Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Bermalam di Hutan

Kegelapan malam tidak menyurutkan semangat Daeng Mangalle untuk ikut bersama Malomo dan Marauleng bermalam di hutan. Tujuan mereka bermalam di sana tidak lain ialah untuk berburu. Lebih tepatnya membantu Daeng Mangalle mengasah kemampuan memanahnya. Apakah ia bisa membidik sasaran yang tepat pada ruang terbuka tanpa bantuan penerangan cahaya atau tidak.

"Beruntung Daeng Mangalle mendapatkan izin ikut bermalam dan berburu bersama saya dan Malomo," ucap Marauleng memulai obrolan.

"Saya saja masih tidak percaya jika Karaeng Bontomangape memberikan saya izin, tetapi sekarang saya berada di sini," balas Daeng Mangalle tidak percaya.

Rencana tidak masuk akal yang disampaikan Malomo mendapatkan penolakan keras dari Marauleng, terutama Daeng Mangalle. Bagaimana tidak, Malomo mengajak kedua anak muridnya itu untuk berkemah dan berburu di hutan. Jika itu Marauleng, maka tidak masalah, tetapi Marauleng pun tidak setuju dengan rencana Malomo, mengingat Daeng Mangalle tidak diperbolehkan melakukan aktivitas berburu.

Meskipun begitu, Malomo tetap bersikeras yang membuat Daeng Mangalle mau tidak mau memberanikan diri meminta izin langsung pada Karaeng Bontomangape, mengingat sang empu telah mengatakannya pada Daeng Mangalle jika ia harus meminta izin secara langsung sebelum bepergian atau melakukan sesuatu.

Namun, tetap saja ada rasa takut di hati Daeng Mangalle. Setelah berpikir panjang, ia mengutarakan maksud kedatangannya pada sang raja. Seperti yang diketahui bersama, Karaeng Bontomangape tidak memberikan izin pada Daeng Mangalle untuk berburu.

"Kemampuan memanah saya sudah lebih baik dan Malomo menyarankan agar saya dapat meningkatkan kemampuan. Saya belum pernah berlatih di malam hari dan berkemah di hutan adalah rencana Malomo. Saya memohon agar Karaeng Bontomangape dapat memberikan saya izin. Saya ingin mengetahui sampai sejauh mana saya sudah berkembang."

Karaeng Bontomangape mendengarkan Daeng Mangalle dengan saksama. Akhirnya, ia memutuskan mengizinkan Daeng Mangalle pergi setelah melihat tekad kuat yang dimiliknya. Namun, dengan satu syarat, yaitu Uleng harus ikut bermalam hutan. Dengan cepat Daeng Mangalle menyetujui syarat itu, karena selama ini pun, Uleng selalu menemani ke mana pun ia pergi.

"Beruntung Karaeng Bontomangape memberikan syarat yang ringan. Saya bahkan tidak merasa jika Uleng adalah alasan saya berada di sini malam ini, karena Uleng selalu berada di sekitar saya," tukas Daeng Mangalle setelah mengingat percakapan antara dirinya dan Karaeng Bontomangape.

"Karaeng Bontomangape peduli dengan anda, Daeng Mangalle," sahut Uleng.

"Sudah, jangan banyak bicara lagi. Sebaiknya kita dirikan tenda," ajak Malomo tidak ingin membuang-buang waktu.

Tidak butuh waktu lama bagi keempat orang itu mendirikan dua buah tenda. Setelahnya, masing-masing dari mereka mengambil busur dan anak panah, kecuali Uleng yang tidak ada sangkut pautnya dengan latihan Daeng Mangalle, tetapi kemampuan memanahnya cukup baik. Ia juga membawa busur dan panahnya sendiri untuk berjaga-jaga.

"Uleng, kau tidak ingin ikut berburu? Sudah lama saya tidak melihat kau memanah," kata Daeng Mangalle sembari menyikut Uleng yang ada di sebelahnya.

"Kau bisa memanah, Uleng? Mengapa tidak kau katakan sejak awal? Kita bisa membantu Daeng Mangalle berlatih dengan lebih seru. Kau harus ikut, demi Daeng Mangalle," kata Malomo memaksa Uleng.

Sang empu belum sempat mengatakan apa pun. Mau tidak mau ia ikut berburu, karena suaranya kalah banyak dari ketiga orang itu. Perburuhan kali ini akan menjadi perburuan yang menyenangkan, karena Malomo membagi mereka dalam dua kelompok. Daeng Mangalle bersama Malomo dan Uleng bersama Marauleng.

"Saya baru menyadari jika nama Uleng dan Marauleng sangat mirip," ucap Daeng Mangalle tiba-tiba setelah mendapatkan pembagian kelompok.

"Selama ini Daeng ke mana saja sampai-sampai baru menyadarinya?" sahut Uleng tidak percaya. Di antara mereka berempat, Daeng Mangalle lah yang sering memanggil nama Uleng dan Marauleng, tetapi ia tidak menyadarinya sama sekali.

Meninggalkan Daeng Mangalle perihal nama Uleng dan Marauleng, Malomo kembali menjelaskan teknis permainan berburu mereka. Di mana masing-masing tim memburu hewan apa pun dan melesatkan anak panah pada bagian yang telah ditentukan melalui undian. Kedua tim akan mencari dan menemukan target buruan. Mereka akan melesatkan anak panah secara bersamaan. Siapa yang anak panahnya mendarat pada titik yang tepat mendapat jatah daging yang banyak. Akan tetapi, mereka hanya boleh memburu dan mengkonsumsi satu hewan saja. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang diberikan Karaeng Bontomangape pada mereka melalui Daeng Mangalle.

Permainan berburu dimulai setelah Marauleng memberikan aba-aba. Mereka mencari hewan di tengah gelap dan rimbunnya pepohonan di hutan tersebut. Kepekaan indera mereka sangat dituntut untuk menemukan salah satu hewan.

Sekecil apa pun pergerakan yang ada di sana, dapat didengar jelas di tengah heningnya malam. Seekor kijang menjadi sasaran empuk kedua tim. Sebelum melepaskan anak panah, keduanya menyusun strategi agar anak panah mereka langsung mendarat pada titik yang telah ditentukan.

Daeng Mangalle memberikan beberapa arahan pada Malomo. Meskipun lebih muda, tetapi Malomo tidak masalah jika harus mengikuti perintah Daeng Mangalle, dikarenakan idenya sangat cemerlang dan mereka yakin dapat memenangkan permainan itu.

Belum sempat Malomo melepaskan anak panahnya, Uleng sudah lebih dulu melepaskan anak panah dan mendarat pada titik tepat. Kijang itu seketika meringkih kesakitan, tetapi tidak juga membuat kedua tim menghentikan aksi mereka. Sampai akhir permainan, tim Daeng Mangalle dan Malomo lah yang lebih banyak mendaratkan anak panah pada titik yang benar.

"Tidak ada pembagian daging yang lebih banyak ataupun sedikit. Semua bebas makan sepuasnya," kata Daeng Mangalle sebagai pemenang permainan dadakan itu.

"Apa yang akan Daeng makan? Api unggun bahkan belum dibuat," sahut Marauleng.

Sebelum menyantap kijang hasil buruan keempat orang itu, mereka terlebih dahulu menyiapkan segalanya. Mulai dari api pembakaran sampai daging yang akan diolah. Daeng Mangalle mengulas senyum. Ia merasa senang berada di sana. Dinginnya angin yang berembus sama sekali tidak terasa, dikarenakan suasananya yang hangat.

Di tengah kesibukan Daeng Mangalle, Uleng, Marauleng dan Malomo, tanpa disadari oleh mereka, ada orang lain di sana. Sejak awal mereka memasuki hutan, orang itu sudah mengikuti. Termasuk di saat mereka berburu kijang. Entah apa maksud dan tujuannya, tetapi pandangnya tidak pernah lepas dari Daeng Mangalle.

Saya senang berada di sini, tetapi sejak tadi saya merasakan ada yang mengikuti. Daeng Mangalle bermonolog dalam benaknya sambil celingak-celinguk memperhatikan sekitar. Sejak awal ia merasa ada seseorang yang mengikuti, tetapi tidak kunjung melihat wujud orang itu.

"Uleng, apakah kau merasa ada yang sedang memperhatikan kita?" tanyanya setelah menyenggol Uleng.

Uleng melihat sekeliling, tetapi tidak menemukan siapa pun di sana. "Lebih baik saya cek saja," katanya lalu bangku dari posisi duduknya.

Daeng Mangalle dengan cepat mencekal tangan Uleng. "Tidak perlu dicari. Saya juga tidak peduli jika orang itu mengikuti kita," ucapnya cuek.

"Tetapi saya peduli, Daeng. Saya takut jika orang itu akan menyakiti Anda."

"Apakah kau merasakan adanya orang asing yang memperhatikan kita?" Daeng Mangalle kembali bertanya. Ia tidak ingin acara malam ini hancur hanya karena dirinya yang merasa diikuti oleh seseorang.

"Saya tidak merasakan ada mengikuti kita."

"Saya percaya padamu dan itu artinya tidak ada siapa selain kita di sini. Hanya perasaanku saja."

Uleng mengangguk mengerti, tetapi pandangan matanya mengarah ke segala penjuru untuk memastikan apakah mereka berempat sedang diikuti orang lain atau tidak. Sayangnya, Uleng tidak melihat siapa pun di sana.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro