Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 27-Ekstraksi

Pukul 09.00, sebuah mobil polisi tiba di depan gedung jurusan. Teknik Listrik, Lampu merah-putih berkedip menyala, menarik perhatian semua orang yang berada di sekitarnya. Mahasiswa dan staf fakultas berkumpul di luar, mencoba mengintip apa yang sedang terjadi. Sebuah tim penyidik lengkap dengan seragam dan perlengkapan mereka keluar dari mobil polisi dengan wajah serius. Satu di antara mereka membawa surat perintah penangkapan dan mengecek alamat yang tertera di dalamnya.

Sebagian aparat polisi masuk ke area fakultas teknik, masuk dengan tergesa-gesa. Seperti sudah siap menangkap buaya yang keluar dari areanya. Setelah beberapa menit masuk ke gedung fakultas, Polisi yang tadi masuk kini keluar bersama seorang dosen yang sudah terborgol di tangannya.

Polisi Ali yang terlihat memimpin rombongan, berjalan dengan tegas menuju gedung jurusan Teknik Listrik. Mata yang tajam itu bisa menangkap jelas semua mahasiswa yang menatap ke arah mereka dengan penuh tanda tanya.

Beberapa dosen sudah keluar dan berdiri di depan gedung, mereka seperti siap menerima apa yang akan terjadi. Langit yang melihat dari gazebo, hanya bisa memperhatikan dengan seksama. Pikirannya berkutat dan menimba perihal apa yang sedang terjadi.

"Eh, Ngit itu si Dosen Dekan, siapa si namanya lupa Gua. Yang sering lo temuin, ngapa dia ditahan gitu?" tanya Saka pelan.

Langit, yang telah menyadari siapa Dosen Dekan yang berada di antara aparat polisi, hanya bisa menatap dengan tak percaya. Pikirannya mencoba memproses informasi yang sedang dia terima. Terlihat bahwa Langit sedang berusaha menerima kenyataan yang terjadi di depannya.

"Itu Profesor Santoso, Wakil Dekan di bidang Sumber Daya. Kayanya dia terlibat dalam kasus korupsi," bisik Langit dengan suara pelan, sambil melihat beberapa aparat polisi yang mengenakan blazer bertuliskan KPK di belakang mereka.

Polisi Ali yang sudah berdiri di hadapan para Dosen jurusan Teknik listrik itu menatap dengan intens. Ia mencari seseorang yang menjadi alasan dirinya kesini. Dengan pelan Polisi Ali berjalan ke samping dan berdiri di depan seorang Dosen yang sering ia temui.

Namun, Polisi Ali memberikan kesempatan kepada seseorang di belakangnya untuk maju ke depan. Dengan gerakan yang cepat, seorang anggota aparat KPK melangkah maju dan berdiri berhadapan langsung dengan Dosen tersebut. Wajahnya penuh dengan ketegasan dan tekad.

"Mohon maaf, Bu. Saya Kapten Andika dari KPK. Kami memiliki surat perintah penangkapan atas nama Ibu Nurmala terkait kasus korupsi yang sedang diselidiki. Anda harus mengikuti kami untuk dimintai keterangan," ucap Kapten Andika dengan tegas, sambil memperlihatkan surat perintah penangkapan kepada Ibu Nurmala.

Ibu Nurmala, yang menyadari bahwa semua mata tertuju padanya, berusaha untuk menenangkan diri. Dengan senyuman lembut, dia membalas, "Mohon Maaf Pak, Apa Bapak sekalian tidak merasa salah akan hal ini?"

Kapten Andika menjaga sikap profesionalnya meskipun menyadari bahwa penangkapan ini merupakan pengalaman yang menegangkan bagi Ibu Nurmala. Dia berbicara dengan penuh hormat, "Bu, kami hanya menjalankan tugas kami sesuai dengan bukti dan informasi yang kami peroleh. Saat ini, semua pihak memiliki hak untuk pembelaan diri dan Anda akan diberikan kesempatan untuk menjelaskan posisi Anda di hadapan lembaga hukum yang berwenang."

Ibu Nurmala merenung sejenak, mencoba menguasai emosinya. Meskipun hatinya sedang dilanda kekesalan, dia mencoba menunjukkan sikap yang tenang. "Saya tidak terlibat dalam tindakan korupsi apa pun. Saya telah menjalankan tugas saya sebagai seorang dosen dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi."

Dari kejauhan terlihat Ananda, Risa, Reihan, dan Lisa berlari mendekati gazebo di mana Langit, Saka, dan Deo sedang menyaksikan adegan yang terjadi di depan mereka.

"Eh, kenapa ini? Siapa yang ditangkap?" tanya Reihan ketika dia tiba.

"Lihat aja itu, Kajur kayaknya ditangkap," balas Deo dengan nada keheranan.

Ananda, Risa, dan Lisa bergabung dengan mereka, memandangi adegan tersebut dengan perasaan campur aduk. Mereka tidak bisa menyembunyikan kejutan dan kekhawatiran mereka.

Langit, yang sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri, menjawab dengan suara yang terdengar sedikit bergetar, "Kayanya iya deh Ibu Nurmala kena kasus korupsi."

Perasaan sedih dan kekecewaan meliputi mereka. Mereka tidak pernah menduga bahwa sosok seorang dosen yang mereka kenal dan ajarannya mereka terima dengan baik ternyata terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan banyak orang.

"Ibu, untuk sekarang segera ikut kami. Anda bisa menjelaskan lebih lanjut jika sudah di tempat," ujar Kapten Andika dengan tegas, memperkuat perintahnya kepada Ibu Nurmala.

Ibu Nurmala melihat sekelilingnya, mencermati ekspresi wajah yang penuh tanda tanya dan kekhawatiran. Dengan sikap yang tegar, dia menatap Kapten Andika. "Baik, saya akan mengikuti petunjuk dan menjelaskan semuanya di tempat yang sesuai."

Tanpa ragu, Ibu Nurmala melangkah maju, diapit oleh anggota KPK yang siap mengawalnya. Mahasiswa dan sebagian Dosen sekitar terus menyaksikan adegan penangkapan ini dengan perasaan campur aduk. Tanda tanya dan rasa penasaran memenuhi udara. Namun, jika benar adanya penangkapan ini, maka banyak orang akan dirugikan, terutama Langit sebagai Ketua Himpunan yang akan melaksanakan projek besar.

...

"Kita harus buat rapat besar Himpunan. Permasalahan ini baka berdampak besar sama progja kita yang seminggu lagi," ujar Saka.

Ruangan sekret itu kembali terisi oleh anggotanya, sore ini mereka tangah berkumpul di ruangan sekret.

"Kita rapat besok. Rapat besar. Senior yang lain juga minta buat rapat bareng sama mereka," ujar Langit.

"Ngapain si, senior segala di ajak," keluh Saka.

"Ini permintaan mereka secara langsung. Mereka juga pengen ngebantu nyari solusi tentang masalah yang bakal nimpa," balas Langit.

"Lo ini kebiasaan banget. Sensi sama para senior," ucap Risa.

"Lo pernah diancam apa sama mereka?" tanya Reihan.

"Dia itu trauma loh, gak mau lagi dia berurusan sama senior yang nanti bakal nimbulin masalah lagi. Kaya terakhir kali," sambung Ananda.

"Soal yang kemarin?" tanya Risa menatap ke arah Saka, "Kita orang semua udah maafin lo Ka, toh udah terjadi," lanjutnya.

Namun, Saka menggelengkan kepalanya dengan serius. "Gu bukan masalah itu, ingat pelaku Bagas juga belum ketemu," ucapnya dengan nada prihatin.

"Untuk hal itu lebih baik nanti dulu dibahasnya. Karena hal itu, udah ada pihak polisi yang nanganin. Kita percaya aja sama polisi. Toh, di saat kita ikut buat bantu, malah Langit kena musibah," jelas Deo.

Lisa, yang tengah memegang sebuah binder, ikut angkat bicara, "Iya juga, tapi serius deh. Selalu ada masalah di lingkungan kita ini. Dan masalahnya bukan hal yang sepele. Mulai dari kasus kematian Bagas, kemudian masalah antara Langit dan Kak Reno, dan sekarang kasus kajur dan dekan."

Reihan menyela dengan nada penuh pertimbangan, "Yang terpenting, dari ketiga masalah tersebut, satu sudah terselesaikan, yaitu masalah antara Langit dan Kak Reno. Sekarang, kita harus memikirkan bagaimana cara mengantisipasi masalah yang akan datang terkait kasus kajur ini dan program kerja kita."

Saka menimpali dengan sinis, "Pantes saja dana dekan nggak pernah cair. Ditilep toh."

"Kita gak usah suudzon dulu," kata Ananda, "Belum terbukti juga kajur kena kasus korupsi," lanjutnya.

"Belum terbukti gimana? Lo gak liat tadi ada surat perintah penangkapan? Ya kali KPK tangkap orang asal," bantah Saka.

"Bukannya gitu loh, udah lah gak usah debatin masalah kajur itu. Mending kita nentuin hal apa yang mau dibahas besok," ucap Ananda.

"Ya udah deh, cepet Lang keputusannya gimana. Dari tadi lo diem aja," kata Risa melihat ke Langit.

Langit sebenarnya bukan hanya sekedar diam, pikirannya terus saja berkecamuk. Berusaha mencari benang biru dari banyaknya benang merah yang terus berputar-putar di kepalanya.

"Besok sore, di depan pohon beringin depan embung. Kita bahas disana. Kenapa disana? Karena pembahasan kita bakal membahas hal-hal yang cukup sensitif. Jadi lokasinya bakal disana. Dan untuk apa yang bakal dibahas, yang pertama progja konser, yang meliputi penyampaian dari setiap sie yang sedang kerja. Hal ini belum pernah kita bahas. Lalu soal antisipasi kemungkinannya gagalnya progja kita karena kasus penangkapan ini. Gua yakin disini gak ada yang pengen progja ini gagal. Karena udah nyampe delapan puluh persen," jelas Langit.

Mereka semua mengangguk, menyadari pentingnya pertemuan tersebut dan fokus pada langkah-langkah yang harus diambil untuk menjaga kelancaran program kerja Himpunan. Dalam situasi yang sulit seperti ini, Langit berperan penting sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dan membawa mereka menuju arah yang tepat.

...

Langit mengendarai kendaraannya dengan laju yang cukup cepat. Deru mesin berpacu dengan cepat bersama waktu yang terus mengejar. Roda-roda besi melintasi jalanan yang sunyi, menciptakan suara berdecit. Kedua roda itu melahap jalan, menggerus bebatuan kecil yang terserak di sepanjang perjalanan.

Setelah dari ruang sekret buru-buru ia melajukan kendaraannya menuju ke tempat yang mungkin akan menjadi penenang pikirannya. Jalan yang dilaluinya sepi dan sepi. Hanya sedikit kendaraan yang melintas, dan suasana hening tergantung di udara. Suara mesin motor menjadi satu-satunya pendampingnya, berpadu dengan suara angin yang terus berbisik di telinga.

Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, menciptakan warna oranye dan merah yang memancar di langit. Di kejauhan, dia melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi di sekitar tempat pemakaman. Langit memberhentikan kendaraannya dan masuk ke area pemakaman.

Setibanya ia di gundukan tanah yang terlihat mengering, ia tertunduk seraya membuka kresek hitam yang tergenggam di tangan kirinya. Dengan perlahan Langit menaburkan bunga segar ke makam tersebut. Setelah selesai ia pun menuangkan sebotol air bening yang terjatuh dengan perlahan ke atas permukaan tanah.

"Udah dua minggu kepergian lo Gas. Dan apa cuman Gua yang jenguk lo disini?"

Setelah itu, Langit sedikit mencabut rerumputan kecil yang tubuh di sekitat makam Bagas.

"Kalo ada lo, pasti suasana kampus gak bakal seheboh gini. Kalo ada lo juga, suasananya yang kacau bakal gak keliatan kacau."

Dalam ucapannya, Langit terus berkutat untuk membersihkan area sekitar makam Bagas.

"Lo tahu gak kalo ada kasus lagi di jurusan kita? Pasti Gak tahu kan? Kajur kena kasus korupsi Gas. Kalo ada lo, lo pasti paling heboh."

Langit terdiam sejenak, mengenang momen-momen bahagia yang mereka lalui bersama. Dia tersenyum getir, mencoba menahan air mata yang ingin pecah. Namun, kekuatannya tak mampu menahannya lagi.

"Apa kabar di sana, Bagas? Gua harap lo nemuin kesempurnaan di sana. Kesempurnaan yang selama ini lo iriin dari Gua. Gua cukup bingung mau ngomong apa lagi. Intinya kami disini baik-baik aja. Soal masalah kajur tadi. Semoga aja masalah itu gak ngerugiin progja himpunan," ucap Langit dengan suara bergetar.

Dalam hening, Langit melanjutkan percakapan yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Dia berbagi cerita, pengalaman, dan perasaannya yang tak pernah berubah. Dia berbicara seperti Bagas masih hadir di sampingnya, mendengarkan setiap kata yang terucap.

Namun, Langit yang semakin tenggelam dalam kesedihannya, tidak menyadari bahwa ada sebuah tangan yang memegang pundaknya. Dia merasakan kehadiran itu dan perlahan-lahan menoleh. Ekspresinya berubah dengan sendirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro