Bagian 18-Mosfet
"Mahasiswa atas nama Reihan Angkasa, Saka Dwi Aji, dan Reno Galih Darma. Apakah ada di kelas ini?" tanya Ibu Nurmala yang terdengar menggema di ruangan tersebut.
Suara riuh menguap ke langit ruangan, menyebar hingga membuat kebisingan. Nama-nama mahasiswa yang merasa terpanggil terlihat mengangkatkan tangan secara bersama. Sorot mata Ibu Nurmala melayang ke tiga mahasiswa itu, memancarkan tatapan yang sulit diartikan.
"Mereka ada di sini Pak Ali. Apa langsung di bawa saja?" tanya Ibu Nurmala kepada seseorang yang berdiri di sampingnya, yang tak lain tak bukan adalah Polisi Ali.
Polisi Ali terlihat mengangguk mengiyakan, lalu ia berucap, "Izinkan mereka untuk ikut saya Ibu ke kantor Polisi. Ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan ke mereka secara langsung," kata Polisi Ali tenang.
"Mahasiswa tersebut segera ikuti Polisi Ali. Izinkan mereka untuk keluar ya Pak dari ruang kelas," kata Ibu Nurmala seraya tersenyum ke dosen yang tengah mengajar.
"Iya Ibu silahkan. Nama-nama yang dipanggil segera ikut Ibu Nurmala dan Polisi Ali ya," kata Dosen tersebut yang seakan sama-sama merasa bingung.
Dalam kebingungan yang menyelimuti ruangan, Reihan, Saka, dan Reno berdiri dengan rasa yang sulit diartikan. Tatapan mereka saling bertautan, mencari jawaban dalam kebingungan yang melingkupi ruangan tersebut.
Dengan langkah pelan, ketiganya mengikuti Polisi Ali menuju pintu keluar. Saka dan Reihan terlihat menoleh ke arah Langit yang terdiam tanpa suara. Tatapannya kosong, seakan menyatakan bahwa apa yang terjadi sekarang adalah hal yang tidak ada dipikirannya.
Mereka pun akhirnya keluar dari ruangan dengan anggota polisi bawahan polisi Ali yang menutup ruangan kelas tersebut. Suasana kelas terlihat hening, tapi pikiran mereka tengah memikirkan hal yang sama. Tentang apa yang terjadi barusan. Langit yang masih berdiri ia menatap dosen yang sedang terduduk. Dosen tersebut pun mengatakan untuk melanjutkan presentasi. Kelas kembali dilanjutkan, dengan suara tanya yang masih samar-samar terdengar.
..
"Lo tahu kenapa Saka sama Reihan di panggil sama itu polisi?" tanya Risa yang sudah tidak tahan menunggu jawaban dari Langit.
"Iya ih, masa tiba-tiba gak ada angin gak ada apa mereka malah di panggil," sambung Ananda.
"Ini pasti berkaitan sama kasusnya Baga," timpal Deo.
"Tapi ini masalahnya apa sama mereka loh," kata Lisa.
Mereka saat ini tengah berada di ruangan sekret, seakan menjadi tempat terbaik untuk membahas hal yang terjadi barusan kepada sumbernya secara langsung. Langit melihat mereka secara bergantian, ia bisa melihat rasa keingintahuan yang sangat tinggi dari mereka. Namun, Langit sangat bingung, bagaimana ia harus mulai menjelaskannya.
Dengan pandangan yang penuh kebingungan, Langit mencoba mengumpulkan pikirannya. Ia tahu betapa besar rasa ingin tahu teman-temannya tentang panggilan polisi yang tiba-tiba kepada Saka dan Reihan. Langit mengambil napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk menjelaskan situasi yang rumit. Dengan suara yang tenang, Langit mulai berbicara, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk merangkai cerita yang tak terelakkan.
"Kemarin kan Gua kan ke kantor polisi buat ditanya-tanya tentang apa yang Gua tahu soal Bagas. Ya intinya Gua menjawab semua apa yang ditanya. Cuman ada satu pertanyaan yang jawaban gua melibatkan mereka yang tadi dipanggil." Langit terdiam sejenak.
"Apa cok. Langsung aja apa pertanyaanya," kata Deo.
"Iya ih, malah diem. Lanjutin," sambung Lisa.
"Gua ditanya, soal apa dari temen-temen Gua ada yang kidal."
"Ha?" ucap Deo, Ananda, Risa, dan Lisa bersamaan.
"Maksud lo, polisi nanya, apa temen lo ada yang kidal gitu?" tanya Ananda memastikan.
"Iya," balas Langit.
"Terus lo jawab Saka, Reihan, sama Kak Reno?" tanya Risa.
"Iya," balas Langit.
"Terus apa hubungannya kasus bagas sama tangan kidal?" tanya Deo.
"Ya gak tahu," jawab Langit.
"Padahal adek lo juga tangannya kidal loh Lang. Kenapa gak lo sebut?" tanya Ananda yang mengingat bahwa Laut adalah seorang yang kidal. Dia mengetahui setelah ia tak sengaja melihat Laut menulis di rumah panti dengan tangan kiri.
Pertanyaan Ananda membuat Langit tersentak, memastikan kembali apa yang ia telah jawab kepada polisi. Langit mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat kembali kejadian yang melibatkan Laut, adiknya yang ternyata kidal.
"Benar, Nda," jawab Langit dengan suara yang penuh keheranan dan penyesalan. "Gua benar-benar lupa kalo Laut kidal."
Risa, Deo, dan Lisa saling bertukar pandangan penuh kebingungan, menanti penjelasan lebih lanjut dari Langit.
Langit melanjutkan, "Hubungan antara kasus Bagas dan kekidalan mungkin memiliki arti yang lebih besar daripada yang kita kira. Kemungkinan polisi mencurigai bahwa pelaku atau seseorang yang terlibat dalam kasus ini memiliki kecenderungan kidal."
Mata Ananda melebar saat ia mulai menyusun petunjuk-petunjuk yang ada. "Jadi, secara gak langsung lo menyatakan bahwa Saka, Reihan, Kak Reno, dan Laut adalah pelaku?"
"Bukan, bukan gitu maksud Gua," bantah Langit, "Itu cuman kemungkinan. Gak mungkin juga kan mereka pelaku," lanjutnya.
"Namun, kenyataan seringkali berasal dari sebuah kemungkinan. Kita gak bisa menutup mata terhadap segala kemungkinan, termasuk kemungkinan bahwa di antara mereka ada pelaku," kata Lisa.
"Hus! Sembarangan lo Lis kalo ngomong. Gak mungkin ah," tukas Risa.
"Tapi apa alasannya polisi nanya siapa temannya yang kidal ke Langit? Ya secara gak langsung juga polisi menyiratkan ciri-ciri pelaku tangannya kidal. Nah, gimana caranya polisi tahu kalo pelaku tangannya kidal?"
Semua mata tertuju pada Langit, yang merasakan tekanan semakin meningkat. Ia menyadari bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut dapat menjadi kunci dalam memahami kasus ini. Mereka membutuhkan waktu untuk merenung dan mencari jawaban yang masuk akal. Dalam keheningan yang mencekam, pikiran mereka mulai melintas ke berbagai kemungkinan, berusaha menghubungkan titik-titik yang tersembunyi dalam misteri yang tengah mereka hadapi.
"Kalian tahu kan Bagas ditemuin dalam keadaan tanpa organ?" tanya Lisa tiba-tiba.
"Iya tahu," jawab mereka bersamaan.
"Tapi kalian juga tahu kan, kalo Bagas ditemukan dalam keadaan tubuhnya udah terjahit?"
Mata mereka terbuka lebar saat Lisa mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Mereka merasa detak jantung mereka semakin cepat, mengisyaratkan bahwa mereka semakin dekat dengan jawaban yang mereka cari
"Untuk yang ini Gua belum tahu," kata Langit.
"Iya Gua juga," sambung Ananda
"Gua juga," sambung Risa.
"Kenapa lo gak ngomong hal ini Lis?" timpal Deo.
"Gua kira kalian udah tahu," balas Lisa.
"Jadi, kalo Bagas ditemukan dalam keadaan tanpa organ dan tubuhnya telah terjahit, kemungkinan besar ada pengetahuan medis yang terlibat dalam kasus ini," kata Risa dengan penuh keyakinan.
Langit mengangguk, memperhatikan titik-titik yang mulai terhubung. "Jika kita mengaitkan fakta itu dengan pertanyaan polisi tentang tangan kidal, mungkin mereka mencurigai bahwa pelaku memiliki pengetahuan anatomi atau keterampilan bedah."
"Mungkin polisi mencurigai bahwa pelaku memiliki pengetahuan anatomi atau keterampilan bedah, karena menjahit tubuh Bagas memerlukan keahlian yang tidak dimiliki oleh sembarang orang," kata Langit dengan tegas, mengartikulasikan pemikirannya.
Risa mengangguk, mengikuti alur pikirannya. Suaranya bergetar, mencerminkan keberanian yang tumbuh di dalam dirinya. "Kemungkinan hubungan antara tangan kidal dan kemampuan menjahit ini tidak boleh diabaikan."
Ananda menambahkan pemikiran yang menarik. "Betul. Kalo menurut Gua, pasti ada perbedaan dalam penjahitan antara orang yang kidal dan yang enggak kidal. Jika tangan kidal, jahitan akan bergerak dari kiri ke kanan. Sebaliknya, kalo enggak kidal, jahitan akan bergerak dari kanan ke kiri."
"Ya berarti dari itu polisi tahu kalo pelakunya itu kidal kan," kata Deo.
"Iya juga nih bener. Eh Lis, apa aja yang lo tahu lagi? Kan pas itu lo di rumah sakit sama Reihan," kata Ananda.
Lisa tengah berpikir, menguak memori otaknya. Untuk menemukan informasi yang tertinggal.
"Gak ada si keknya," ia terlihat masih berpikir, "Gua tahu soal jaitan itu aja, karena suster yang lewat dan ngomongin hal itu. Eh Lang Ibu lo kan ahli organ? Dan dia kan yang otopsi Bagas?" ucap Lisa diakhiri pertanyaan.
"Iya, Ibu Gua yang ngotopsi Bagas. Dan Gua udah tanya-tanya si. Cuman yang dijelasin Ibu Gua bahasanya terlalu tinggi. Gua kadang suka gak mudeng sama informasi yang dikasih," balas Langit.
Deo menyela dengan sedikit keheranan, "Yaelah, masa seorang Langit yang sempurna akan semuanya bisa gak mudeng sama bahasa Ibunya sendiri. Aneh."
Langit menghela nafas, merasa perlu menjelaskan dirinya, "Ya gampang lah nanti Gua tanya lagi. Tapi terakhir kali kata Ibu Gua. Data hasil otopsi udah diserahin ke polisi. Jadi polisi udah tahu semua soal tubuh Bagas," ucap Langit.
Mereka merenung sejenak, mencerna informasi yang baru saja mereka dapatkan. Keheningan memenuhi ruangan, diikuti oleh pertanyaan yang berputar di kepala mereka. Semakin dalam mereka terbenam dalam misteri ini, semakin jelas pula bahwa kasus ini melibatkan pengetahuan medis yang kompleks dan pelaku yang memiliki akses ke informasi yang sangat rahasia.
...
"Apa aja yang ditanya polisi ke lo Ka?" tanya Deo yang terduduk menyila di hadapan Saka yang terlihat lelah.
"Diem dulu ah, Gua capek anjing jawabin pertanyaan polisi yang banyak banget," balas Saka.
"Duh mau Gua pijetin gak? Tapi nanti lo langsung cerita ya sambil Gua pijetin," kata Deo.
"Lo gak mau mijitin gua Deo? Biar Gua juga bisa cerita?" tanya Reihan memelas.
"Untuk lo," Deo menunjuk ke arah Reihan yang tengah berdiri, "Gak dulu," lanjutnya.
Suara air kolam terdengar ke masing-masing telinga mereka, suara percikan air dari ikan yang berenang terlihat keluar dari permukaan. Angin dingin berhembus dengan perlahan. Suasana dingin selepas hujan terlihat menyelimut dengan transparan.
Gazebo depan rumah Langit terlihat dipenuhi oleh pimpinan himpunan. Setelah kelas selesai, mereka bergegas ke rumah Langit untuk mendiskusikan lebih lanjut dengan apa yang mereka bahas tadi di ruang sekret.
Langit tengah berada di dalam kamar, berganti pakaian agar lebih nyaman. Ananda, Risa, dan Lisa terlihat melihat buah naga yang sudah memerah di pagar samping rumah. Menjalar dari ujung hingga ke ujung. Ananda yang sudah tergiur, tangannya perlahan memutar tangkai ujung. Hingga satu buah terputus dari sumbernya.
"EH, ada maling buah naga!" teriak Saka dari gazebo. Matanya terlihat jelih melihat sekitar.
"Anjir lo! Gua gak maling ya! Ini buah naganya ke tangan Gua sendiri," balas Ananda tidak terima.
Dengan teriakan dari keduanya, semua pandangan tertuju pada Ananda yang memegang buah naga.
"Hayooo! Lagi ngidam ya Neng," sambung Lisa.
"LANGIT GUA MINTA BUAH NAGA LO YA! DIA KEKNYA MAU DEH GUA MAKAN!" teriak Ananda kencang.
Langit yang mendengar keributan dari dalam kamar, segera keluar dengan pakaian yang masih belum sempurna. "Apa woy teriak-teriak?" tanyanya heran. Langit yang melihat Ananda memegang buah naga di tangannya, ia tersenyum ingin tertawa.
"Ya udah makan aja itu buah. Kalo butuh piso, di dalem ada," ucap Langit.
"Nah! Kan mantep. Thank uuuuu Lang."
Ananda dengan cepat masuk ke rumah Langit, untuk bergegas mengambil apa yang dibilang oleh Langit. Beruntung, rumah Langit tidak ada siapa-siapa. Jadi bisa sepuasnya berlaga di sana.
Merasa Langit sudah berada di luar, Risa dan Lisa pun berjalan menuju gazebo. Untuk membahas apa yang akan mereka bahas, begitu pun Langit yang sama-sama berjalan menuju Gazebo.
"Jadi apa yang terjadi di antara kalian pas di kantor polisi?" tanya Langit langsung setelah mendudukan dirinya.
"Gua di suruh buka baju gila di sana," ucap Saka.
"Loh sama anjir," sambung Reihan.
"Kalian dicabulin disana?" tanya Lisa terlihat polos.
"Ya enggak lah Gila. Ya kali polisi nyabulin kita," sanggah Saka.
"Siapa tahu kan," balas Lisa.
"Jadi intinya kalian disana di tanya apa aja?" tanya Risa sudah tidak tahan.
"Ini mau siapa dulu? Gua apa Reihan?" tanya Saka sebelum melajutkan.
"Banyak bacot lo berdua. Siapa aja terserah!" ucap Deo keras.
"Ya udah lah Gua dulu aja. Keknya juga gak bakal jauh beda ceritanya," kata Saka, " Jadi gini. Pertama kali Gua dateng disana dan duduk di kursi dengan meja dan berhadapan dengan polisi, Gua di suruh nulis nama sama tanggal lahir. Setelah itu gua di tanya-tanya soal makanan yang gua makan sebelum kejadian, hal apa yang gua lakuin, terus gua ngapain aja sama bagas dan ya hal-hal yang berkaitan sama Bags di tanyain sama polisi itu. Gak tahu deh lupa gua namanya. Dan terakhir Gua di suruh buka baju," lanjut Saka.
Langit mendengarkan dengan seksama saat Saka menceritakan pengalamannya di kantor polisi. Raut wajahnya penuh perhatian, mencoba memahami setiap detail yang disampaikan.
Risa menambahkan, "Apa Polisi ngasih tahu alasan mengapa mereka meminta kalian membuka baju?"
Saka menggelengkan kepala. "Enggak ngasih tahu. Mereka hanya berkata bahwa itu adalah bagian dari prosedur penyelidikan."
"Terus dari lo sama aja Han?" tanya Langit.
"Iya, gak jauh beda Gua," balas Reihan.
"Gak ada lagi nih?" tanya Lisa.
"Ada satu informasi penting," ucap Saka tiba-tiba.
"Apa?" tanya Langit.
"Gua gak sengaja ngedenger kalo CCTV di area yang berkaitan dengan kasus itu, telah rusak. Semua CCTV," kata Saka.
Mendengar informasi tersebut, suasana di gazebo semakin tegang. Langit merenung sejenak, mencoba menghubungkan fakta-fakta yang ada.
"Jadi, CCTV di area sekitar kejadian telah rusak semua?" tanya Langit, memastikan kembali.
Saka mengangguk. "Iya, begitulah yang Gua dengar. Keknya itu nggak hanya kebetulan, tapi sengaja dilakukan oleh seseorang."
Risa menatap kosong ke kejauhan, mencoba membayangkan implikasi dari CCTV yang rusak tersebut. "Tapi mengapa seseorang akan merusak CCTV? Apakah mereka ingin menghilangkan bukti atau mencoba untuk menghindari pengawasan?"
Lisa memasukkan pendapatnya, "Paling pelaku ngerusak cctv, biar identitas dia gak ketawan."
"Tapi ada hal yang bikin Gua kaget lagi," ucap Saka kembali.
"Apa lagi cok! Gak usah setengah-setengah njir ngejelasinnya," timpal Deo geram.
Mereka semua telihat menunggu untuk Saka melanjutkan ucapannya. Sedetik kemudian pun Saka melontarkan sebuah kalimat yang benar-benar membuat semua orang di gazebo itu tercengang.
"Baju himpunan yang dipakai Bagas, adalah bajunya Kak Reno," kata Saka serius.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro