- lost -
(Name), seorang penyihir yang sudah hidup hampir beratus-ratus tahun lamanya. Ia tinggal sendiri sejak kedua orang tuanya meninggalkan dirinya lebih dahulu akibat suatu tragedi. Sejak saat itu ia memilih untuk mengasingkan diri dari dunia manusia. (Name) menghabiskan waktunya untuk belajar lebih untuk meningkatkan kemahirannya dalam sihirnya, tentu saja untuk bertahan hidup. Sesekali ia pergi ke dunia manusia hanya untuk mengisi bahan pokok untuk mengisi perutnya, rasa lapar.
Perawakannya muda, namun angka pada umurnya tidak bisa dibilang muda untuk akal sehat manusia. Tetapi, banyak orang yang takut padanya akibat rumor yang menyebar di dunia manusia. Dikenal kejam, jahat, dan mengerikan--banyak yang bilang seperti itu.
Saat ini, (Name) memperhatikan sebuah keranjang di depan pintu rumahnya yang berisikan seorang bayi berumur satu tahun. Tertidur lelap sembari memeluk sebuah kertas di pelukan, (Name) segera mengambil bayi tersebut, kemudian membawa masuk ke rumahnya. Ia tidak mungkin akan meninggalkan bayi itu karena cuaca di sana sedang badai salju dan bisa-bisa bayi ini akan dimakan hewan buas diluar sana. Siapa tahu bukan?
Ia meletakkannya di atas meja kerja setelah membawa masuk keranjang itu. Sejenak, (Name) memperhatikan bayi tersebut. Rambut berwarna hitam keunguan gelap, disisi lain terdapat tanduk naga di dahi bayi tersebut. Bayi yang datang tiba-tiba dirumah (Name) adalah seorang bayi naga. Lalu, (Name) mengambil kertas yang berada pada bayi tersebut. Membuka pelahan kertas seraya melihat terdapat sebuah kata di dalamnya.
Flamebringer.
Ia menduga, bahwa itu adalah nama untuk sang bayi yang di masa depan akan menjadi pendamping (Name).
__***__
Last Year
Half-Dragon! Flamebringer x Witch! Fem. Reader
- lost -
__***__
Beberapa tahun telah berlalu, masa demi masa seiring berganti. Umur (Name) semakin tua, namun tidak dengan penampilannya yang seperti anak berumur dua puluh tahun. Itulah keuntungan dirinya menjadi penyihir. Selama ia bersama bayi tersebut, (Name) mempelajari tentang kehidupan naga. Hidup naga lebih lama dibandingkan penyihir, itulah yang (Name) temukan saat itu. Hingga sekarang, bayi yang dulu ia asuh sudah beranjak seumuran dengannya--perawakannya saja. Flamebringer tumbuh dengan cepat hingga menjadi seorang pemuda yang mungkin akan banyak disukai oleh banyak gadis diluar sana.
(Name) menghela nafas perlahan, ia memperhatikan Flamebringer yang sedang mengasah kemampuan berpedangnya dari tepian halaman rumahnya. Sang pemuda menggerakan tebasan ke kanan dan ke kiri dengan kecepatan yang ia miliki. Sudah biasa bagi mereka untuk melakukan latihan sejak kecil di pagi hari.
"Seperti biasa, kamu selalu berkembang dengan baik." Ucap (Name) sambil tersenyum bangga, ia berjalan mendekati Flamebringer. "Itu semua berkat mu, bukan? Aku berterima kasih atas itu," Jelas Flamebringer sembari membalas senyuman (Name). Ia mengusap puncak kepala Flamebringer sambil berjinjit karena tinggi badan (Name) jauh lebih pendek dari pada Flamebringer. Sang pemuda menikmati elusan tersebut sambil menyeringai kecil.
"Baik, kita lanjutkan pelajaran kedua kita." Ujar (Name) sambil menarik tangannya kembali, lalu berjalan menjauh dari Flamebringer menuju ke dalam rumah.
"Teori lagi, huh?" Tanya Flambringer sambil merengut, ia lebih suka latihan fisik dibanding belajar dengan banyak buku, rumus, dan mantra-mantra yang (Name) ajarkan. Sang penyihir hanya terkekeh akan tingkah Flamebringer.
Rutinitas tersebut selalu mereka lakukan sepanjang hidup mereka. Berlatih, belajar, dan terakhir praktek. Sebagai orang yang membesarkan Flamebringer, (Name) bangga dengan sang pemuda. Walau disisi lain ia tidak sendirian lagi disini. (Name) punya seseorang untuk berpulang dan ia mempunyai teman seperjuangan disini. Mereka hanya berbeda ras saja--bukan berarti perbedaan tersebut menghambat semuanya. (Name) bersyukur, saat itu Flamebringer datang di depan pintunya.
Hari demi hari terus berlalu. (Name) yang berada di ruang kerja miliknya, membuka kalender yang ia buat khusus dirinya. Ia memperhatikan dengan seksama dan kedua mata (Name) melebar ketika ia melihat jika besok genap dua ratus tahun sejak (Name) menemukan Flamebringer di kala itu--berarti sesuai dengan umur sang pemuda itu. (Name) kembali menutup kalender tersebut. Waktu telah menunjukan malam hari tanpa ia terasa. Sang penyihir memilih untuk beranjak dari kursinya dan pergi keluar dari ruangannya. Tentu saja mencari Flamebringer.
"Bunganya cantik. Aku tidak pernah tahu jika semua bunga ini tumbuh di halaman belakang rumah kita." Ucap (Name) ketika ia telah menghampiri Flamebringer yang sedang selesai menyirami semua tanaman di sana. (Name) terkesima saat melihat bunga-bunga tersebut, lalu menoleh ke arah Flamebringer yang menatapnya balik.
"Jadi, ini hobi lain mu?" Tanya (Name) pada Flamebringer.
"Begitulah. Tetapi, aku menikmatinya. Bunga-bunga ini tumbuh menjadi indah, sama seperti mu." Flamebringer tersenyum ke arah (Name). Sang penyihir mengerjapkan kedua matanya, lalu ia segera memalingkan wajahnya kembali ke arah bunga-bunga yang berada di dekatnya. Flamebringer hanya terkekeh melihat tingkah (Name) disampingnya.
Selang beberapa menit suasana menjadi canggung, (Name) mencoba untuk mencairkan suasana di sini,"Ada yang ingin aku bicarakan dengan mu, Flamebrimger." Jelas (Name), kali ini ia serius memandang Flamebringer. "Lanjutkan, akan kudengarkan." Ujar Flamebringer, sang pemuda kembali menatap (Name).
"A-aku ... bukan ibu kandungmu. Itulah kenyataannya, saat itu aku menemukan mu dalam keadaan di dalam keranjang. Kecil, kedinginan, dan tidak ada seseorang selain aku yang menemukan mu. Aku tidak tahu siapa yang mengirim mu kesini--tetapi, nama mu sekarang ... bukan pemberian dari ku." Jelas (Name) sambil tersenyum kecil, sedangkan Flamebringer--ia membatu ditempat. Tidak tahu harus berkata apa.
"Namun, bukan berarti aku tidak peduli dengan mu. Aku sungguh berterima kasih padamu karena kamu sudah mengisi hari-hari di dalam hidup ku berbeda. Aku tidak sendirian lagi--"
"Dan aku tidak akan meninggalkan mu, (Name)." Balas Flamebringer memotong perkataan (Name) seraya mengambil tangan kedua tangan (Name). Digenggamnya kedua tangan tersebut oleh Flamebringer, (Name) mengerutkan dahi. "Seharusnya aku yang berkata begitu padamu. Jika (Name) tidak menemukan ku saat itu--mungkin aku sudah mati," Jelas Flamebringer menatap (Name) dengan seksama, kemudian ia menaikan genggaman tangannya dengan tangan milik sang penyihir. Mendekatkan pada wajahnya, lalu ia mencium tangan milik (Name).
(Name) lagi-lagi mengangkat kedua alisnya, kedua matanya ikut melebar karena terkejut. Bercak merah di pipi nya terlihat jelas bahwa dirinya malu, (Name) memilih untuk tidak kembali menatap Flamebringer. Sang pemuda melepaskan tangan (Name) dengan perlahan ketika ia selesai dengan aksinya. Flamebringer tidak bisa menahan senyumannya--dan suasana di sana menjadi hangat walau sedang turunnya salju.
"Dugaan ku benar, aku memang bukan anak mu dan kamu bukan ibu ku. Kita terlihat berbeda, maka dari itu aku tidak pernah melihat dirimu sebagai ibu ku." Ujar Flamebringer membuat (Name) mengerjap. Sebelum akhirnya ia berani untuk berbicara,"Maksud mu?"
"Aku melihatmu, (Name), sebagai perempuan." Kalimat itu membuat (Name) benar-benar mematung di tempat. Flamebringer hanya menatap (Name) yang kembali menatap nya. Sang penyihir tidak berkomentar soal apapun. Salju yang berjatuhan semakin lama semakin terasa dingin.
Tidak lama setelah itu, (Name) tersadar. Jika ia memiliki suatu urusan yang harus ia selesaikan sebelum tengah malam tiba. "A-ah iya, Flamebringer. Aku harus pergi sebentar setelah ini ke hutan ... kamu di rumah saja ya?" Seseorang yang ditanya memiringkan kepala, Flamebringer akhirnya balik bertanya, "Urusan di tengah badai salju akan datang? Itu berbahaya, kenapa tidak kamu lakukan besok saja?"
"Aku akan segera kembali kok. Kamu lupa? Aku penyihir. Aku akan pulang dengan selamat, sekarang sebaiknya kamu kembali ke dalam."
__※※※__
Setelah kepergian (Name), Flambringer tidak bisa tinggal diam saja. Ia tak tahu harus berbuat apa dan ia memilih hanya berjalan mondar-mandir sedari tadi karena (Name) berkata 'sebentar'. Tetapi, ini sudah hampir tengah malam-- Flamebringer mulai merasa khawatir dan cemas. Ditambah lagi, badai salju yang mulai kencang di luar. Walau sang pemuda tahu (Name) memiliki segala cara untuk kembali ke rumah, tetapi ia tidak yakin untuk sekarang ini. Flamebringer hanya 'setengah' naga, ia tidak bisa bertransformasi seutuhnya menjadi naga sungguhan. Jika ia bisa, ia sudah mencari (Name) sejak tadi. Ia mengigit bibir nya sesekali karena (Name) tidak kunjung pulang. Ini membuat Flamebringer harus nekat mencari (Name) ke dalam hutan.
Ia harus. Karena, sebuah firasat tidak enak mengganjal di hati.
Segera Flamebringer mengambil pedang miliknya yang kebetulan dekat dengan pintu. Setelah itu, ia mengunci pintu setelah ia keluar dari rumah. Ia berlari dengan sekuat yang ia bisa, masuk ke dalam hutan walau badai sedang beraksi di sana. Demi orang yang berharga baginya, ia tidak mungkin hanya berdiam diri.
"(Name)!" Teriak nya ketika ia berhasil berada di tengah hutan. Flamebringer tidak tahu apa tujuan (Name) pergi ke hutan. Sang penyihir itu tidak memberitahu alasan tersebut kepada Flamebringer. Itu membuat Flamebringer tetus mengerutkan dahinya--ia bingung, cemas, dan takut akan apa yang sedang terjadi pada (Name) sekarang.
Badai salju semakin deras membasahi dirinya. Tetapi, Flamebringer tidak putus semangat dan terus berlari mencari (Name) walau pandangannya terganggu akibat badai tersebut. Namun, sebuah insiden yang tak terduga--ia mendengar suara pohon tumbang dari arah depan nya. Ia bisa melihat itu dari tempatnya berlari sekarang. Flambringer segera menuju ke pohon tumbang tersebut. Siapa tahu, ia bisa menemukan sebuah petunjuk.
"(Name)! (Name)!!" Teriak histeris Flamebringer saat menemukan (Name) jatuh tak berdaya di bawah pohon yang tumbang tadi. Badai salju mulai mereda, tetapi semua itu tidak merubah keadaan semakin baik. Darah mulai bercucuran keluar dari tubuh (Name). Tanpa Flamebringer sadari, ia mengeluarkan air mata seraya berusaha mendorong pohon yang tumbang di atas tubuh (Name). Namun, tidak berhasil. Tenaga nya sudah hampir di titik maksimalnya. Deru nafasnya kacau, Flamebringer jatuh terduduk di hadapan (Name). Ia sudah berkali-kali menggerakan tubuh (Name), namun tidak ada respon dari snag penyihir.
"(Name), a-ayo bangun. Hei, aku disini. Aku tidak akan meninggalkan mu sendirian. Ayo kita hidup bersama berdua, sebagai sepasang kekasih, hingga akhir hayat kita. (Name), kumohon b-bangun." Ujar Flamebringer sambil terisak. Ini untuk pertama kalinya ia menangis dalam seumur hidupnya. Flamebringer menyadari bahwa sekarang umurnya telah beranjak dua ratus tahun. Sekarang sudah pagi dan sesuatu hal yang tak terduga terjadi di hadapannya.
Sebuah hadiah akhir tahun dirinya bersama seseorang yang berharga dengan pahit. Flamebringer tidak bisa menyelamatkan (Name) saat itu yang tertimpa pohon. Ia tidak sekuat (Name), sehingga-- ia hanya bisa meratapi kepergiannya. Sakit, bahkan tidak ada salam perpisahan yang mengesankan bagi Flamebringer. Setidaknya, ia sudah menyampaikan nya kepada (Name). Entah sang penyihir mendengarkannya atau tidak.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro