Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 1 -Maxxwell

...

Yogyakarta tampak berawan, langit masih terlihat agak gelap saat para mahasiswa mulai berdatangan ke kampus Universitas Gadjah Mada. Beberapa di antaranya berjalan santai sambil menikmati segelas kopi di tangan mereka, sementara yang lain berlari tergesa-gesa menuju kelas mereka yang akan segera dimulai. Seiring berjalannya waktu, kampus yang tadinya masih sepi mulai ramai dengan suara tawa dan obrolan antar mahasiswa yang bertemu di sepanjang jalan. Bisingnya suara kendaraan dan suara musik yang berasal dari kantin juga mulai terdengar semakin keras.

Di tengah-tengah kampus, ada banyak tempat yang menjadi pusat kegiatan. Ada lapangan terbuka tempat para mahasiswa berolahraga atau sekadar beristirahat setelah kuliah. Ada perpustakaan yang selalu ramai dengan mahasiswa yang mencari referensi atau belajar bersama-sama. Di sepanjang jalan kampus, terdapat deretan warung kaki lima yang menawarkan berbagai macam kuliner yang menggugah selera. Bahkan di sudut-sudut yang tersembunyi, terdapat tempat-tempat yang menjadi markas bagi kelompok-kelompok mahasiswa yang memiliki minat yang sama.

Tak hanya itu, UGM juga memiliki bangunan-bangunan yang indah dan kuno yang menambah pesona kampus ini. Terdapat bangunan kuno bergaya Joglo yang di dalamnya terdapat galeri seni dan budaya, serta kampus Fakultas Kedokteran yang memiliki arsitektur yang unik dan megah. Saat malam tiba, suasana kampus semakin hidup dengan cahaya warna-warni dari panggung kesenian yang dibangun di tengah kampus dan beberapa warung kopi yang masih buka hingga larut malam.

Dilain sisi terdengar suara langkah sepatu tampak menggema di lorong tanpa orang. Suaranya tampak santai, seakan menikmati setiap pijak di keramik penuh akan goresan.

Tok tok tok

Laut membuka pintu, tatapan semua orang di dalam kelas langsung tertuju padanya. Dosen pengampu kuliah itu, yang sedang menjelaskan materi, berhenti sejenak dan menatap Laut dengan tatapan tajam.

"Dari mana? Kelas sudah mulai dari tadi," tanya Pak Dosen.

Laut terlebih dahulu menutup pintu, lalu dengan lugas dia menjawab, "Maaf pak, habis dari perpus." Tangan kanan Laut seraya memperlihatkan buku yang barusan ia pinjam dari perpustakaan dengan sampul yang berjudul Metode Numerik.

"Kenapa tidak kamu pinjam dari kemarin?"

Atmosfer di ruangan kelas itu tampak hening, seakan ruangan yang tadinya sehangat waktu musim dingin kini berganti dengan panasnya ruangan tanpa pendingin. Mahasiswa yang berada di dalam kelas terlihat merasa kesal, lain halnya Langit yang merasa ingin membantu adiknya itu.

"Maaf Pak, kemarin saya terlalu sibuk untuk menyempatkan waktu ke perpus," balas Laut.

Dosen tersebut seakan tidak suka dengan jawaban dari Laut, tangannya dilipat ke atas perutnya yang buncit. Matanya menatap ke penjuru ruangan.

"Saya gak bakal mulai kembali kelas ini, kalau teman kamu yang satu ini gak bisa jawab pertanyaan dari saya. Kamu sudah baca bahan materi yang akan kita pelajari sekarang?" kalimat tanya kembali terlontar ke Laut. Dengan cepat Laut hanya mengangguk mengiyakan.

"Kalo sudah, Bapak tanya. Bagaimana perbedaan antara metode numerik dan metode analitis dalam menghitung solusi numerik dari persamaan Maxwell?"

Laut terdiam, ia merasa benci akan suasana ini. Menjadi pusat perhatian secara tiba-tiba. Ia sangat benci.

"Jika teman kalian tidak bisa menjawab, maka kalian semua kena pengurangan poin 50," ucap Dosen tersebut seraya berjalan dan mendekati meja mengajar kemudian terduduk pada kursi yang sudah tersedia.

Sial. Mata hitam laut melihat wajah teman-temannya seakan menatap dengan tatapan penuh harapan yang tinggi. Berharap Laut dapat menjawab pertanyaan dari Dosen tersebut.

Namun, bukannya menjawab, Laut tersenyum tipis. Matanya seakan mengatakan bahwa dia tidak perlu menjawab.

"Boleh saya bantu Pak?"

Suara tanya itu memecah keheningan. Langit bersuara.

"Oh, kamu kembarannya ya? Boleh kalo gitu. Silahkan dijawab."

Langit dengan perlahan ia berdiri, rambut yang tampak terlihat rapi sempurna dengan kumis tipis yang tampak terlihat lebih berkharisma. Mulutnya perlahan terbuka, "Metode analitis menggunakan rumus matematika untuk mendapatkan solusi eksak dari persamaan Maxwell, sedangkan metode numerik menggunakan algoritma dan komputasi untuk mencari solusi numerik dari persamaan Maxwell."

Langit terdiam sebentar, matanya menatap ke arah Laut yang menatap dirinya dengan tatapan datar, lalu dia pun melanjutkan penjelasannya. "Sebagai contoh, kita bisa mempertimbangkan sebuah sistem elektronik yang dirancang untuk menghasilkan gelombang frekuensi tertentu. Dalam hal ini, metode analitis dapat digunakan untuk merancang dan menghitung parameter sistem berdasarkan persamaan fisika yang terlibat, seperti persamaan Maxwell, persamaan gelombang, atau persamaan yang terkait dengan komponen-komponen elektronik seperti resistor, kapasitor, dan induktor." Semua teman sekelasnya tampak terkagum terkait penjelesan yang dijelaskan oleh Lamgit, sesekali Dosen yang bertanya pun tersenyum senang terkait penjelasan muridnya tersebut.

"Kemudian setelah merancang sistem, metode numerik dapat digunakan untuk memeriksa kinerja dan tingkat akurasi sistem berdasarkan simulasi komputer. Misalnya, kita bisa menggunakan algoritma simulasi sirkuit seperti SPICE atau algoritma simulasi elektromagnetik seperti FDTD (Finite-Difference Time-Domain) untuk memodelkan dan memeriksa kinerja sistem dengan berbagai kondisi masukan dan kondisi batas yang berbeda," lanjutnya dengan wajah yang tampak sudah biasa menjelaskan.

...

"Gimana dana, udah dapet berapa?"

Langit agak tersentak dengan pertanyaan tersebut, ia menoleh karena merasa tak asing dengan suara tersebut, dengan cepat dia mencoba untuk menjawab dengan tenang, "Oh, Kak Reno. Aman kak."

"Aman gimana, kan gua tanya udah dapet berapa?" tanya Reno dengan nada agak naik.

Langit bisa merasakan tekanan dari kakak tingkatnya tersebut, namun ia mencoba untuk menjelaskan keadaan dengan baik,

"Target anggaran belum terkumpul semua kak."

Reno mengangguk, namun terlihat masih tidak puas dengan jawaban tersebut, "Jangan sampai deadline masih belum terkumpul ya Langit. Kalian udah janji sama senior dan alumni."

Langit hanya bisa mengangguk dan tersenyum, berharap semua akan berjalan lancar. Namun ia merasa harus bekerja lebih keras lagi agar program kerja mereka dapat berjalan dengan baik dan tidak terkendala oleh masalah dana.

Seniornya itu pun melangkah menjauh. Dengan cepat Langit berdiri dan meninggalkan tempat yang tadi ia singgahi. Dengan berjalan, ia menyusuri koridor gedung jurusannya lalu dengan cepat ia berbelok ke arah kanan dan berakhir berdiri di depan sebuah ruangan.

Ruang Sekretariat Himpunan Mahasiswa Teknik Listrik. Langit membuka knop pintu, tubuhnya masuk dan mendapati beberapa orang tengah berkumpul di dalamnya.

"Lama kali kau." suara khas Medan itu berusara dengan mimik wajah yang kesal.

"Sorry bro, tadi ngurusin pkm bentar," balas Langit. Ia kemudian berjalan dan duduk di pojok ruangan.

PKM atau Program Kreativitas Mahasiswa merupakan sebuah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Program ini bertujuan untuk mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan ide kreatif dalam bidang-bidang tertentu yang dianggap penting untuk kemajuan bangsa.

"Sibuk kali lah kau nih, udah ketua hima, ikut PKM, mahasiswa aktif akademik, ipk bagus ... Apalah kurangnya kau tuh ... Beda kali dengan adik kau itu," ucap Bagas, mahasiswa asli Medan dengan modal nekat dia berkuliah dan merantau di Yogyakarta seraya bekerja part time untuk menambah biaya hidupnya. Terlebih lagi, Bagas merupakan anak sebatang kara yang sudah yatim piatu sejak kecil.

"Iyanya ya, kadang gua suka heran sama kalian berdua. Kembar tapi beda sifat. Mana bedanya 360 derajat lagi. Kaya arus dc sama arus ac. Walau sama-sama arus tapi punya karakteristik yang beda," ucap Saka. Si empu nama ini masih asik memainkan laptopnya.

"Udah lagi, ayo kita bahas pembahasan yang bakal kita bahas," balas Langit. Ia kemudian membuka tasnya dan mengambil tumpukkan kertas di dalamnya. Langit bukan tidak terlalu peduli akan keingintahuan temannya tentang ia dan adiknya. Namun, hal tersebut memang menjadi hal yang sering dipertanyakan oleh teman-temannya. Terkadang Langit merasa apakah mereka pernah bertanya langsung dengan adiknya? Ada Kalanya langit ingin menjelaskan kenapa mereka berbeda. Ya jelas berbeda, mereka merupakan dua tubuh yang memiliki pola pikir dan masing-masing memiliki otak sendiri.

"Jadi kemarin gua udah diskusi dan nanya-nanya sama senior di atas. Dan mereka minta kita buat nyampein progres di minggu depan. Dengan akurasi progres 60 persen," kata Langit menatap mereka semua.

Di ruang sekretariat itu terdapat 8 orang di antaranya ada Langit, Risa, Saka, Bagus, Reihan, Deo, Lisa, dan Ananda. Mereka yang barusan mendengar ucapan dari Langit merasa terkejut.

"Minggu depan?" tanya Ananda, mahasiswi yang mengenakan kemeja blouse berwarna biru muda yang dipadukan dengan jaket parasut warna hitam. Jaket tersebut terlihat stylish dan memberikan kesan modern pada penampilannya. Wajahnya yang tampak bulat dengan poni rambut yang terlihat rapi, ia memandang Langit dengan tatapan yang seakan dibuat menawan.

"Iya minggu depan, jadi sebisa mungkin progja kita semua semua bisa tersampaikan dengan jelas. Terutama progja konser."

"Emang yang mau disampein apa aja sama senior nanti?" kini Deo yang bertanya, pemuda dengan kacamata kota serta rambut gondrong itu melipat kedua kakinya dalam ikatan kedua tangannya.

"Ya pastinya progresnya sudah sampai mana, keanggotaan dan kepanitiaan kaya mana, dan yang paling terpenting dana." terdapat jeda beberapa detik, "Tolong Saka, bisa sampai dana sekarang kita ada berapa. Total semuanya ya, terkait dana sponsor, dana iuran dan dana yang lain," kata Langit matanya menatap Saka.

Saka yang merasa diajak bicara, ia segera membuka isi folder di laptopnya dan mengakses file .xls lalu menekannya. Tampilan layar laptop kemudian menampilkan Rancangan Anggaran Biaya dan beberapa hal yang lainnya. Saka terlebih dahulu melihat dengan detail terkait hal-hal yang akan disampaikan mengenai pertanyaan yang diajukan oleh Langit.

"Di sini, kita bisa melihat sumber dana yang kita miliki, seperti sponsor dari pihak A dan juga dari pihak B , iuran anggota, Donasi dari masyarakat, pendapatan dari penjualan tiket event, dan pendapatan dari penjualan merchandise. Setiap sumber dana memiliki jumlah yang berbeda-beda." Saka bersuara dengan pandangan tetap melihat arah layar laptopnya.

"Dengan tabel RAB ini, kita dapat lebih mudah mengontrol dan memonitor penggunaan dana kita. Kita juga bisa melihat sumber dana yang paling signifikan bagi organisasi kita. Di sini, total dana yang diperoleh dari semua sumber adalah 130 juta. Cuman ini akumulasi dana dari hal yang belum pasti juga. Kaya penjualan tiket event, pendapatan penjualan merchandise dan donasi masyarakat ini yang gua masukin target akhir."

"Jadi total dana yang terkumpul tanpa dana fiktif berapa Saka?" tanya Lisa.

"Emm ... kalau gua itung-itung." Saka mengambil kalkulator di tasnya kemudian menekan angka-angka lalu menjumlahkannya,"50 jutaan lah dana terkumpul," kata Saka, kini matanya beralih menatap Langit.

•••
•••
•••

Sebagai pembuka mungkin ini lebih tabu ya. Di bagian selanjutnya bakal lebih berat pembahasannya. Kalo kalian bingung, bisa tanya lewat komentar ya. Dan mohon dukungannya cerita ini diikut sertakan dalam event nulis novel 60 hari. See uu di bagian 2!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro