12 - Adu Domba
Aku merasakan ada yang tak biasa. Bahkan sejak masuk gerbang sekolah, aku merasakan ada yang aneh. Mataku melihat sekeliling, banyak anak-anak lain yang memperhatikanku sambil berbisik-bisik. Ada apa sih?
Kulewati ruang guru dan menyempatkan diri untuk melihat pantulan diriku di cermin besar yang terpasang di seberang pintu. Apa ada yang salah? Rasanya tidak. Aku pakai seragam sesuai, tak ada yang aneh dengan penampilanku. Rambutku pun rapi. Lalu ada apa dengan orang-orang ini?
Sudahlah, aku memilih masa bodo dan lanjut naik ke lantai dua dan masuk ke kelas. Suasana di kelas lebih aneh lagi, semua orang langsung mengarahkan pandangannya ke arahku. Aneh, kompak sekali.
"Pagi, hehe," ucapku dengan kaku.
Aku pun segera duduk di kursi ku yang biasa. Kebetulan Saras dan Nindy sudah datang, mereka diam saja sejak tadi. Di antara teman sekelas, hanya mereka berdua yang tampak normal.
“Ada apa sih? Ada yang salah sama aku ya?” tanyaku pada Nindy.
Nindy menoleh ke arahku dengan senyum kaku di wajahnya. “Eh, gimana ya? Enggak kok."
“Saras? Menurut kamu gimana?” Aku beralih ke Saras yang duduk di depanku.
“Hm, Saras ikut aku yuk!” ajak Nindy.
“Yuk!” Saras tak menjawab
pertanyaanku dan langsung berdiri kemudian pergi bersama Nindy.
Hah? Sumpah? Aku dicuekin sama mereka? Kenapa sih? Kok aku jadi takut ya. Tapi aku benar-benar tak tahu apa-apa. Gimana dong ini? Lingga, aku harus cari dia. Mungkin dia tahu sesuatu. Jam segini dia pasti di depan aula. Aku segera berdiri dan hendak pergi. Tapi tiba-tiba seseorang memegang tanganku dari belakang.
“Eh?” Aku berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata Rian yang memegang tanganku. Cowok berambut cepak itu menatapku dengan wajah datar.
“Nawang, bisa ngobrol sebentar gak?”
“Bisa,” jawabku. “Tapi bisa gak lepas tanganku? Kita gak lagi main FTV."
“Maaf."
Ia mengajakku ke depan jendela kelas yang terbuka. Kami berdiri sambil menghadap ke luar dan menikmati angin pagi yang sejuk. Tampak burung-burung berterbangan dan hinggap di ranting pohon ceri.
“Kamu ada masalah apa sama Saras dan Nindy?” tanya Rian.
“Masalah? Gak ada."
“Ayolah, aku ini ketua kelas. Aku perlu tahu masalah apa yang terjadi sama teman-teman sekelasku. Biar nanti kita cari jalan keluarnya sama-sama."
“Hah? Apa sih? Ada apa sih hari ini? Semuanya aneh banget!” keluhku sambil menggaruk-garuk kepala.
“Semua orang udah tau, Nawang. Semua orang nonton video kamu di channel sekolah.” Rian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan video yang aku buat bersama Aldo kemarin sore. Jujur, tak kusangka bisa secepat ini.
“Iya, ini videoku. Udah di-upload ya? Cepet banget,” kataku.
Rian lalu memutar video tersebut. Agak buffering sebentar sih, tapi tak lama video pun mulai berputar. Terdengar suaraku bicara di dalam konten itu.
Aldo: Menurut kamu, Saras sama Nindy itu gimana?
Nawang: Menurutku mereka itu jahat, gak punya hati. Awalnya aja baik dan manis, padahal sebenernya mereka itu munafik.
Mendengar itu aku pun kaget? Gimana bisa aku bilang begitu? Ada yang salah! Waktu sesi wawancara berlangsung, Aldo bertanya mengenai koruptor. Kenapa di videonya dia malah bertanya soal Saras dan Nindy? Lalu jawabanku menunjukkan seolah-olah aku benci mereka.
Aldo: Kamu udah jadi anggota marching band dan punya banyak teman di sini. Kamu masih mau berteman sama Saras dan Nindy?
Nawang: Ya jelas aku gak akan mau berteman sama mereka ya, karena kalau berteman sama mereka yang ada namaku bisa ikut jelek. Mereka itu bawa dampak negatif pastinya, mending berteman sama anak-anak marching band. Ramah dan baik hati.
Belum selesai sampai di situ! Kenapa jadi soal Saras dan Nindy? Padahal kemarin aku dan Aldo bicara soal koruptor. Ini aneh, pasti bagian audio dari video ini di-edit! Apa-apaan ini? Ini fitnah namanya! Ini mengadu domba aku dengan Saras dan Nindy, pantas mereka tadi cuek sama aku. Mereka pasti marah, mereka salah paham sama video ini!
“Ini kamu, kan?” tanya Rian.
“Iya, iya ini emang aku! Tapi aku gak ngomong begini!”
“Lho? Ini jelas-jelas buktinya ada!”
“Gini, aku jelasin ya.” Aku pun berusaha tenang dan menarik nafas. “Jadi, kemarin itu aku wawancara sama Aldo dari channel sekolah. Aku akui aku memang ngomong persis kaya di video, tapi beda konteks! Pas wawancara, Aldo tanya soal koruptor. Bukan Saras dan Nindy!” tuturku menjelaskan.
“Koruptor? Kaya acara Mata Salwa itu? Gimana sih?” Rian menggaruk-garuk kepala.
“Video itu di-edit! Dia pasti masukin audio baru dan menghapus audio yang asli, ini namanya adu domba, Rian!”
“Kita bahas lagi nanti pas istirahat pertama!” ujar Rian.
Tiba-tiba Pak Seno masuk ke dalam kelas untuk segera mengajar matematika. Semua anak di kelas langsung duduk dengan rapi. Akhirnya, percakapan kami pun harus selesai. Aku pun duduk di tempatku kembali. Jujur, rasanya tidak enak. Saras dan Nindy ada di dekatku.
Suasananya sangat canggung, mereka pasti marah denganku. Aku harus gimana di dekat mereka? Sesekali aku melirik Nindy, tapi dia cuek banget. Rasanya tidak nyaman. Lalu aku mengalihkan pandangan ke Lingga. Apa dia udah tahu ya? Jujur, masalah ini membuatku kesulitan konsentrasi ke pelajaran.
Tapi akhirnya, setelah beberapa jam yang terasa amat panjang, bel istirahat pun berbunyi. Saras dan Nindy langsung berdiri dan berjalan pergi begitu saja meninggalkanku. Benar-benar, mereka tak mau berteman denganku lagi. Sedih rasanya melihat perlakuan mereka padaku.
“Nawang!” panggil Lingga dan Rian yang datang secara bersamaan ke arahku. Aku pun bingung mau merespon yang mana.
“Kamu duluan,” kata Rian.
“Gak, kamu aja duluan,” balas Lingga pada Rian.
“Yaudah.” Rian lalu melihatku. “Kita lanjut bahas soal video itu."
“Eh, aku juga mau bahas masalah itu sama Nawang,” ucap Lingga. “Kak Ara mau bahas masalah video kamu itu, Nawang. Dia tunggu di ruang marching band."
“Kalau gitu aku ikut ya, aku perlu tau soal masalah ini,” kata Rian.
“Oke."
“Yaudah, ayo kita bahas,” ucapku dengan nada lesu.
Akhirnya, bersama Lingga dan Rian aku berjalan keluar kelas. Kemudian melangkah ke ruang marching band. Sesampainya di sana, Kak Ara sudah menunggu. Di mejanya sambil bermain ponsel dan bersandar pada kursi. Begitu melihat kami datang, ia langsung duduk tegak dan memakai kacamatanya.
Tanpa basa-basi, kami langsung duduk dan mulai membahas masalahku. Aku pun menjelaskan kepada mereka mengenai wawancara kemarin, Kak Ara dan Lingga menyimak penjelasan dariku.
“Jadi begitu. Pertanyaan kemarin itu soal koruptor, tapi di videonya malah berubah jadi Saras dan Nindy,” kataku mengakhiri penjelasan.
Kak Ara pun bersandar sambil menghela nafas. “Ini namanya adu domba. Jelas, ini jahat banget!”
"Ya begitulah, Kak."
"Tenang aja, masalah ini bisa Kakak laporin ke guru BK."
Mendengar usul Kak Ara, aku merasa tenang sekaligus ragu. "Tapi kan, kita gak punya bukti."
"Tenang aja, serahin aja ke Kakak." Kak Ara mulai membuka ponselnya. "Maaf ya, gara-gara Kakak jadi begini."
“Nawang, kamu ada masalah apa sama anak channel sekolah?” tanya Lingga.
Aku pun menggeleng. “Ya gak ada lah! Aku kenal mereka aja enggak!”
“Tapi ini jelas aneh, pasti ada sesuatu. Ada orang yang gak suka sama kamu, Nawang.” Rian menambahkan.
Sayangnya tidak ada saksi saat video itu direkam. Satu-satunya saksi adalah kalian yang mengikuti ceritaku! Andai kalian bisa datang ke sini dan menceritakan yang sebenarnya, pasti sangat membantu.
Lingga lalu berdiri dari tempat duduknya. “Kita harus pergi ke tempat mereka, mereka harus tanggung jawab!”
“Setuju!” jawab Rian.
"Heh, awas ya! Jangan pake kekerasan, ngomong baik-baik!" Kak Ara memperingatkan.
Lingga dan Rian pun segera bergerak setelah mendengar penjelasan dariku. Kami bertiga berjalan ke ruang di mana Aldo dan para anak buahnya bekerja.
Untuk sampai ke sana, kami harus menuruni tangga ke lantai satu. Kemudian melewati lorong kelas sampai ke ujung gedung sekolah. Kami pun sampai setelah berjalan cukup jauh.
Kami berhenti di depan ruangan yang tertutup dengan pintu besi. Sebuah gembok yang terpasang menandakan bahwa studio itu dikunci, tak ada tanda-tanda kegiatan di dalam sana.
“Anak-anak studio lagi keluar, Kak. Mereka izin gak masuk sekolah karena ada liputan di luar,” kata salah satu adik kelas yang kebetulan lewat.
“Sial!” ucap Lingga dengan kesal. "Sengaja banget ya, habis ngerjain orang langsung kabur!"
Aku hanya bisa tertunduk lesu sekaligus bingung. Tak kusangka semua jadi kacau begini. Ku sandarkan tubuh ini ke dinding studio sambil menyilangkan tangan di dada.
“Aku tau ini ulah siapa!” kata Anin yang tiba-tiba muncul dari balik tangga. Kami semua kaget dan langsung menatap ke arah gadis yang suka muncul tiba-tiba itu.
🍃🍃🍃
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro