How I Can Love Heartbreak
Title:
How I Can Love Heartbreak, You Are The One I Love
Songfiction By Sarinaava
***
Anne melirik arloji di pergelangan tangan kirinya untuk kesekian kali sejak dua jam ia berdiri di sana. Kakinya sesekali ia tekukkan karena terlalu pegal, pun jemarinya mulai kebas menggenggam tas berisi bekal siang untuk Edo.
Mengembuskan napas panjang sudah berulang-ulang ia lakukan. Bohong bila ia tidak lelah, bohong kalau ia tidak marah, bohong kalau ia tidak sedih. Namun, Anne tidak sedikitpun menyerah, ia tetap menunggu Edo keluar dari stadion.
Sebenarnya Anne ingin masuk, menjumpai Edo langsung. Tetapi, Anne mengingat kembali perkataan Edo yang melarangnya masuk, katanya ia akan menggangu konsentrasi latihannya. Ia sakit hati mendengarnya, tetapi tidak pernah mau melanggar perintah itu.
"Anne!"
Suara panggilan yang berasal dari laki-laki yang sejak tadi ia tunggu itu membuat Anne segera membalikkan badan, menemukan sosok jangkung dengan seragam jersey bernomor dua puluh tujuh dan telah basah oleh keringat. Ia melangkah dengan penuh semangat karena kini penantiannya telah berakhir.
"Capek banget latihannya, ya?" tanya Anne begitu jarak mereka tidak lagi jauh.
"Iya, kamu tahu sendiri 'kan, lombanya Minggu depan. Udah di depan mata banget. Apalagi aku kapten, aku nggak mungkin mengecewakan timku."
Perempuan itu mengangguk mengerti. "Sesibuk itu sampai pesan aku tidak dibaca," ujarnya pelan, "sampai rela buat aku nunggu dua jam di sini," tambahnya.
"Anne ...."
"Iya-iya, aku paham kamu sibuk. Prioritas kamu sekarang adalah menang pertandingan. Aku tahu."
"Anne ...."
"Tapi kamu pernah mikir perasaan aku, nggak? Aku sama sekali enggak minta kamu untuk selalu perhatian ke aku, cukup hargai aku aja, bisa?"
Rasanya Anne telah muak dengan hubungan ini. Setiap hari ia harus menahan sesak di dada dan sakit hati akan tindakan Edo.
"Maaf Anne, ak--"
"Apa kita putus dulu aja, ya? Sekiranya sampai kamu bisa sadar bahwa aku juga penting di hidup kamu."
"Anne ...."
Anne menggeleng kepala tidak mau mendengar penjelasan Edo, matanya memanas, sesak di dadanya kian kuat sampai ia tidak bisa bernapas.
"Maaf, Ann. Maaf banget, jangan buat keputusan saat marah kayak gini." Edo meraih tangan Anne menatap sepasang manik mata yang sudah berkaca-kaca.
"Aku salah, maaf, janji besok aku bakalan lebih cepat keluar, aku bakalan baca pesan kamu. Jangan putus, oke?" ujar Edo dengan muka memelas.
"Aku capek, Do. Capek banget...."
"Maaf, sayang. Maafin aku, yaaa...." direngkuhnya Anne dalam pelukan.
"Jangan putus, aku sayang banget sama kamu."
Anne mencebik dalam hati, kalau sayang seharusnya ia tidak menunggu selama dua jam seperti orang gila tadi. Namun, ia tidak bisa melepaskan pelukannya, ini terlalu memabukkan, pun sebenarnya Anne juga tidak benar-benar ingin pisah. Yang tadi itu hanya luapan emosi semata karena lelah menunggu.
"Aku benar-benar minta maaf, janji tidak akan melakukan ini lagi."
Benar kata pepatah, orang jatuh cinta kadang tidak memakai logika.
Edo berhasil membujuknya lagi kali ini, hati mungilnya yang mudah termakan ucapannya menerima permintaan maaf itu. Anne menyeka air matanya lalu mengangguk, kemudian memberikan tas itu ke hadapan Edo.
"Buat kamu. Tapi sudah dingin, kamu 'sih lama banget keluarnya."
"Enggak apa-apa, mau dingin atau panas, asal itu dari kamu pasti tetap enak."
Lemah. Anne lemah. Ia benci dirinya yang tidak bisa keluar dari hubungan toksik ini, bagaimana ia bisa mencintai pria yang telah menyakiti hatinya berkali-kali ini?
Anne tidak tahu. Yang ia tahu ia cinta Edo, sangat cinta.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro