Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

WARNING!!

1. Cerita ini hanyalah fiksi
2. Typo masih bertebaran
3. Jika ada kesalahan bisa di komentar. Baik kesalahan penafsiran atau sejenisnya.

...

"Ya kalo saya maunya mah, target pencapaiannya sampe bisa ngundang penyanyi terkenal lah, minimal Tulus kalo bisa," suara serak itu tampak keluar dari seorang pria berkemeja kotak dengan rambut panjang terurai, "Setidaknya di kepengurusan tahun ini ada hal yang beda lah, ada yang bisa dibanggain. Ya bisa dikatakan sempurna," lanjutnya kemudian mematikan mic di tangannya.

Ruangan aula itu tampak riuh dengan obrolan mengenai kalimat barusan yang terucap, terdapat dua kubu antara setuju dan tidak setuju. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 17.15 matahari sudah mulai lelah akan hidupnya. Acara Lokakarya yang sudah berjalan kurang lebih dua hari yang mana hari ini adalah hari terakhir. Dalam acara lokakarya ini merupakan suatu acara yang mana dalam pembahasannya mengenai penyampaian program kerja apa yang akan dijalankan dalam satu periode kepengurusan himpunan yang didiskusikan dalam kegiatan acara formal yang dihadiri oleh pengurus, senior, dan alumni.

"Ayolah, gak usah banyak diskusi tinggal di iyain aja."

"Biar cepet selesai ini, kalian pengen pulang enggak lah, udah sore ini."

"Ayo ... keburu tutup gedungnya."

Ucapan para senior dan alumni terus memojokokkan untuk segera menyetujui saran. Langit sebagai ketua himpunan dalam periode tahun ini berusaha sekuat mungkin memutar roda di kepalanya guna menemukan celah untuk memutuskan.

Dikatakan sempurna, batinnya menimba semua hal dalam pikirannya. Tampak dari jauh terlihat sorot mata datar menatap Langit dengan senyum tipis di ujung bibir.

"Baik kak, terima kasih untuk sarannya. Setelah berdiskusi kami menyetujui saran dari kakak untuk menjadi target dalam progja Hubungan Masyarakat yaitu mengadakan kegiatan konser sekaligus mencari relasi di luar kampus dengan menarik orang lain ke lingkungan kita," ucap Langit dengan nada yang lugas dan penuh keyakinan.

Wajah senang tergambar jelas di wajah para senior dan alumni, lain halnya dengan pengurus himpunan yang tampak jelas wajah kecewa akan keputusan yang dibuat oleh ketuanya. Layaknya diberi tanggungan dan beban yang sangat berat dalam pundak mereka masing-masing.

"Ada konsekuensinya enggak ini kalo targetnya gak kecapai?" Kini mic beralih ke seorang perempuan dengan rambut sebatas pundak,"Nanti kalo gak ada konsekuensi bakal gak dijalanin lagi targetnya."

Aula kembali riuh dengan suara-suara yang sangat bising. Beberapa menit berlalu tidak ada yang bersuara untuk menenangkan, bahkan Langit pun masih terdiam memikirkan jawaban terkait pertanyaan sekaligus pernyataan dari alumni yang sedang duduk tak jauh dari depannya.

"Mohon maaf memotong diskusi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.30, dan sudah mendekati waktu maghrib. Maka acara lokakarya untuk hari ini bisa langsung diselesaikan," ucap moderator.

Langit tampak lega dengan hembusan nafas yang terdengar berat, "Baik terima kasih untuk moderator. Saya sebagai ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Listrik dengan mengucap rasa syukur dengan ini menutup dan mengakhiri acara Lokakarya HMTIK Tahun 2024/2025 dengan tema Membangun citra Himpunan Mahasiswa melalui program kerja yang berkualitas resmi selesai," ucap Langit dan diakhiri dengan suara tepuk tangan bersama-sama.

...

"Gila cok! Gimana caranya kita ngumpulin dana 350 juta sampai 450 juta, dalam kurun waktu 3 bulan?" suara tanya itu keluar dari Saka. Si Bendahara umum Himpunan yang tengah berkutat dengan laptopnya. Matanya tampak menatap nanar akan nominal harga total terkait Rancangan Anggaran Biaya yang telah dibuat di excel.

"Gede bener, itu buat kegiatan apa?" kini Risa bertanya. Mahasiswa berjilbab hitam dengan kacamata bulat sebagai Sekretaris umum itu berdiri dan berjalan mendekati Saka.

Langit yang tengah berjongkok di depan sebuah kardus yang terdapat tumpukan kertas putih bertinta hitam itu sedikit melirik ke arah Saka. Pendengarannya ditajamkan.

"Ya apalagi, kalau bukan progja konser dengan dalih biar kepengurusan kita ada yang beda dari kepengurusan sebelumnya," ucap Saka, matanya menatap sinis ke arah Langit.

"Ini emang beneran mau ngundang Tulus? Nominal dia emang gede banget, rentang 50-80 juta, gak mungkin juga kita cuman satu penyanyi doang kan?" tanya Risa, ia mengambil laptop Saka dan melihat rincian harga yang lain.

"Ya ini juga kan udah keputusan bersama dan udah di iyain ama kita, ya kali digagalin. Yakin aja dulu, pasti ada jalan," balas Langit, tangannya masih mengobrak-abrik kardus besar itu, dan berakhir dengan tangan kanan mengambil satu buah kertas putih berjilid biru, "Nah, ini yang gua perluin, laporan program kerja kepengurusan 2021, kata alumni disini bisa dijadiin referensi buat keperluan progja kita," jelas Langit. Ia lalu berdiri dan berjalan menuju meja kursi yang terletak di pojok ruangan.

Mereka bertiga sedang berada di ruang sekretariat, yaitu sebuah ruang sebagai tempat untuk menampung dan menyimpan barang-barang penting Himpunan.

"Udah lah lo bawa balik aja, ini udah mau jam 9 malem. Gua ama Risa pulang, kasian dia udah malem soalnya." Saka mengambil laptop miliknya, lalu menaruhnya di dalam tasnya. Risa hanya mengiyakan apa yang dibilang oleh Saka. Langit hanya tersenyum tipis. Bukan karena tidak suka, hanya saja ia merasa sekarang waktu bagaikan kincir angin. Putaran akan semakin cepat ketika angin tinggi mengenai kincirnya. Seperti sekarang, waktu terasa begitu cepat ketika beban berat dengan tanggung jawab tinggi berdatangan dengan sendirinya. Menguras pikiran dan tenaga yang dibarengi habisnya waktu.

"Ya udah kalo gitu, duluan aja. Gua mau ngerapihin ini sebentar," balas Langit tenang.

Mereka berdua pun akhirnya beranjak bersama dan keluar ruangan. Pintu yang tertutup dan tampak sudah terkelupas cat coklat itu menjadi suara terakhir. Sunyi, hanya terdengar bising barang yang dipindahkan. Lima belas menit berlalu, Langit menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. Suara nafas lelah, dengan rambut yang acak-acakan membuat Langit tampak terlihat frustasi akan hidupnya. Ia pun berdiri, dan matanya melihat ke seluruh ruangan. Menatap ruangan yang tampak rapi sempurna. Berkas-berkas yang tak lagi berserakan dan peralatan yang sudah rapi pada posisinya.

Tangan kanan Langit menjulur, mematikan kipas angin yang sedari tadi berputar memberikan kesan dingin di ruangan 4 x 4 meter itu. Langit mengambil tas hitamnya, lalu mengenakan di punggungnya.

Berat, batinnya. Bukan hanya sekedar buku, tapi ada satu buah laptop dan beberapa berkas Himpunan yang tersimpan di dalam tasnya. Langit melangkah keluar ruangan, lalu menutup dan menguncinya. Tubuhnya berbalik, dan berakhir tersentak karena matanya mendapati orang lain tengah duduk di kursi biru di hadapannya.

"Dek, lo ngapain di sini?" tanya Langit, matanya menatap heran kepada adiknya yang tengah asik membaca buku.

"Nungguin lo," balas Laut.

"Aish, udah gua bilang, lo bisa langsung balik. Gua bisa pulang sendiri. Kan sama-sama bawa motor sendiri-sendiri." Langit sedikit merapikan pakaiannya.

"Gua kasian aja, liat lo jadi babu." Laut beranjak dari duduknya dan memasukkan buku yang ia baca ke dalam tasnya,"Udah baliklah balik," lanjutnya.

Langit hanya terdiam, batinnya hanya merasa bahwa adiknya ini terkadang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap dirinya. Acap kali ia merasa terganggu akan kepeduliannya. Mungkin, karena mereka adalah saudara kembar yang memiliki ikatan batin yang tinggi. Namun, terkadang Langit merasa bahwa mereka berdua memang memiliki perbedaan sifat dan karakter yang sangat-sangat berbeda, seperti layaknya nama mereka.

...

Suara dengkuran Langit memenuhi seisi ruangan kamarnya. Hawa dingin yang muncul akibat Ac dengan suhu 15° itu menjadi alasan selimut tebal yang menyelimuti hampir seluruh tubuh remaja akhir ini. Decitan pintu terbuka, perlahan seorang wanita masuk dengan pakaian rapi yang tampak tenang menghampiri si empu suara. Di dalam kamar, sinar remang-remang menyelinap dari celah jendela yang terbuka, menerangi wajah Langit yang sedang terlelap dalam tidurnya.

Wanita itu adalah Sinta, Ibu dari Langit dan Laut. Sinta merasakan kelegaan saat melihat puteranya yang masih terlelap dengan nyenyak. Dia kemudian melangkah pelan-pelan mendekati tempat tidur anaknya. Sinta melihat dengan penuh sayang pada anaknya yang terlihat sangat tenang dan damai saat tidur. Wajahnya yang masih polos dan lugu, nampak sangat menggemaskan walau usianya sudah menginjak kepala dua.

Sinta duduk di pinggir tempat tidur, dengan hati yang penuh kehangatan, melihat si anak yang tengah tertidur dengan nyenyak. Dengan perlahan tangan kanan nya mengelus rambut hitam anaknya dengan lembut, dan memberikan ciuman lembut di keningnya.

"Lagi-lagi kamu tidur dengan keadaan begini." suara Ibu dua anak itu tampak dipelankan. Mata bulat itu dengan intens melihat wajah lelah anaknya. Setelah merasa bahwa anaknya baik-baik saja. Sinta perlahan berdiri dan keluar dari kamar Langit.

Pintu abu-abu itu ditutup kembali, Sinta berjalan pelan untuk menuju kamar tidurnya. Saat Ibu dua anak itu melewati kamar kedua putranya, dia melewati saja. Tanpa melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Terlihat Laut yang tengah terduduk di meja belajarnya dengan lampu belajar yang tampak menyala. Laut menyadari, bahwa Ibunya baru saja ke kamar kakaknya dan melewati kamarnya begitu saja.

"Ada kalanya dioda dibutuhkan untuk menggantikan komponen yang lain atau dapat membantu dengan caranya sendiri," monolognya.

...

...

...

Holaa pembaca! Aku kembali lagi dengan cerita baru! Bismillah bisa selesai! Dalam prolog ini kalian bisa nemu gak ya pointnya apa? Kalo bisa komen ya hahahaah.
Oh iya, aku bakal gunain beberapa istilah yang sering digunakan pada jurusan teknik Listrik atau Teknik Elektro. Jika kalian merasa kurang faham, bisa di komen ya. Nanti aku jelasin di komentar. See uu di bab pertama!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro