Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 26-Kontinu

Lo gak pengen liat Pusi?
Pusi lo udah gemuk tahu. Ternyata Pusi itu cowok ya? Gua kira Cewek;)

Tulisan dalam selembar kertas itu terbaca dalam pikiran Laut. Ia kini tengah berada di parkiran rumah sakit. Deru bising dari kendaraan di jalan besar terdengar dari telinganya. Tanpa pikir panjang, ia segera menaiki kendaraanya dan melajukannya ke jalan besar.

Lagi-lagi Yogjakarta begitu terik, jalan yang menguap terlihat menimbulkan ilusi optik yang menembus indra penglihatannya. Pandangan Laut lurus tertuju ke jalan. Setiap sudut kota, setiap belokan yang diambil, menghadirkan pemandangan yang ramai. Bangunan-bangunan kuno yang berpadu dengan sentuhan modernitas menjadi tempat terbaik untuk menyimpan kenangan.

Kini, jalan-jalan Yogyakarta membentang di hadapannya seperti kanvas kosong yang menanti sentuhan kehidupan. Laut membiarkan dirinya terbawa arus, menikmati setiap momen dalam perjalanan ini. Meskipun terik matahari menghujam kulitnya dan jalan yang menguap menciptakan ilusi, pikirannya kembali untuk menemui seseorang yang memberinya kertas tadi.

Selang beberapa menit berlalu, Laut membelokkan dirinya ke pekarangan sebuah rumah. Corak putih masih saja menjadi hal yang pertama kali ia lihat. Terakhir kali ia datang ke tempat ini, hujan menjadi temannya.

Kendaraanya ia parkirkan di bawah pohon palem yang menjulang tinggi. Laut turun seraya melepaskan helm lalu berjalan mendekati rumah tersebut. Setelah berada di depan pintu masuk, tangan yang mengulur seketika terhenti, ketika tiba-tiba pintu itu terbuka.

Seorang keluar, dengan wangi teh berbarengan masuk ke hidung Laut. Ia lumayan terkejut ketika mendapati siapa yang kini berdiri di depannya, yang sama-sama terkejut.

"Laut? Ada apa kamu kesini?" suara tegas itu meluncur masuk ke indra pendengaran Laut.

Dengan cepat Laut menjawab, "Polisi Ali? Saya kesini mau ketemu Ananda Pak."

Polisi Ali memandang dengan intens tubuh Laut yang berdiri di hadapannya. Dengan pakaian kasual walaupun usia sudah Lima puluh tahun. pria berpangkat inspektur itu terlihat masih gagah perkasa.

"Duduk dulu sini," Polisi Ali membiarkan Laut mengikutinya untuk duduk di kursi teras rumah, Laut pun mengikutinya.

"Ada apa kamu mau ketemu anak saya?" tanya Polisi Ali.

Untuk hal ini Laut benar-benar terkejut, perihal apa yang barusan diucapkan pria di depannya.

"An-ak Pak?" tanya Laut bingung.

"Kamu belum tahu kalo saya adalah Ayah dari Ananda?" tanya Polisi Ali.

Laut membulatkan matanya, kebingungan terpampang jelas di wajahnya. Ia merasa dunia berputar cepat, menciptakan kabut misteri di sekelilingnya. Polisi Ali, seorang pria yang terlihat gagah perkasa, ternyata adalah ayah dari Ananda, anak yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak tahu," jawab Laut dengan suara yang bergetar sedikit.

Polisi Ali mengangguk, melihat kebingungan yang masih terpancar dari wajah Laut. Ia merenung sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan.

"Sepertinya memang Ananda tidak pernah menceritakan tentang saya kepada teman-temannya," ujar Polisi Ali.

Terdengar suara langkah kaki yang terhenti di ambang pintu. Ananda terlihat terkejut mendapati Laut yang tengah duduk bersama Ayahnya. Ia yang kini tengah menggendong seekor kucing itu memandang tajam ke arah mereka.

"Ayah! Kok gak bilang kalo ada Laut," seru Ananda menghampiri mereka.

Polisi Ali hanya tertawa kecil, melihat anak perempuannya itu tertawa.

"Ngapain ngasih tahu kamu?" tanya Polisi Ali.

"Ya kan, dia temen ku yah," balas Ananda.

Laut yang melihat interaksi antara Ayah dan Anak itu hanya memandang datar. Entah hal apa yang tengah ia pikirkan. Sementara Ananda mendudukan dirinya di kursi samping Ayahnya.

"Laut itu mau liat kucing ini Yah," ucap Ananda setelah mendudukan dirinya seraya menyerahkan kucing tersebut ke Laut.

Dengan pelan Laut menerima kucing tersebut lalu mengelusnya dengan lembut.

"Oooo berarti ini yang ngasih kucing ke kamu waktu ujan-ujan?" tanya Polisi Ali kepada putrinya.

Ananda mengangguk, "Iya Yah, Laut yang nitip kucing ini ke Aku."

"Memang dunia ini seperti pembuluh dara. Saling berkaitan," ucap Polisi Ali.

"Dih, sok iya banget Ayah ini. Eh bentar deh." Ananda terlihat melihat kedua pria yang terduduk bersebelahan, dengan tatapan serius ia berucap, "Kok Ayah sama Laut sekilas mirip ya. Dari hidung sama matanya," ujar Ananda seraya menerawang.

Laut dan Polisi Ali saling bertatapan, terkejut mendengar pernyataan Ananda. Seakan waktu berhenti sejenak, mereka merenungkan kata-kata Ananda dengan tatapan penuh keheranan.

"Mirip?" gumam Laut dengan suara yang penuh pertanyaan, mencoba melihat kemiripan yang disebutkan Ananda.

"Ya gak lah, tuh liat Laut. Rambut panjang dan perawakan udah kek seniman. Musisi lebih tepatnya," ujar Polisi Ali.

"Tapi Laut juga pinter di kesehatan tahu Yah," ujar Ananda.

"Eh, serius? Multitalenta berarti kamu ya?" ucap Polisi Ali.

Laut hanya tersenyum tipis, "Enggak Pak, saya gak terlalu pandai," balas Laut.

"Kalo disini jangan panggil Pak dong. Panggil Om aja," balas Polisi Ali.

"Tapi pantesan di panggil Pak loh Yah, ketimbang Om, cuman basing si," jelas Ananda dengan logas sumateranya.

"Maaf ya tuan putri, Ayah mu ini masih muda," ucap Polisi Ali.

Alih-alih membalas ucapan Polisi Ali, Laut asik memainkan kucing yang kini berada di dekapannya. Ananda yang melihatnya mengulum senyum, pipinya tiba-tiba memerah dengan sendirinya. Namun, tiba-tiba kucing itu melompat dan hampir menjatuhkan vas bunga yang berada di belakang Laut. Dengan cepat Laut menyambar vas tersebut dengan tangan kirinya. Lalu letakkan kembali di tempat sebelumnya.

"Aih Pusi ini lompat-lompat. Untung aja Vasnya gak pecah," ujar Ananda seraya berdiri dan mengambil kucing tersebut.

Sementara Polisi Ali terlihat terdiam melihat hal yang terjadi, kemudian ucapan tanya keluar dai mulutnya, "Kamu kidal ya Laut?"

Laut yang mendengarnya hanya mengangguk sebagai balasan, Polisi Ali sepertinya kembali berpikir. Kemudian ia beranjak berdiri.

"Om mau pergi dulu ya. Ada keperluan di kantor polisi mashan," ucap Polisi Ali seraya masuk ke dalam rumah.

Ananda terlihat bingung melihat gelagat Ayahnya, kemudian ia kembali mendudukan dirinya, "Gua sama Ayah Gua sebenarnya orang baru di jogja. Kami pindah kesini dua tahun yang lalu, karena Ayah kena tugas disini. Kami aslinya tinggal di Sumatera Barat," ucap Ananda tiba-tiba.

Laut yang mendengar hanya terdiam, pantas saja logat yang sering diucapkan Ananda adalah logat sumatera. Dan kata-kata yang sering diucapkan Ananda ada beberapa yang bagi Laut sulit dimengerti.

...

Rumah kediaman Langit kini kembali terisi, selepas dua hari berlalu yang hanya sunyi yang melanda. Kini Langit yang pulang dari rumah sakit dan kini tengah melangkah menuju kamarnya. Setelah tiba, ia membuka kamar tersebut dan masuk kedalamnya.

Rasa rindu benar-benar menghujam dirinya, walau hanya dua hari, dia benar-benar sangat merindukkan kasur dan aroma kamarnya. Dengan pelan ia membaringkan dirinya di ranjangnya.

Seperti menyadari bahwasannya bukan hanya dirinya yang ada di ruangan ini, Langit melihat ke arah lemari pakaiannya dan mendapati Laut yang tengah berdiri menghadap nya.

"Dek, Gak usah kebiasaan jadi bunglon," ujar Langit serak.

Laut pun menghampiri Kakaknya dan mendudukan dirinya di tepi ranjang.

"Lo beneran udah sehat?" tanya Laut.

"Udah."

"Udah sembuh total?"

"Iya, udah. Walau bagian kepala kadang-kadang masih nyeri. Cuman udah aman juga kata dokter."

"Ada yang perlu Gua bantu?"

Langit terlihat mengerutkan dahi, lalu ia menjawab.

"Lo ngapa dah? Ada masalah?"

Laut menggelengkan kepala ," Gak ada Kak, cuman Gua mau tanya sesuatu deh."

Langit pun beranjak dari berbaringnya dan memposisikan dirinya untuk duduk, namun sebelum posisi itu didapat, Laut mencegahnya.

"Lo tiduran aja, Gak usah duduk," ujar Laut.

"Gak enak Dek, kalo ngobrol Gua nya tidur," balas Langit seraya mendudukan dirinya, "Jadi lo mau tanya apa?" tambahnya.

"Lo tahu gak ya kenapa Ibu menikah lagi?" tanya Laut.

Langit terlihat berpikir, "Gak tahu, hal kek gini gak pernah Ibu ceritain atau kita tanya. Soalnya kan, dulu kita masih umur belum ada setahun, Ibu nikah lagi," jelas Langit.

"Kalo ternyata masalahnya perceraian gimana Kak?" tanya Laut pelan.

Seperti menyadari adanya sinyal yang tidak diketahui Langit, ia pun kemudian lebih mendekatkan diri ke adiknya.

"Ada kejadian ya, antara lo dan Ibu?" tanya Langit pelan.

Bukannya menjawab, Laut berdiri dan berjalan mengarah ke pintu masuk. Langit melihatnya terlihat bingung, sebelum Laut menutup pintu masuk.

"Berarti bener ya ada kejadian yang gak Gua tahu antara lo dan Ibu," ujar Langit seraya melihat Laut yang melangkah kembali dan mendudukan dirinya ke tempat semula.

"Gak ada masalah, soalnya Gua pernah denger Ibu sama Ayah kita yang asli itu cerai karena masalahnya di Gua," ucap Laut.

Langit terkejut mendengar pengakuan Laut. Sebuah kebingungan besar menyelimuti pikirannya. Ia merasa ada kabut yang menyelubungi sebagian cerita keluarga mereka.

"Dulu Ibu dan Ayah kita cerai karena masalah yang berkaitan dengan lo Dek?" tanya Langit dengan suara tergagap.

Laut hanya mengangguk mengiyakan. Langit yang melihat wajah adiknya, sulit sekali untuk menilai emosi apa yang tengah menguasai adiknya.

"Lo denger dari siapa?" tanya Langit.

"Gak sengaja Gua denger Ibu ngobrol sama Ayah malem-male," ucap Langit berbohong.

Namun hal tersebut, tidak bisa ditebak oleh Langit. Seperti yang tadi barusan, Langit tidak dapat memahami ekspresi adiknya.

"Dek, jujurlah sama Gua. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Langit dengan suara lembut namun penuh kepastian.

Laut terdiam sejenak, tetapi akhirnya ia mengatakan apa yang tadi ia ucapkan.

"Gua tanya kaya gini, emang karena gak sengaja denger Kak."

...

Suasana kampus di jurusan Teknik Listrik terlihat biasa saja. Walau gosip mengenai kejadian antara Langit ketua Himpunan dengan Seniornya masih menjadi topik panas pembahasan. Langit yang kini berjalan bersama dengan Saka dan Deo sering dihampiri beberapa orang walau hanya sebatas bertanya tentang keadaan. Tapi, tak jarang ada yang bertanya soal kejadian yang sebenarnya.

Terlihat di gazebo jurusan terdapat beberapa senior yang tengah terduduk mengobrol, pandangan mereka kini beralih melihat arah rombongan Langit. Merasa menjadi objek penglihatan Saka terlihat mengumpat.

"Senior-senior itu ngapa si ngeliatin kita," ujar Saka pelan.

"Gak usah geer Ka, yang dilihat itu bukan lo, tapi Langit," balas Deo.

"Ya kan Gua ngomongnya kita, bukan Gua doang," ujar Saka yang mulai kesal.

Setelah beberapa langkah akan melewati Senior-seniornya, Saka terdiam untuk tidak melanjutkan obrolan.

"Kak," Sapa mereka bertiga berbarengan.

Senior yang mendengar sapaan dari mereka, hanya mengangguk. Seakan ingin menghampiri atau sekadar memanggil mendekat, namun sepertinya di urungkan melihat bahwasannya suasana di jurusan masih ramai.

"Eh, kalian sini deh," suara perempuan terdengar memanggil.

Mereka bertiga menoleh bersama, dan akhirnya berjalan mendekat ke rombongan senior tersebut.

"Ada apa Kak?" tanya Langit setelah mereka tempat di hadapan mereka.

"You Oke?" tanya senior perempuan tersebut.

Langit yang mendengarnya tersenyum, lalu membalas, "Baik kak, sehat udahan saya."

"Sorry ya, soal Reno. Angkatan Gua rasanya bersalah banget atas kejadian yang nimpa lo," ujar senior perempuan tersebut dan senior yang lain terlihat memiliki ekspresi yang sama, merasa bersalah.

"Iya kak, ini juga permasalahan personal. Bukan masalah kakak-kakak semua," ujar Langit.

"Tapi kami juga ngerasa bersalah. Soalnya kan Reno itu bagian dari angkatan kami."

Namun sepertinya suara ramai dari parkiran jurusan membuat obrolan mereka sedikit terganggu. Mereka yang ada di gazebo itu melihat ke arah parkiran. Dan mendapati ada beberapa polisi yang datang.

Setelah merasa jelas akan apa yang mereka lihat, Langit bisa melihat seorang dosen yang ia kenal berjalan bersama mereka. Dengan ekspresi wajah yang memelas, kedua tangannya terlihat terborgol di depan. Polisi Ali terlihat memimpin jalannya mereka. Sepertinya akan terjadi hal yang cukup besar di kampus saat ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro