Hujan Bulan Desember
Hujan Bulan Desember
17 Januari 2023
"Marry Christmas everybody!"
Teriakan keras dengan nada girang membuat kelas yang ramai mendadak hening sebentar, sebelum kemudian semua berbisik-bisik memandang seorang gadis bertubuh tinggi kurus kering, memakai jaket merah, jenggot palsu yang kentara sekali, juga topi natal, berjalan riang memasuki kelas membawa karung berisi hadiah di belakangnya.
"Yeay, Natal telah tiba! Natal telah tiba! Santa-Nathalie-claus, hadir kembali membawa hadiah untuk teman-teman semua."
Bisik-bisik tadi berubah menjadi sorakan gembira teman sekelas Nathalie. Semua berebut kado-kado yang akan diberikan Nathalie.
Seperti tahun lalu, setiap Natal, Nath--panggilan akrab gadis tersebut--selalu membawa hadiah untuk teman sekelasnya. Padahal jumlah mereka sekelas cukup banyak, empat puluh orang, semuanya kebagian. Belum lagi hadiahnya tidak neko-neko, selalu barang mahal.
Nath memang putri tunggal seorang pengusaha sukses di kotanya, jadi wajarnya saja gadis itu mampu membeli barang-barang mahal. Barang-barang branded selalu menempel di tubuhnya, parfum mahal, skincare ternama, aura rich Nath terlalu mencolok, sementara ia hanya bersekolah di SMA negeri, mayoritas teman-teman berpenampilan seadanya.
Namun begitu, Nath tidak pernah sombong atau tinggi hati, ia berteman dengan siapa saja tanpa memilah kasta ekonomi. Ia juga tak jarang berbagi dengan teman-temannya.
"Tenang-tenang, semua kedapatan, kok!" ujar Nath melihat teman-teman mulai tidak kondusif meminta kadonya.
"Thanks, Nath. You're the best!" kata Selvi, tablemate Nath sejak kelas sepuluh. Gadis yang sama riangnya dengan Nath, mereka memiliki banyak kesamaan sehingga bisa menjadi sahabatan dengan mudah.
"You are welcome, bestieee!" balasnya senang, ia begitu senang melihat kebahagiaan teman-teman mendapat hadiah di bulan Natal ini.
Sebenarnya alasan Nath berbagi hadiah, selain karena memperingati kelahiran Tuhan Yesus, karena ini juga bulan kelahirannya, bahagianya meluap-luap, ia ingin membagikan hak tersebut pada semua orang.
Sebaik-baik orang, pasti ada saja yang tidak suka, begitu juga Nath. Meskipun ia anak baik-baik, tidak pernah cari ribut dengan siapa-siapa. Tetap saja ada orang yang membencinya.
Seorang gadis berkacamata bulat, rambut pirangnya ia kuncir kuda, menatap jengah sosok sok ceria menurutnya tersebut. Ia duduk paling depan, memakai seragam putih abu-abu yang rapi disetrika.
"Nih, gue ambilin punya lo."
"Nggak butuh!" katanya ketus, menolak tegas kado berbungkus kertas kado bermotif pohon natal, dengan pita merah menghias cantik.
"Dih, Dira, sombong amat. Rejeki, nih."
"Buat lo aja."
"Yeee, yaudin, buat gue. Lumayan dapat due, barang mahal nih!"
Dira memutar mata sebal, menurutnya Nath sangat keterlaluan membuat heboh kelas padahal lima menit lagi jam pelajaran dimulai, sebagai ketua kelas merangkap ketua komisi kedisiplinan sekolah, Dira tidak suka tindakan Nath yang seenaknya buat heboh, teman-teman jadi tidak terkontrol.
Perempuan itu mengembuskan napas berat, sebelum bangkit berdiri dan memukul keras meja.
"DIEM!" bentaknya membuat keributan menjadi hening jilid kedua, matanya melotot memandangi semua, dan berhenti ke satu sosok yang masih tersenyum ceria.
"Nggak usah buat kehebohan sehari aja, ya, lo?" tanya Dira penuh penekanan.
Karena sifatnya yang ceria, kehadiran Nath memang kerap menjadi biang keributan di kelas. Seperti seminggu yang lalu, datang telat, tetapi sanggup membuat semua orang terkejut karena jam rolex keluaran terbaru melingkar cantik di pergelangan tangannya. Dia juga punya dua yang akan ia bagian kepada teman-temannya, tapi dengan syarat teman-temannya harus mampu membuat ia tertawa, jadilah hampir satu sekolah heboh dan berbondong-bondong ke kelas Nath, demi jam tangan rolex yang harganya lebih mahal daripada biaya hidup setahun siswa biasa di sana.
"Selamat hari natal, Dira. Lo udah dapat kado belum? Kalau belum Santa-Nathalie-claus masih punya banyak hadiah, nih."
"Enggak usah sok asik! Lo mengganggu banget! Lo buat ribut. Nggak usah pamer harta, deh."
Kata-kata tersebut cukup menyakitkan, karena Nath sama sekali tidak pernah berniat untuk sombong apalagi untuk pamer, ia hanya berbagi, berbagi kebahagiaan. Kendati begitu, Nath sama sekali tidak sakit hati, hatinya telah kebal dengan ucapan Dira. Kata-kata nyelekit seperti itu sudah menjadi makanan sehari-harinya hampir dua tahun ini.
"Dira jangan marah-marah, ini bulan bahagia seharusnya Dira bahagia bukan marah-marah."
"Berisik, hentikan ini. Jam pelajaran bentar lagi dimulai. Kalau lo ngeyel jangan salahin gue kalau gue laporan ke kepala kedisiplinan sekolah!"
"Iya-iya, ini udah selesai. Nanti Nath lanjut lagi kalau udah istirahat."
Dira tidak menggubris perkataan Nath, ia segera kembali ke bangkunya setelah suasana sudah tentram.
Semua takut pada Dira, meskipun tubuhnya kecil, tapi auranya sangat horor, belum lagi matanya yang suka meletot, orang-orang jadi malas bersitatap dengan gadis tersebut. Apalagi Dira dikenal sebagai gadis keras, penegak kedisiplinan sekolah tanpa ampun. Kebanyakan siswa malas berurusan dengannya. Dira anak cerdas yang rajin menyumbang piala pada sekolah, ia anak kesayangan guru-guru. Otomatis bila berurusan dengan Dira artinya lawan mereka ada guru-guru.
Pulang sekolah hujan turun membuat beberapa orang harus terjebak di sekolah karena tidak sanggup menerobos derasnya air berjatuhan siang itu.
Bagi Nath itu bukan masalah, ia dijemput dengan mobil. Namun, sore ini berbeda, supir yang biasa menjemput belum juga datang. Mau tak mau, ia menunggu bersama teman-temannya di depan kelas.
"Selvi, gue merasa Dira benci banget sama gue. Padahal gue nggak pernah jahatin dia? Seingat gue, sih."
Selvi yang tengah berusaha memotret hujan dari jendela untuk kebutuhan update status berhenti sejenak, ia memutar tubuh untuk bisa menghadap ke Nath.
"Nathalie, sayang. Lo enggak usah mikirin cewek freak yang hobi ngadu ke guru itu. Dia cuma iri sama lo. Secara lo cantik, orang berada, dan banyak teman." Selvia melihat beberapa hasil potretannya tadi, memilih satu yang bagus, menulis caption lirik lagu, lalu menguploadnya ke status Instagram, berharap ada yang mengomentari statusnya tersebut.
"Dira jelek, miskin, nggak punya temen, cuma modal dekingan dari guru-guru karena dia, well, harus gue akui pinter."
Nath mengerutkan kening, tidak suka dengan perkataan Selvi yang merendahkan Dira.
"Lo kok ngomong gitu, jahat tahu!"
"Biarin! Dia juga kalau ngomong selalu nyakitin hati, enggak pernah tuh mikirin lawannya sakit hati apa enggak, kenapa gue harus mikirin dia?"
"Ya, enggak seharusnya kamu ikutan jahat, Vi."
"Nyenyenye, nggak usah sok baik sama dia, Nath. Dia emang pantes dikatain begitu."
"Vi ...."
Selvia tidak mau mendengar Nath, ia lanjut mencoba memotret hujan lagi, karena postingannya yang tadi belum ada yang mengomentari, ia pikir ia harus mengambil gambar yang lebih estetik.
Tanpa mereka sadari, Dira diam-diam mendengarkan perbincangan tadi. Telinganya yang disumpal earphone tidak benar-benar mendengar musik, itu hanya aksen saja. Hatinya tentu sakit direndahkan seperti itu.
Namun, ia tidak terlalu peduli. Seperti Nath, ia juga sudah kebal dengan ungkapan jahat dari teman-temannya.
Menurutnya, mereka hanya iri tidak bisa seperti Dira. Anak dari keluarga biasa-biasa saja, tetapi mempunyai prestasi yang cukup banyak. Ia juga siada biasa dengan semua itu, ia mudah mengabaikannya.
Hanya saja, kali ini berbeda, Nath datang menghampiri dirinya yang tengah asik membaca buku materi biologi. Teman sebangkunya memang sudah pulang dari tadi karena ia pulang naik motor sendiri memakai mantel.
"Siapa yang ngizinin lo duduk di sana?"
"Nath pernah buat salah sama Dira, ya? Gue minta maaf, Dir."
"Enggak usah buat drama."
"Meskipun gue nggak tahu salah gue di mana, gue minta maaf dengan tulus, Dir."
"Pergi deh lo, sebelum gue emosi."
Nath tidak gentar dengan ancaman Dira.
"Lo sebenarnya kenapa, sih, Dir?"
"Gue benci lo, Nath. Lo gadis merepotkan yang hobi mencari sensasi. Suka pamer kekayaan, merasa paling keren karena jadi paling kaya satu sekolahan."
"Gue nggak---"
"Menyangkalnya buat gue makin benci sama lo, jadi jangan buang-buang waktu, mendingan lo pergi sekarang juga, sebelum aku makin enggak suka sama lo."
Nath, kali ini tidak bisa membohongi hatinya lagi. Dira benci padanya dengan alasan yang tidak bisa ia terima, kareja jujur itu berbeda dari apa yang ia pikirkan.
Ia menampar Dira.
"Benar kata orang, lo itu emang cuma iri sama gue!"
Dira tidak terima lalu balas menampar Nath kemudian tanpa bisa dicegah perkelahian terjadi di antara mereka. Mereka saling jambak dan memukul dan memaki.
Teman sekelasnya mencoba melerai tapi tidak ada yang bisa menghentikan dua orang yang meluapkan emosi satu sama lain. Karena sudah lama dipendam, pecah sudah semua hari ini. Keributan menjadi, apalagi karena hujan deras masih banyak yang tinggal.
Beberapa malah mengabadikan momen tersebut dengan mengambil vidio perkelahian tersebut. Ini kejadian tidak terduga. Bagaimana siswa paling ceria, selalu baik pada semua orang, kini bertengkar dengan siswa paling disiplin patuh aturan melanggar semua yang ia junjung hari ini.
Hingga satu insiden membuat mereka diam.
Dira tidak sengaja mendorong keras tubuh Nath, hingga gadis itu terbentur cukup keras dengan meja. Darah mengucur dari kepalanya. Beberapa siswi berteriak histeris melihat hal tersebut, Selvi sigap menghampiri Nath. Berteriak minta tolong.
Dira panik dan lari.
Desember tahun itu, Dira lari menembus hujan. Tidak peduli pada teriakan panggilan dari teman-temannya. Ia ketakutan. Ia paling menghindari membuat masalah, malah melakukan kesalahan yang teramat besar.
Kakinya bergerak tak terkontrol, hingga tidak menyadari ketika menyebrang jalan yang ia kira sepi, sebuah truk besar melintas kencang, sang supir sudah mencoba mengerem sambil terus membunyikan klakson, tapi waktu dan jarak tidak cukup.
Tubuh Dira dihantam, begitu cepat kejadiannya, tubuhnya remuk, dalam hitungan detik ia kehilangan banyak darah bersamaan dengan hilangnya kesadaran.
Desember tahun itu, tahun kelahiran Nath. Ia meninggal dunia.
Desember tahun itu, ketika hujan deras. Siswi paling disiplin dan siswi andalan sekolah yang paling banyak menyumbang prestasi. Meninggal dunia.
Hujan menjadi saksi bisu. Dinginnya membawa kesedihan yang pelan-pelan menghanyutkan.
Desember berikutnya, tak ada lagi si ceria yang suka membagikan kado.
Kelas sunyi senyap, meskipun tidak ada yang berteriak menyuruh diam.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro