telat ya. Udah kelas tiga baru tertarik."
Apa aku disindir?
"Tapi gak apa-apa, kita kekurangan orang dan sangat bersyukur ada yang mau gabung," tambah Kak Ara.
"Saya juga senang, Kak. Bisa diterima di sini."
"Yang bilang diterima siapa?"
"Eh, iya juga ya."
"Marching band adalah rangkaian instrumen musik yang dimainkan bersamaan sehingga menciptakan musik yang indah, apa kamu setuju dengan pernyataan itu?" Kak Ara mulai serius bertanya.
"Setuju banget, Kak! Musik yang dihasilkan memang selalu indah," jawabku yang agak sok tau ini.
"Enggak juga sih. Masih lebih indah senyum manismu kok. Hehe," celetuknya.
"Hah? Ya ampun, Kak. Aku salting."
Kak Ara lalu tertawa kecil melihatku. "Hehe. Ngomong-ngomong, kamu tau apa aja soal ekskul marching band? Kok bisa kamu tertarik?"
Oke, tampaknya kami mulai masuk ke sesi interview.
"Hmm." Aku mulai berpikir, tapi di saat-saat seperti ini aku bingung harus bilang apa. Aku takut salah ucap, ayolah mikir! Gak boleh lama, Kak Ara menunggu jawabanku.
"Karena keren! Aku liat waktu upacara bendera di TV. Tapi maaf, Kak. Aku belum tau apa-apa soal ekskul ini."
Kak Ara mengangguk. "Oke, kalau gitu aku jelasin ya."
"Bergabung ke ekskul ini berarti berkomitmen dan siap mengikuti aturan, latihan, banyak deh. Harus siap terima kritik, apalagi buat orang baru kaya kamu agak banyak nih tantangannya. Terus juga aku suka galak, jadi jangan baperan please."
"Oh ya, tapi hasil dari perjuangan itu selalu ada. Kamu bisa liat sendiri ya penghargaan dan prestasi kami. Banyak benefit yang bisa kamu ambil dari ekskul ini."
Ya, aku bisa memahaminya. Terlihat dari piagam dan piala yang dipajang di dinding belakang Kak Ara. Benda-benda membanggakan ini harusnya ditaruh di rak dekat gerbang sekolah.
"Oke, udah paham?" tanya Kak Ara yang akhirnya selesai menjelaskan. Sebenarnya penjelasan ini lebih panjang sampai aku mengantuk.
"Paham."
"Udah siap ikut latihan?"
"Siap banget, Kak!"
"Emang kamu udah diterima di sini?"
"Gak tau, Kak."
"Pertanyaan terakhir untukmu Nawang, cokelat atau keju?"
"Hah?" Aku bingung, kenapa tiba-tiba tanya begini? Jawab aja deh, barangkali dia mau kasih aku salah satunya.
"Cokelat, Kak!"
"Why?"
"Karena manis kaya senyuman Kakak." Aku menunduk malu setelah mengatakan jawaban konyol itu.
"Selamat kamu diterima! Hari sabtu, sepulang sekolah kamu ke aula ya. Kita rutin latihan di hari itu, sekalian kenalin kamu ke yang lainnya."
"Oh iya, kamu akan main marching bell nanti. Jadi selama di rumah, kamu cari tau soal alat musik marching bell ya!" tambahnya.
Aku pun mengangguk dan dengan tegas menjawab, "siap!"
Setelahnya, aku kembali ke kelas. Jam istirahat yang singkat pun berlalu, dan kini aku kembali fokus untuk menyimak pelajaran. Menatap papan putih yang penuh coretan tinta di depan, di dalam kelas yang ramai namun sepi.
Sesekali aku salah fokus ke sosok yang duduk di bangku paling depan. Kugunakan buku untuk menutupi wajahku, seolah-olah sedang membaca buku. Padahal pandanganku mengarah ke Lingga.
Sebuah kertas kecil mengenai kepalaku, seseorang melemparkannya. Aku menoleh dan melihat ke arah Nindy. Mata Nindy bergerak memberi isyarat ke depan, saat melihat ke depan tampak Pak Seno sedang menatap ke arahku yang tadi sempat melamun. Ternyata tak mudah mengelabuinya.
"Sial," gumamku.
Aku buru-buru membenarkan posisi duduk sambil tersenyum kaku, kemudian Pak Seno berbalik badan dan kembali menghadap papan tulis. Leganya, aku pun selamat dari omelannya. Dan di sampingku, terdengar samar-samar Nindy cekikikan menertawaiku.
Maaf aku masih terlalu norak dengan pemandangan kelas yang baru ini. Biasanya aku hanya berbunga-bunga saat pulang sekolah, saat di mana aku melihat Lingga.
Tapi sekarang, sepanjang pelajaran sekolah berlangsung aku lihat dia! Kalau begini terus rasanya susah fokus. Pelajaran jadi tidak masuk.
Bisa-bisa nilaiku jelek. Gimana supaya bisa fokus ya?
Kalian ada saran?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro