Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Pertanyaan Sederhana

Jawaban yang disampaikan Daeng Mangalle seketika membuat marauleng menggeleng pelan disertai tawa. Daeng Mangalle seketika menatapnya bingung. Menurutnya, jawaban yang disampaikan begitu serius. Tidak ada alasan bagi Marauleng untuk tertawa.

"Daeng Mangalle, sebaiknya kita pergi saja dari sini. Saya takut jika berada lebih lama di sini hanya akan membuat emosi saya semakin tersulut. Saya tidak masalah jika harus melukai orang lain, tetapi dia bahkan tidak pantas mendapatkan pukulan dari saya," cetus Uleng yang sudah tidak tahan berada di tempat itu. Emosinya sudah memuncak, tetapi ia berusaha menahan diri sekuat tenaganya.

"Kau boleh pergi, Uleng. Tunggu saya di tempat kau berada sebelumnya. Saya ingin bertanya mengapa dia tertawa karena jawaban yang saya berikan." Daeng Mangalle menatap tajam pada Marauleng. Sedangkan sang empu tidak menunjukkan rasa takutnya sama sekali.

Uleng memperhatikan sekilas Marauleng. Melihat wajahnya saja sudah membuatnya kesal. Bagaimana bisa ia berada di sana dalam waktu lama? "Baiklah. Saya akan pergi. Segera kembali, Daeng. Berbicara dengan orang sombong seperti dia tidak akan ada gunanya," ucap Uleng sebelum melangkah pergi.

Marauleng menatap kepergian Uleng dengan tangan terlipat di depan dada. "Seperti yang pengawal Daeng katakan, tidak ada gunanya berbicara dengan orang seperti saya. Jadi sebaiknya Anda pergi dari hadapan saya, karena baik saya ataupun Malomo, tidak akan menarik Anda menjadi murid."

"Saya akan pergi, tetapi jawab terlebih dahulu pertanyaan saya. Mengapa kau tertawa setelah mendengar jawaban saya?" Daeng Mangalle begitu penasaran mengapa Marauleng mentertawakan jawaban yang disampaikannya.

"Karena jawaban Daeng bukanlah jawaban yang saya inginkan. Daeng tidak akan bisa menjadi murid Malomo sampai kapan pun jika hanya mengandalkan jawaban seperti itu," jelas Marauleng singkat. "Saya permisi, Daeng Mangalle. Ada banyak hal yang harus saya lakukan."

Daeng Mangalle bergeming di tempatnya tanpa berniat menghalangi kepergian Marauleng. Jawabannya ditolak mentah-mentah. Lantas, jawab seperti apa yang diinginkan Marauleng ataupun Malomo? Daeng Mangalle tidak bisa memikirkan jawaban lain untuk saat ini.

"Uleng, apa kau dengar perkataan Marauleng?" Daeng Mangalle bertanya tiba-tiba sesaat setelah ia menghampiri pengawal pribadi itu.

"Saya tidak mendengarnya, Daeng. Apakah dia mengatakan suatu hal yang buruk?" Uleng balik bertanya pada Daeng Mangalle. Tidak hanya sebagai pengawal yang menjaga keselamatan fisik, tetapi Uleng juga begitu perhatian dengan kesehatan mental Daeng Mangalle.

"Perkataan Marauleng sangat buruk, tetapi terus berputar di kepala saya. Mengenai pertanyaan yang diajukannya, apakah kau memiliki saran jawaban selain yang telah saya sampaikan?"

Kening Uleng sedikit berkerut. Mencoba memaksa otaknya bekerja di pagi menjelang siang ini. "Saya tidak tahu, Daeng. Jawaban yang Daeng sampaikan merupakan jawaban jujur, tetapi mengapa Anda ingin memilih jawaban lain? Bukankah tujuan Daeng Mangalle mengalahkan Karaeng Galesong? Saya pikir, jujur merupakan pilihan terbaik."

"Saya juga berpikiran yang sama, tetapi Marauleng mengatakan jika jawaban  saya bukanlah yang dia inginkan. Jawaban itu juga tidak akan bisa membuat saya diterima sebagai murid Malomo. Tetapi saat ini saya belum bisa memikirkan jawaban lain."

"Jika tidak bisa memberikan jawaban lain, maka sebaiknya Anda menyerah saja. Sejak awal, Marauleng tidak berniat membantu Daeng. Jika Daeng sebegitu inginnya belajar menggunakan senjata, maka saya akan mencari guru terbaik yang bisa membimbing Anda," usul Uleng yang sama sekali tidak ingin ambil pusing dengan jawaban yang dibutuhkan Daeng Mangalle.

"Saya bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, Uleng. Saya akan berusaha menemukan jawaban yang sekiranya diinginkan Marauleng. Jika akhirnya saya belum juga menemukan jawaban yang meyakinkan Marauleng, maka saya akan menuruti perkataanmu."

"Keputusan yang tepat, Daeng," sahut Uleng dengan sumringah. "Saya akan menunggu jawaban apa yang akan Anda sampaikan pada Marauleng."

Uleng terlihat begitu mendukung segala keputusan yang diambil Daeng Mangalle. Akan tetapi, tidak untuk hal-hal buruk, termasuk kali ini. Daeng Mangalle memang tidak melakukan tindakan buruk ataupun ceroboh, tetapi Uleng tidak ingin Daeng Mangalle menemukan jawaban yang dibutuhkannya. Lebih tepatnya, ia tidak ingin jika Daeng Mangalle berlatih senjata dengan Marauleng, apalagi jika sampai berteman dengannya. Seseorang yang tidak memiliki sopan santun dan urung menghormati Daeng Mangalle tidaklah pantas berada di dekatnya.

***

Setelah bertemu dengan Marauleng, Daeng Mangalle langsung kembali ke kerajaan Gowa bersama Uleng. Ia tidak lagi memiliki keinginan untuk berjalan-jalan, sebab, pikirannya sudah lebih dulu berjalan-jalan dan berkeliaran entah ke mana. Pertanyaan Marauleng begitu sederhana, tetapi lelaki berambut gelap itu mengharapkan jawaban yang rumit.

Daeng Mangalle mengacak rambut frustrasi. Sudah hampir dua jam ia berdiam diri di kamar, tetapi belum juga menemukan jawaban yang kiranya diharapkan Marauleng.

"Apa sebenarnya jawaban yang diinginkan Marauleng? Mengapa dia menginginkan jawaban lain? Apakah alasan yang saya sampaikan terlalu biasa? Karaeng Galesong adalah pemimpin armda laut kerajaan Gowa. Tidak ada yang bisa menyayangi kehebatannya," gumam Daeng Mangalle yang tanpa sadar memuji dan mengakui kehebatan Karaeng Galesong. Beruntung yang bersangkutan tidak sedang berada di tempat itu dan mendengar ucapannya, jika tidak, Karaeng Galesong akan semakin menjadi seseorang yang menyebalkan.

Frustrasi, Daeng Mangalle memutuskan mencari udara segar dengan tujuan menjernihkan pikiran sejenak. Akan tetapi, pertanyaan sederhana yang seharusnya dijawab dengan mudah, berhasil memenjarakan Daeng Mangalle dengan pikirannya sendiri.

"Jawaban yang diinginkan Marauleng." Di sela-sela langkahnya, Daeng Mangalle mencoba mencari jawaban atas pertanyaan Marauleng.

Daeng Mangalle percaya jika dirinya mampu memberikan jawaban seperti yang diharapkan oleh Marauleng. Akan tetapi, berucap tidak semudah yang dibayangkan. Hingga saat ini saja, Daeng Mangalle sudah dibuat pusing tujuh keliling dengan pertanyaan sederhana itu.

Langkah Daeng Mangalle berhenti tepat di samping halaman kerajaan. Ia memutuskan duduk beralaskan rerumputan dengan kepala mendongak. Sore ini, matahari tidak memancarkan sinar yang begitu terik. Di tengah-tengah suasana sunyi, Daeng Mangalle berharap menemukan jawaban yang diinginkan Marauleng atupun Malomo.

"Kau pasti bisa menemui jawaban yang dibutuhkan Marauleng. Kau hanya memerlukan tekad dan semangat yang lebih. Jika tidak, maka kau tidak akan berhasil." Monolog Daeng Mangalle di tengah-tengah kesunyian.

Uleng dapat melihat Daeng Mangalle yang duduk di tepi halaman samping kerajaan. Meskipun tidak mengharapkan Daeng Mangalle menemukan jawaban yang dibutuhkannya, tetapi Uleng tidak ingin mengganggu. Apalagi jika sampai melunturkan semangat Daeng Mangalle yang membara.

"Saya harap Daeng tidak menemukan jawaban selain yang anda sampaikan hari ini pada Marauleng. Perasaan saya mengatakan jika anda tidak seharusnya bertemu dengan Marauleng," gumam Uleng memperhatikan Daeng Mangalle dari kejauhan sebelum beranjak pergi.

Daeng Mangalle tidak akan terluka jika ia hanya duduk diam di halaman samping kerajaan dan bergelut dengan pikirannya sendiri. Itu sebabnya Uleng dapat pergi meninggalkannya dengan perasaan tenang. Ia sendiri pun tahu pasti bagaimana keras kepalanya Daeng Mangalle.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro